Food For Thought: Mengampuni, melupakan

Mengampuni berarti melupakan

Permenungan saya pada hari ini adalah tentang bagaimana saya memiliki kemampuan untuk mengasihi dan mengampuni musuh. Rasanya memang sangat sulit, secara manusiawi, untuk mengasihi dan mengampuni musuh-musuh yang pernah singgah dalam hidup kita. Perkataan Tuhan Yesus ini membuat saya harus memohon pengampunan yang berlimpah: “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.” (Luk 6:27-28) Mengapa saya jujur untuk memohon ampun kepada Tuhan? Sebab semua yang Tuhan Yesus katakan ini masih sangat sulit untuk saya realisasikan. Masih di luar jangkauan hidup pribadi saya. Mengasihi musuh…berbuat baik…meminta berkat… dan mendoakan. Saya sudah pernah melakukannya hanya belum sampai ke titik yang maksimum. Saya masih terus berusaha dan tetap memohon bantuan Tuhan.

Ada tiga tokoh yang mengubah hidup saya untuk menjadi lebih baik lagi dari hidupku yang lama:

Pertama Tuhan Yesus Kristus. Dia tidak bersalah. Manusialah yang bersalah namun Yesus yang disalibkan, hingga wafat dan bangkit. Dalam suasana menderita di atas kayu salib, Ia masih berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34). Yesus mengajar kita bukan hanya mengampuni musuh-musuh tetapi mengasihi mereka tanpa batas. Hidup kristiani memang harus demikian. Hidup kristiani yang berkualitas bukan minimalis dan ikut-ikutan menjadi Kristen.

Kedua, St. Yohanes Paulus II. Pada tanggal 13 Mei 1981, Mehmet Ali Agca, menembak Paus Yohanes Paulus II di lapangan St. Petrus, Vatican. Peluru bersarang dalam tubuh Paus Yohanes Paulus II, dan beliau harus menjalani operasi selama beberapa jam. Setelah pulih, Paus Yohanes Paulus II mencari penjara di mana terdapat Mehmet Ali Agca. Ia berbicara empat mata, sambil memeluk Mahmet dan berkata: “Aku memaafkanmu, Sahabat. Aku mengampunimu.” Musuh tetapi disapa sahabat. Ucapan ini mengubah hidup Mahmet yang berpikir bahwa Yohanes Paulus II adalah lambang kaptalisme. Mengampuni berarti melupakan. Apakah kita dapat menjadi serupa dengan St. Yohanes Paulus II?

Ketiga, Nelson Mandela. Beliau adalah seorang pejuang yang sebelumnya sangat frontal. Namun ia menyadari bahwa menjadi pribadi yang frontal tidak membuahkan hasil apapun. Ia sempat dipenjara selama 27 tahun. Ketika keluar dari penjara dan menjadi presiden, ia meminta ajudannya untuk mencari sipir yang pernah menganiayanya. Sipir itu menghadapnya. Mandela berkata: “Hal pertama yang kulakukan ketika menjadi Presiden adalah memaafkanmu. Saya melakukan ini karena Tuhan yang saya Imani mengajarkanku untuk melakukannya kepadamu.” Mandela memang berhati mulia. Mengampuni berarti melupakan!

Saya mengakhiri peremenungan pribadi ini dengan mengutip Paul Boose. Ia pernah berkata: “Memaafkan memang tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi di masa lalu, namun akan melapangkan jalan kita ke masa depan.” Mari kita berusaha untuk hidup serupa dengan Tuhan sendiri. Benar kata Tuhan Yesus: “Ampunilah dan kamu akan diampuni.” (Luk 6:37).

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply