Food For Thought: Ekaristi mengubah hidupku

Ekaristi Kudus mengubah hidupku

Saya sedang menyiapkan misa kudus pada hari Minggu Biasa ke-XX/B ini.

Tuhan Yesus menyapa saya hari ini melalui perkataan-Nya: “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.” (Yoh 6:51).

Apa yang terlintas dalam pikiran saya setelah membaca dan merenungkan perkataan Tuhan Yesus ini?

Saya merasa bersyukur kepada Tuhan Yesus atas panggilan dan pilihan-Nya kepadaku untuk menjadi imam yang merayakan Ekaristi Kudus setiap hari. Saya bersyukur sebab belum merasa lelah untuk merayakan Ekaristi, selalu menyiapkannya dengan baik dan merayakannya dengan penuh devosi. Sabda-Nya saya membaca, merenungkan, mewartakan dan melakukannya di dalam hidup saya.

Saya percaya bahwa Ekaristi Kudus mengubah hidup saya untuk menjadi pribadi yang selalu berekaristi atau bersyukur kepada Tuhan untuk keselamatan yang Ia janjikan, yakni hidup selama-lamanya. Saya percaya bahwa Ekaristi yang saya rayakan benar-benar terjadi transubstansi di mana tidak ada lagi hosti melainkan Tubuh Kristus yang hadiri secara nyata dan tidak ada lagi anggur melainkan Darah Kristus. Saya tidak pernah mengatakan kepada umatku: “hosti” atau “anggur” melainkan “Tubuh dan Darah Kristus”. Ini benar-benar sesuai dengan perkataan Tuhan Yesus: “roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.” Saya juga percaya bahwa saya tidak hanya merayakan Ekaristi tetapi lebih dari itu saya bersatu dengan Tuhan Yesus Kristus, sang Penyelamatku. Dialah satu-satunya Penyelamat dan pendamai dengan Bapa di Surga. Saya merayakan Ekaristi dan Ekaristi sendiri mengubah hidupku supaya tetap layak di hadirat-Nya Yang Mahakudus.

Saya mengingat Katekismus Gereja Katolik mengajarkan kita begini: “Di dalam liturgi misa, kita menyatakan iman kita bahwa Kristus sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur, antara lain dengan berlutut atau menundukkan diri sebagai tanda penyembahan Tuhan” (KGK 1378). Ya Tuhan Yesus hadir secara nyata. Ia berbicara kepada kita dengan penuh kasih melalui Sabda-Nya. Ia bahkan memberi diri-Nya secara total sebagai santapan rohani yang menyelamatkan.

Saya mengakhiri refleksi ini dengan mengutip himne agung Ekaristi dari St. Thomas Aquinas:

“Allah yang tersamar, Dikau kusembah, sungguh tersembunyi, roti wujudnya. Seluruh hati hamba tunduk berserah, Ku memandang Dikau, hampa lainnya. Pandang, raba, rasa, tidaklah benar; Kupercaya hanya yang telah kudengar; Seluruh Sabda dari Putra Allah, sungguh tak bertara kebenarannya.”

Ini adalah beberapa pikiran saya pada hari ini sebelum merayakan Ekaristi kudus yang saya layani di sebuah stasi kecil, Paroki Maria Auxiliadora Comoro, Dili, Timor Leste. Apa pikiranmu tentang Ekaristi hari ini?

Selamat Hari Minggu Biasa ke-XX/B dan Tuhan memberkati kita semua.

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply