Homili 16 November 2018

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XXXII
2Yoh. 4-9
Mzm. 119:1,2,10,11,17,18
Luk. 17:26-37

Kasih yang menyelamatkan

Saya pernah melewati sebuah Gereja Paroki, dan sempat melihat sebuah spanduk tentang Kebangunan Rohani Katolik (KRK) yang akan dipimpin oleh seorang Romo kenamaan di seluruh negeri. Tema dari Kebangunan Rohani Katolik adalah ‘Kasih yang menyelamatkan’. Saya merenungkan tema sederhana ini dalam perjalanan selanjutnya menuju ke komunitasku. Kasih yang menyelamatkan membantu saya untuk merenung tentang jati diri Allah sebagai kasih. St. Yohanes mengatakan Allah adalah kasih (1Yoh 4:8.16). Dalam Injil Tuhan Yesus berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3:16-17). Allah adalah kasih maka Ia mengasihi dunia dengan kasih yang begitu besar. Kasih yang begitu besar hanya ditemukan di dalam diri Yesus Kristus, Anak Tunggal Bapa. Pemikiran ini lalu membawa saya kepada rasa syukur yang tinggi akan kasih Allah kepadaku dan kepada semua orang yang berkenan kepada-Nya.

Pada hari ini kita mendengar bacaan pertama dari Tulisan St. Yohanes. Ia merasa bersukacita dan membagikan sukacitanya kepada Ibu yang terpilih dan anak-anaknya supaya mereka tetap berada dalam ajaran Kristus. Siapakah ibu yang dimaksudkan Yohanes? Banyak orang langsung berpikir tentang Bunda Maria karena Yesus menyerahkannya kepada Yohanes. Namun ibu dalam pikiran Yohanes adalah Gereja sebagai sebuah komunitas. Yohanes bersukacita karena separuh dari Gereja yakni umat Allah, hidup dalam kebenaran sesuai dengan perintah yang diterima dari Bapa. Hidup dalam kebenaran ternyata belumlah cukup. Yohanes mengingatkan satu kiat yang sangat penting yakni kasih. Ini tentu bukan sebagai perintah baru, tetapi bahwa saling mengasihi adalah tanda bahwa kita sungguh-sungguh manusia. Tanda kasih dalam pikiran Yohanes adalah supaya Gereja sebagai umat Allah hidup yang menurut perintah-perintah Tuhan, dalam hal ini perintah kasih. Yohanes mengharapkan supaya kita harus hidup dalam kasih Tuhan.

Mengapa kita harus hidup dalam kasih? Kita hidup dalam kasih karena kita mengalami sendiri jaminan keselamatan dari Tuhan yang adalah kasih. Kita hidup dalam kasih supaya si jahat yaitu iblis tidak mudah menggoda dan menguasai diri kita. Banyak orang akan mucul sebagai nabi-nabi palsu atau pura-pura menjadi nabi palsu untuk menyesatkan orang lain. Mereka membuat propaganda untuk menyesatkan orang. Mereka ini layak disebut sebagai antikristus. Yohanes mengharapkan agar kita waspada supaya jangan kehilangan rahmat Tuhan. Kita harus tetap berusaha supaya tetap tinggal bersama Yesus. Keluar dari Yesus, kita tidak dapat berbuat apa-apa sebab Dia adalah pokok anggur dan kita ranting-rantingnya. Terlepas dari Yesus, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Yohanes mengatakan bahwa setiap orang yang tidak setia pada ajaran Kristus, tetapi menyimpang daripadanya, dia tidak memiliki Allah. Orang yang setia kepada ajaran ini ini, ia memiliki Bapa maupun Putera. Semua ini karena kasih. Kasih yang menyelamatkan kita semua merupakan kekuatan untuk membaharui komitmen kita di dunia ini untuk memperjuangkan kasih dan kebenaran.

Kasih yang menyelamatkan membawa kita kepada pemikiran tentang akhir zaman. Pada waktu itu Yesus mengatakan kepada para murid-Nya tentang situasi yang konkret manusia zaman dahulu kala, seperti pada zaman Nuh. Ketika itu mereka hidup biasa-biasa saja, aktivitas mereka adalah makan, minum, kawin dan dikawinkan. Tuhan meminta Nuh untuk membuat bahtera dan keselamatan ada padanya dan anggota keluarga yang murni hatinya sesuai rencana Tuhan, sedangkan orang yang lain lenyap bersama air bah. Pada zaman Lot, orang-orang juga makan dan minum, membeli dan menjual, menanam dan membangun hingga ia meninggalkan Sodom karena Tuhan akan memurnikan kota itu dari kaum pendosa. Hujan api dan belerang diturunkan dari langit untuk memurnikan dunia ini. Kisah air bah dalam zaman Nuh dan kisah hujan belerang pada zaman Lot akan identik dengan masa kedatangan anak Manusia kelak. Ia akan menyatakan diri-Nya dan mengadili orang yang hidup dan mati.

Apa yang terjadi sebenarnya? Yesus menghimbau supaya orang-orang yang berada di atas atap rumah hendaknya tidak turun untuk mengambil barang-barangnya di dalam rumah. Orang-orang yang berada di kebun dilarang pulang ke rumahnya. Kalau ada dua orang di atas ranjang maka satunya akan dibawa dan yang satunya ditinggalkan. Kalau ada dua orang wanita yang sedang mengilang maka yang satu akan dibawa sedang lainnya ditinggalkan. Mungkin kita bingung denan pernyataan-pernyataan ini. Orang boleh tinggal bersama-sama namun kualitas kasih sangat terbatas sehingga tidak saling mengasihi sampai tuntas. Mereka boleh bekerja bersama tetapi ada yang imannya sudah mapan dan ada yang masih plin plan. Kedua wanita boleh bekerja bersama di tempat pengilangan namun satunya percaya dan lainnya tidak percaya. Orang baik, orang beriman biasanya dipanggil Tuhan lebih cepat dibandingkan dengan orang jahat. Mungkin Tuhan menghendaki supaya orang jahat memiliki waktu untuk memperbaikinya.

Apakah ada kasih yang menyelamatkanmu? Ya, kasih yang menyelamatkan itu hanya ada di dalam Yesus. Seorang gembala yang memimpin Kebangunan Rohani Katolik (KRK) hanya dapat meneruskan kasih dan kuasa Allah kepada sesama manusia, selebihnya dia juga tidak berdaya di hadapan Tuhan. Kasih yang menyelamatkan mengalahkan dunia dan semua tawarannya, sehingga kita sungguh-sungguh menjadi pribadi yang murah hati, panjang sabar dan hidup dalam rahmat Tuhan.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply