Homili 7 Desember 2018

Hari Jumat Pekan I Advent
Peringatan Wajib St. Ambrosius
Yes. 29:17-24
Mzm. 27:1,4,13-14
Mat. 9:27-31

Harapan untuk melihat

Saya pernah berbicara dengan seorang buta. Ia sangat baik dan memiliki keahlian memijat. Ia bahkan pernah dipilih sebagai koordinator kelompok pijat, yang membantu dengan sukarela umat di paroki yang membutuhkannya pada hari Minggu. Ia selalu datang pertama, sambil menunggu rekan-rekan yang lain. Pada suatu kesempatan ia mengatakan kepada saya: “Romo, banyak orang selalu merendahkan kami karena menyandang cacat tubuh yaitu mata kami buta. Kami sendiri berusaha untuk menerima diri sebagai orang buta. Lama kelamaan kami juga sadar bahwa meskipun mata kami buta namun kami tetap bahagia karena tidak merasa kecewa memiliki bagian tubuh kami yang tidak sempurna. Kami merasa bahagia dan menerima diri kami apa adanya. Kami tidak menuntut sesuatu yang lebih seperti gaun dengan warna yang memikat dan make up yang bagus. Kami adalah kami yang kalian lihat. Seandainya kalian adalah kami mungkin dunia ini memiliki cerita yang berbeda.” Wah rasanya curhat beliau ini luar biasa. Saya mengangguk-angguk sambil berefleksi. Banyak kali orang-orang buta itu tidak di hargai. Mereka ditertawakan, mengalami bully dan lain sebagainya. Mungkin anda dan saya adalah salah satu yang pernah membully saudari dan saudara yang buta.

Kita perlu belajar untuk merasa malu sebagai orang yang megikuti Tuhan Yesus. Sebab Tuhan Yesus adalah sahabat orang-orang buta. Mengapa Yesus adalah sahabat orang-orang buta? Yesus adalah alasan utama yang membawa terang untuk menerangi kegelapan dunia. Dia adalah terang dunia, tidak ada yang lain. Mungkin saja dunia tidak mengenal Yesus karena dunia dikuasai oleh kegelapan. Di pihak manusia, mereka yang buta mendekatan diri kepada Yesus sebab mereka melihat-Nya dengan hati bukan dengan mata fisik. Hati yang penuh cinta kepada-Nya sebab Dia adalah terang dunia. Dia menerangi hidup manusia, mengubah hidup lama menjadi baru.

Kita mendengar kisah dua orang buta tanpa nama memiliki harapan untuk mengikuti Yesus. Kedua orang ini tidak merasa malu ketika berada di dekat Yesus. Mereka memiliki harapan yang besar bahwa Tuhan akan menyembuhkan mereka. Sebab itu mereka berseru-seru: “Kasihanilah kami, hai Anak Daud.” (Mat 9:27). Seruan mereka berdua adalah doa sekaligus harapan untuk mendapatkan belas kasih dari Yesus, Anak Daud. Mereka sangat familiar dan mengakui kemanusiaan Yesus sebagai Anak Daud. Kedua orang buta juga tidak merasa malu dengan orang lain, sehingga mereka masuk ke dalam rumah bersama Yesus.

Reaksi Yesus ini sangat penting. Ia tidak menolak mereka sekalipun Ia sangat sibuk. Ia tidak menganggap mereka tidak sempurna karena cacat. Ia justru menanyakan iman dan kepercayaan mereka. Ia bertanya: “Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?” (Mat 9:28). Kedua orang buta ini menyatakan iman dan kepercayaannya kepada Yesus. Dan iman kepada Yesus sungguh menyelamatkan mereka. Iman kepada Yesus mengubah segala sesuatu, dari tidak melihat menjadi melihat. Mereka mulanya melihat Yesus dengan hati, kini melihat Yesus dengan mata dan membuktikan bahwa mereka percaya kepada Yesus sebagai terang dunia. Meskipun Tuhan Yesus melarang merak untuk memberi kesaksian, namun karena cinta kasih yang begitu mendalam kepada Yesus maka mereka memasyhurkan nama Yesus.

Kedua orang buta dalam Injil hari ini tidak memiliki nama. Maka bolehlah dikatakan bahwa kedua orang buta adalah anda dan saya. Kita memiliki mata namun tidak melihat. Kita masih sulit untuk mengasihi seperti Yesus sendiri mengasihi kita. Sebab itu kita butuh inisiatif dan harapan untuk mendekatkan diri kepada Yesus, mengimani dan mengasihi-Nya. Kita butuh Yesus untuk membuka mata kita supaya melihat kehadiran-Nya dalam setiap peristiwa kehidupan kita. Kita menjumpai Yesus dalam diri sesama yang menderita, yang berkebutuhan khusus, para penyandang disabilitas, kaum papa dan miskin. Siapa yang masih memiliki kepeduliaan dengan orang-orang buta zaman now? Buta mata, buta hati, buta pikiran dan buta-buta yang lainnya.

Nabi Yesaya dalam bacaan pertama memberikan harapan besar kepada kita bahwa dunia ini akan memiliki tatanan baru. Misalnya Libanon akan berubah menjadi kebun buah-buahan, kebun subur selebat hutan. Tatanan baru bukan hanya berlaku bagi alam semesta tetapi juga dalam diri manusia. Yesaya memberi harapan pada manusia yang tuli akan mendengar sabda sebuah kitab, mata orang buta akan melihat, artinya matanya lepas dari kekelaman dan kegelapan. Hal lain yang menimbulkan harapan besar kepada Tuhan adalah orang-orang sengsara akan bersukaria dalam Tuhan, orang-orang miskin di antara manusia akan bersorak sorai dalam Tuhan. Kata-kata nabi Yesaya ini sangat menggugah hidup kita. Apapun diri kita, Tuhan tetap mengasihi kita. Ia menciptakan keteraturan dalam hidup kita.

Tatanan baru dalam hidup kita adalah sebuah harapan yang perlu dialami oleh setiap pribadi. Ini berarti semangat pembaharuan harus mulai dibangun dalam diri kita. Segala kejahatan berupa kesombongan, pencemohan, niat jahat dan lain sebagainya akan lenyap dengan sendirinya. Inilah titik pertobatan kita. Inilah jalan-jalan yang terbuka untuk mencapai kesempurnaan hidup dalam Tuhan. Ini adalah harapan besar untuk mengalami terang abadi dalam Tuhan. Pekan pertama Adven ini memberi makna penting dalam hidup kita yakni keterbukaan hati untuk melihat terang yang datang dari Tuhan.

PJ-SDB

 

Leave a Reply

Leave a Reply