Homili Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2018

HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Sir 10:1-8
Mzm 101:1a.2ac-3a.6-7
1Ptr 2:13-17
Mat 22:15-21

KEMERDEKAAN SEBAGAI JEMBATAN EMAS

Bulan Agustus sudah tiba kembali. Salah satu perhatian kita semua sebagai warga NKRI adalah pada berbagai persiapan untuk memperingati hari kemerdekaan negara kita, tanggal Tujuh belas Agustus. Di setiap daerah sudah mulai terbentuk pantia persiapan perayaan hari kemerdekaan. Aneka kegiatan berupa pertandingan bola, panjat pinang sampai lomba makan kerupuk sangat membahagiakan masyarakat setempat. Kebersihan lingkungan juga menjadi sebuah prioritas sebagai wujud cinta lingkungan dan tanah air. Di sekolah-sekolah sudah dipilih siswa-siswi berbakat untuk menjadi petugas pengibar bendera. Bendera merah putih berkibar di jalan-jalan sampai di depan mobil. Semangat kebhinekaan bukan hanya sekedar selogan belaka tetapi benar-benar mau diwujudnyatakan dalam aneka kegiatan. Semua ini menunjukkan betapa setiap warga negara Indonesia memiliki rasa cinta yang besar kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, di tengah issue perpecahan dan munculnya radikalisme tertentu.

Jembatan emas yang kita lewati

Berkaitan dengan semua kegiatan ini, saya mengingat sebuah perkataan Bung Karno: “Kemerdekaan adalah jembatan emas, jembatan inilah yang leluasa menyusun masyarakat Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi.” Kemerdekaan itu begitu berharga karena diperoleh dengan pengurbanan yang besar. Benar seperti dikatakan Nelson Mandela, seorang pejuang dari Afrika Selatan: “Tak ada jalan mudah untuk mencapai kemerdekaan di mana pun. Banyak dari kita berkali-kali harus melewati lembah dengan bayangan kematian sebelum mencapai puncak cita-cita kita itu.” Sebab itu apa yang Bung Karno katakan bahwa kemerdekaan sebagai jembatan emas itu menunjukkan semangat perjuangan dengan penumpahan darah dari para pahlawan nasional. Semua warga negara tidak hanya melakukan aksi-aksi untuk memeriahkan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia, tetapi lebih dari itu mengisi kemerdekaan supaya bangsa ini tetap gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi. Bagi saya, sungguh luar biasa luhurnya sebuah harapan dari Bung Karno bagi bangsa kita.

Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Pernyataan ini kita temukan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar negara kita. Pernyataan ini memang sangat bagus dan luhur. Lalu apa yang harus kita lakukan supaya hak ini tetap melekat di dalam diri kita sebagai warga negara yang baik? John F. Kennedy pernah berkata begini: “Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu!” Bagi saya, ini adalah salah satu titik kelemahan yang dialami oleh banyak warga negara. Mereka mudah lupa kontribusi positif dan andilnya kepada negara dan hanya menutut haknya saja dari negara. Seharusnya warga negara berkontribusi untuk mengisi kemerdekaan dengan membangun di segala bidang, taat membayar pajak, jujur, adil dan lain sebagainya.

Dikatakan bahwa kemerdekaan adalah jembatan emas bagi kesejahteraan bangsa dan negara kita. Untuk dapat menjadi jembatan emas maka setiap warga negara harus bahu membahu membangun bangsa ini. Semua cita-cita pendiri negara dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika haruslah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari hidup pribadi setiap warga negara. Maka pertanyaan bagi kita semua adalah apakah kita sungguh-sungguh merdeka secara jasmani dan rohani? Apakah setiap pribadi sudah sedang melewati jembatan emas di mana setiap warga negara gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi?

Mewujudkan kemerdekaan Kristiani

Untuk mewujudkan kemerdekaan Kristiani maka marilah kita memandang Yesus dan mengagumi pribadi-Nya. Ia menunjukkan diri-Nya sebagai warga negara yang terbaik. Ia pernah berkata: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang harus kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang harus kamu berikan kepada Allah” (Mat 22:21). Ia hendak mengatakan kepada kita bahwa selagi kita masih berada di dunia ini, patutlah kita sadar diri sebagai warga negara dan memenuhi tugas kewajiban kita dengan baik. Kita juga memiliki orientasi yang jelas bahwa kita adalah warga negara surgawi karena kita sudah diciptakan sesuai dengan gambar dan wajah Allah sendiri. Sebab itu hidup kita tertuju kepada-Nya. Yesus taat membayar pajak. Ia tidak mau menjadi batu sandungan sehingga menyuruh Petrus untuk memancing di danau. Pada ikan pertama yang ditangkapnya ditemukan empat dirham di dalam mulutnya. Uang itu dipakai Petrus untuk membayar pajak (Mat 17: 27). Di dalam Injil Yohanes, Tuhan Yesus meminta kita untuk hidup sebagai orang-orang benar yang percaya dan mengetahui Kebenaran. Ia mengatakan bahwa Kebenaran itu sendiri akan memerdekakan kita (Yoh 8:32). Kebenaran adalah Yesus Kristus sendiri.

Yesus adalah kebenaran yang memerdekakan kita dari dosa dan salah. Kita mengalami penebusan berlimpah dan menjadi orang merdeka. Selanjutnya, apa yang harus kita lakukan? St. Petrus membuka wawasan kita untuk menjadi orang merdeka yang bertanggung jawab. Inilah perkataannya: “Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah. Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!” (1 Ptr 2:16-17). Orang merdeka akan sadar diri untuk menjauhi segala bentuk kejahatan. Kenyataan bahwa warga negara dan pemerintah masih berbuat jahat merupakan tanda bahwa mereka belum sepenuhnya terbuka kepada Allah.

St. Paulus memberi sebuah nasihat yang sangat praktis bagaimana kita hidup sebagai orang merdeka. Ia berkata: “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” Banyak orang terpanggil untuk mengisi kemerdekaan namun sulit untuk menjadi orang benar yang merdeka. Ada yang mengaku sebagai orang merdeka namun masih menggunakan kesempatan untuk hidup dalam dosa. Seharusnya orang merdeka itu siap untuk melayani dalam kasih. Mengisi kemerdekaan dengan melayani dalam kasih. Ini prinsip yang terbaik. Di tempat lain Paulus mengatakan bahwa Tuhan adalah Roh maka di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan (2Kor 3:17). Roh Kudus memerdekakan kita dari dosa dan salah. Orang merdeka ditebus oleh Tuhan. Orang merdeka mengalami kebenaran sejati.

Garam dan Terang di jembatan emas

Kita adalah warga Gereja Katolik yang merasa diri minoritas di tengah warga negara mayoritas. Orang mungkin terpancing secara emosional dan berhenti di sini sebagai warga minoritas saja. Seharusnya kita berjiwa besar untuk terus membangun, mengabdi bangsa dan negara kita. Semangat kita adalah sebagai garam dan terang bagi bangsa dan negara kita. Garam dapat memberi rasa nikmat pada makanan karena ia melebur dirinya, merembes ke dalam makanan dan memberi rasa nikmat dari dalam. Kita juga dapat masuk dalam kehidupan sesama dan melakukan transformasi radikal sebagai orang merdeka dari dalam hidup sesama. Transformasi hidup sosial dalam bidang rohani, pendidikan kesehatan, pemberdayaan masyarakat.

Kita dapat menjadi terang yang menerangi hidup dan kehidupan sesama. Terang adalah perbuatan baik, pengurbanan dan kejujuran hidup kita sebagai warga gereja katolik yang baik dan jujur. Tugas kita adalah membawa Kristus yang kita miliki bagi semua orang. Kita menjadi Kristen artinya menjadi Kristus kecil di tengah kemajemukan bangsa dan negara kita. Hiduplah sebagai orang merdeka karena Yesus sang Kebenaran sudah memerdekakan kita. Berjalanlah melewati kembatan emas! Dirgahayu Republik Indonesia ke-73.

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply