Homili Pemberkatan Gereja St. Yohanes Lateran – 2018

Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran
Yeh. 47:1-2,8-9,12
Mzm. 46:2-3,5-6,8-9
1Kor. 3:9b-11,16-17
Yoh. 2:13-22

Kuduskanlah Rumah Tuhan!

Pada pagi hari ini saya mendapat sepotong lagu kiriman dari salah seorang aktivis sebuah kelompok kategorial. Inilah potongan lagu yang saya maksudkan: “Kuduskan tempat ini, untuk kami berdoa. Kuduskan hati ini, untuk kami menyembah. Biar segala perkara, kuserahkan pada-Mu Yesus. Dan Roh Kudus bekerja, membimbing kami semua”. Lagu ini memang sangat popular ketika memulai doa bersama dalam kelompok kategorial tertentu. Mungkin saja para anggota kelompok kategorial itu begitu akrab dengan lagu ini sampai ‘tidak’ menyadari dan menghayatinya dengan baik. Coba buka mata sejenak dan pandanglah di sekeliling anda saat berdoa bersama dalam sebuah kelompok kategorial: setelah menyanyikan lagu ‘kuduskan tempat ini untuk kami berdoa’, orang mulai sibuk main gadget, chating, Facebook Live, ngobrol bahkan sesekali menceritakan hidup sesama anggota kelompok kategorial atau menunjukkan sikap apatis kepada pribadi tertentu seperti worship leadernya, pewarta dan Romo yang merayakan Ekaristi. Itulah hidup yang rapuh di hadirat Tuhan! Kelompok kategorial boleh apik dari luar tetapi tetap rapuh dalam hal-hal tertentu. Teman saya bahkan lebih ekstrim mengatakan tidak jauh berbeda dengan ‘kuburan’. Sebuah kritikan yang tajam tapi baik adanya. Tuhan Yesus saja marah-marah di dalam Bait Allah sebab Ia hendak menguduskannya.

Kita merayakan pesta pemberkatan Gereja induk St. Yohanes Lateran. Saya mengingat pengalaman-pengalaman pribadi tertentu bahwa setiap kali mengunjungi Gereja ini, saya selalu bersyukur kepada Tuhan karena saya merasa bahwa Tuhan sangat mengasihi Gereja-Nya. Tuhan selalu mendampingi Gereja dalam sejarah hingga saat ini. Banyak gembala umat terutama para Paus, para Uskup dan Imam yang kudus pernah merayakan Ekaristi di dalam Gereja ini. Gereja St. Yohanes Lateran bukan hanya sebagai sebuah bangunan dengan nilai historis tertentu, tetapi lebih dari itu menunjukkan bahwa Tuhan sangat mengasihi dan membimbing umatnya sepanjang sejarah dan sepanjang masa.

Bacaan-bacaan Kitab Suci yang kita dengar dalam perayaan liturgi hari ini menuntun kita untuk menyadari anugerah dan berkat Tuhan selama-lamanya bagi kita. Dalam bacaan pertama kita mendengar pengalaman dari nabi Yehezkiel. Ia memiliki sebuah penglihatan bahwa malaikat Tuhan membawanya ke pintu bait Suci. Ketika itu, ia melihat ada air yang mengalir keluar dari ambang pintu Bait Suci mengalir menuju ke Timur. Malaikat Tuhan menjelaskan kepada nabi bahwa sungai itu mengalir menuju ke laut mati. Tentu saja cukup jauh dari Yerusalem menuju ke laut mati. Air sungai itu ternyata memberi kehidupan kepada ikan, dan tumbuh-tumbuhan. Setiap pohon tidak pernah layu, selalu memberi buah sepanjang tahun dan daunnya sendiri dipakai sebagai obat.

Penglihatan Yehezkiel dalam bacaan pertama menunjukkan bagaimana Tuhan Allah menunjukkan kuasa-Nya dengan menganugerahkan aneka rahmat kepada segala ciptaan-Nya. Air yang mengalir dari dalam Bait Suci adalah Roh Allah sendiri yang menguduskan segala ciptaan. Roh Allah yang memberikan buah-buah rahmat kepada semua orang yang percaya kepada Tuhan. Mereka semua hidup dari kasih karunia atau rahmat Tuhan dan juga kesehatan lahir dan batinnya. Yehezkiel melihat bahwa ke mana saja air itu mengalir, semua yang ada di sana hidup. Semua orang yang menerima Roh Tuhan akan hidup. Rumah Tuhan adalah sumber rahmat bagi semua orang.

St. Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan jemaat di Korintus bahwa mereka adalah ladang Allah dan bangunan-Nya. Paulus sebagai rasul adalah ahli bangunan yang cakap bagi Gereja di Korintus. Dia telah meletakkan dasar dan orang lain akan melanjutkannya dengan membangun terus di atasnya. Selanjutnya, Paulus mengatakan bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya dasar bagi Gereja. Para rasul dengan kuasa Roh Kudus akan melanjutkan dan menyempurnakan Gereja. Ia juga membuka pikiran orang-orang di Korintus bahwa mereka juga menjadi tempat tinggal Roh Kudus. Paulus berkata: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1Kor 3:16). Konsekuensinya adalah: “Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.” (1Kor 3:17). Apakah kita secara pribadi pernah berbangga sebagai Bait Allah atau sebagai tempat tinggal Roh Kudus?

Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus mengajarkan orang-orang pada zaman-Nya untuk menguduskan rumah Tuhan, terutama cara pandang mereka terhadap Yesus sebagai Bait Allah yang sebenarnya. Pada waktu, Tuhan Yesus berada di Yerusalem, Ia melihat orang-orang menjadikan Bait Allah sebagai pasar, untuk menjual lembu, kambing, domba, merpati dan sebagai tempat tukar uang. Yesus memarahi mereka semua dan mengusir mereka dari dalam Bait Allah. Yesus berhasil mengusir orang-orang dari dalam Bait Allah tetapi hal ini membangkitkan pertanyaan besar tentang jati diri Yesus. Lebih lagi ketika Yesus menegaskan bahwa Bait Allah adalah rumah Bapa-Nya. Orang-orang Yahudi meminta bukti bahwa Ia memang memiliki hak atas Bait Suci di Yerusalem. Ia membawa mereka untuk mengerti bahwa Bait Allah yang sebenarnya adalah Tubuh-Nya sendiri. Dialah yang akan wafat dan bangkit pada hari ketiga untuk menyelamatkan semua orang.

Kita merayakan Pesta Basilika St. Yohanes Lateran. Pesan-pesan terbaik yang Tuhan sampaikan kepada kita adalah, pertama, Rumah Tuhan adalah tempat kudus dan dari sinilah mengalir segala rahmat yang menyehatkan dan menghidupkan. Di Rumah Tuhan kita mendengar Sabda dan menerima Tubuh dan Darah Yesus dari Ekaristi kudus yang kita rayakan bersama. Sebab itu, tugas kita adalah supaya jangan mencemarkan rumah Tuhan. Hindarilah bermain gadget di dalam Gereja, menceritakan kehidupan orang lain dan marah saat berada di dalam Gereja. Cobalah anda mematikan gadget anda dan berkonsentrasi pada perayaan yang sedang dirayakan. Kedua, Kita sadar diri bahwa tubuh kita adalah Bait Allah. Ini berarti kita menghargai tubuh kita. Tubuh kita bukan ‘barang murahan’ bukan hanya untuk ‘dinikmati’ lalu dibuang. Kita harus menghormati nilai hidup, nilai tubuh sesama kita. Tubuh sesama bukan untuk ‘dinikmati’ saja tetapi dihargai seperti kita menghargai tubuh kita. Ketiga, Rumah Tuhan adalah Yesus sendiri yang berkurban untuk menyelamatkan kita. Ia menguduskan Bait Suci, Ia menguduskan Tubuh kita dalam Paskah-Nya. Apakah anda menghargai tubuh anda dan tubuh saudari dan saudara, juga pasangan hidupmu?

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply