Homili 20 Agustus 2018

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XXB
Yeh. 24:15-24
MT Ul. 32:18-19,20,21
Mat. 19:16-22

Berani Melepaskan

Apakah anda berani melepaskan segala-galanya untuk Tuhan dan sesamamu? Ini adalah sebuah pertanyaan yang diungkapkan oleh seorang pemuda dalam sebuah acara talkshow bertema “Indahnya hidup bakti” di sebuah paroki. Saya sendiri merasa kaget dengan pertanyaan sang pemuda ini. Ia hanyalah pemuda biasa-biasa saja namun memiliki visi yang tajam tentang panggilan hidup bakti. Mengikuti Kristus dari dekat berarti berani melepaskan, meninggalkan segala sesuatu yang dapat menghalangi kita untuk mengikuti-Nya. Segala sesuatu dapat berupa pribadi-pribadi yang kita cintai, dan juga harta kekayaan yang mengikat hati kita. Petrus pernah berkata kepada Yesus: “Kami telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” Yesus menjawabnya: “Sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikuti Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi keduabelas suku Israel. Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan memperoleh hidup yang kekal.” (Mat 19: 27-19).

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil yang sangat menarik perhatian. Ada seorang muda, tanpa nama datang kepada Yesus. Ia bertanya kepada Yesus: “Guru, perbuatan baik apakah yang harus kulakukan untuk memperoleh hidup yang kekal?” Orang muda ini bukan orang muda yang biasa-biasa saja tetapi luar biasa. Ia memiliki harapan untuk memperoleh hidup kekal. Artinya ia sudah memiliki tujuan hidup yang jelas dari awal. Yesus mengarahkannya untuk mengerti bahwa Bapa di surga adalah sumber segala kebaikan. Dialah satu-satunya yang baik, tidak ada yang lain. Untuk lebih jelas maka Yesus mengngatkannya untuk mengikuti segala perintah Allah.

Orang muda ini bereaksi dengan bertanya kepada Yesus perihal perintah yang mana. Sebagaimana saya katakan sebelumnya bahwa orang muda ini bukan orang biasa-biasa tetapi orang yang luar biasa. Ia sudah mengenal perintah-perintah Tuhan dan melakukannya. Yesus membuka wawasannya tentang perintah-perintah Allah seperti: “Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, menghormati ayah dan ibu.” Selain perintah-perintah Allah, Yesus menambahkan dengan perintah baru yakni mengasihi sesama seperti ia mengasihi dirinya sendiri. Sebagai seorang Yahudi tulen, orang muda ini pasti mengerti dengan baik semua perkataan Yesus, karena semuanya bukan hal yang baru melainkan hal yang sudah lazim dalam kehidupan kaum Yahudi. Reaksi orang muda ini adalah bahwa ia sudah mengikuti semua perintah Allah. Lalu ia bertanya lagi kepada Yesus, apakah ada yang masih kurang.

Tuhan Yesus mendengar orang muda ini, memandangnya dengan penuh kasih dan mengungkapkan titik kelemahannya yakni keterikatan kepada harta duniawi. Ia boleh mengetahui semua perintah Tuhan, melakukannya sejak usia muda namun hatinya masih melekat pada harta. Yesus berkata: “Jika engkau mau sempurna, pergilah, juallah segala milikmu, dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan memperoleh harta di surga. Kemudian datanglah kemari dan ikutilah Aku.” Perkataan Yesus ini sangat menyentuh titik kelemahan orang muda ini. Ia pergi dengan hati yang sedih sebab ia tidak mau menjadi miskin. Harta kekayaannya telah menghalanginya untuk bersatu dengan Tuhan.

Orang muda tanpa nama yang ingin masuk surga adalah gambaran kebanyakan di antara kita. Banyak aktivis Gereja, pengurus atau pengerja di Gereja merasa diri sudah dekat dengan Tuhan maka sulit sekali untuk berbagi. Mereka pelit dan takut menjadi miskin. Kita semua sebenarnya administrator saja. Semua ini hanya titipan Tuhan untuk kita bagikan kepada sesama. Mengapa kita mengalami kesulitan untuk berbagi berkat dengan sesama yang sangat membutuhkan? Kita belajar untuk tidak melupakan Tuhan di dalam hidup kita (Ul 32:18a). Kita belajar untuk mengasihi sesama apa adanya dan janganlah harta kekayaan itu menghakangi kita untuk berjumpa dengan Tuhan dan sesama kita.

Apakah kita berani melepaskan diri dari harta kekayaan kita? Apakah kita berani meninggalkan segalanya demi kasih kepada Tuhan dan sesama? St. Bernardus, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply