Homili 7 November 2018 (Injil untuk Daily Fresh Juice)

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXXI
Flp. 2:12-18
Mzm. 27:1,4,13-14
Luk. 14:25-33

Keputusanku adalah mengikuti Yesus

Mengawali renungan hari ini, saya coba mengingatkan kita semua akan sebuah homili harian Paus Fransiskus, tanggal 28 Mei 2013 yang lalu di Kapel santa Marta tentang upah untuk mengikuti Yesus. Ketika itu beliau mengulangi perkataan Tuhan Yesus bahwa bagi mereka yang meninggalkan rumah dan keluarganya untuk mengikuti Yesus akan menerima kembali seratus kali lipat “sekarang ini juga” meskipun disertai oleh banyak penganiayaan. Beliau menjelaskannya dalam refleksi singkatnya begini: “Hal mengikuti Yesus adalah seperti ini: kita berjalan bersama-Nya karena kasih. Kita mengikuti Yesus dari belakang: dalam perjalanan yang sama dan melewati jalan yang sama. Maka roh dunia tidak akan mentolerirnya, dan inilah yang akan membuat kita menderita di dunia ini, tetapi kita menderita seperti yang Tuhan Yesus alami sendiri. Sebab itu, marilah kita meminta rahmat ini: supaya kita mengikuti Yesus dalam jalan yang Dia telah tunjukkan dan ajarkan kepada kita. Ini memang indah, karena Dia tidak pernah meninggalkan kita sendirian. Tidak akan pernah! Dia selalu bersama kita.” Refleksi Paus Fransiskus dalam homili ini saya ambil untuk membuka wawasan kita sebagai orang-orang yang memiliki satu ID yang sama yaitu pengikut Yesus Kristus.

Bacaan Injil hari ini akan membantu kita mengambil sebuah keputusan yang tepat untuk mengikuti Tuhan Yesus Kristus dari dekat dan bersama dengan-Nya kita menuju ke Yerusalem. Gambaran inilah yang kita temukan dalam Injil Lukas. Setelah Tuhan Yesus diundang untuk makan bersama dengan kaum Farisi dan sedmpat mengemukakan sebuah perumpamaan tentang perjamuan yang besar, Ia keluar dan melanjutkan perjalanan-Nya ke Yerusalem. Banyak orang mengetahui kemana Ia akan pergi, yakni ke Yerusalem maka mereka pun berduyun-duyun mengikuti perjalanan-Nya. Ia merasa senang karena banyak pengikut-Nya, namun Ia juga memurnikan motivasi mereka untuk mengikuti-Nya dari dekat. Tentu saja motivasinya bukan untuk mendapatkan kenyamanan, makan dan minuman gratis atau numpang tenar! Mereka harus memiliki skala prioritas yang jelas untuk mengikuti Yesus dari dekat, bukan hanya sekedar berduyun-duyun mengikuti-Nya.

Apa saja yang harus mereka miliki dan lakukan dalam hidupnya supaya layak menjadi murid Yesus?

Pertama, Relasi pribadi yang intim dengan Tuhan melebihi sesama. Tuhan Yesus memulai proses pemurnian panggilan para murid-Nya ini dengan mengingatkan mereka akan relasi keakraban dalam keluarga yang dapat menghalangi relasi mereka dengan Tuhan. Berkaitan dengan hal ini, Ia berkata: “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Perkataan Tuhan Yesus ini tentu mempertegas apa yang dikatakan-Nya di bagian lain dalam Injil Lukas supaya para pengikut-Nya berusaha untuk masuk melalui pintu yang sempit.

Mengikuti Yesus secara radikal dan konsekuen berarti kesediaan kita untuk mengutamakan cinta yang lebih besar dan unggul kepada Tuhan Yesus. Kata ‘membenci’ bukan dalam makna yang negatif sesuai kategori pemikiran kita, tetapi kata ini merujuk pada seberapa besar kualitas cinta kasih. Artinya, kita mengasihi Tuhan dengan cinta kasih yang lebih besar, totalitas hidup kita kepada Tuhan, dibandingkan dengan cinta kasih kepada keluarga sendiri. Cinta kasih kepada keluarga janganlah menghalangi cinta kasih kita kepada Tuhan. Ini adalah sebuah pengurbanan. Ini adalah sikap yang tepat sebagai murid, yakni memikul salib dan mengikuti-Nya dari dekat.

Kedua, membuat prioritas yang jelas dalam mengikuti Yesus. Seorang yang mengikuti Yesus bukan hanya sekedar berduyun-duyun atau ikut ramai saja. Ia memiliki prioritas yang jelas dan membuat perhitungan tertentu tentang kemampuan pribadinya untuk mengikuti Yesus sampai tuntas, bukan hanya mengikuti-Nya setengah hati atau setengah jalan. Maka prioritasnya adalah keteguhan iman dan kepercayaan kepada Tuhan, doa tanpa henti dan kerelaan untuk mempercayakan diri secara total kepada Tuhan.

Ketiga, Sikap lepas bebas. Ini adalah sikap bathin yang tidak melekat pada harta milik atau harta duniawi. Tuhan menjadi prioritas pertama dan terutama maka kita harus mengambil keputusan untuk meninggalkan segala-galanya atau melepaskan segala-galanya dan hanya rela untuk bersatu dengan Tuhan saja. Solo Dios basta! Kalau saja orang yang berniat untuk mengikuti Tuhan tetapi tidak berani melepaskan dirinya atau tidak memiliki sikap lepas bebas maka ia tidak layak menjadi murid Kristus. Ia hanya boleh berduyun-duyun saja tetapi tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam mengikuti Kristus.

Pada hari ini Tuhan hendak meminta kepada kita supaya mengambil keputusan yang jelas dalam mengikuti-Nya dari dekat. Kita sudah menerima sakramen pembaptisan maka kita mengikuti Yesus dengan radikal dan konsekuen dengan menjadikan Yesus sebagai prioritas pertama dan utama. Keberanian kita untuk mengasihi Yesus lebih dari yang lain, menjadikan Yesus sebagai prioritas pertama dan utama dan sikap lepas bebas adalah jalan yang terbaik bagi kita dan sangat membantu kita mengambil keputusan untuk mengikuti-Nya dari dekat.

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply