Food For Thought: Bahagia sebagai sahabat Mempelai

Bahagia sebagai sahabat mempelai

Saya sudah memberkati banyak pasangan suami dan istri selama tahun-tahun menjalani hidup dan pelayanan sebagai seorang gembala dan imam. Setiap kali memberkati pernikahan saya memperhatikan wajah kedua mempelai, dengan aura kebahagiaan yang luar biasa. Polesan-polesan make up membuat perubahan pada wajah menjadi lebih ceriah dan bahagia. Ada mempelai yang harus berdiet biar penampilan fisiknya lebih bagus di hari pernikahan. Tentu saja hakekat perkawinan bukan soal baik tidaknya fisik saja, artinya penampilan fisiknya oke sepanjang zaman. Hakekat perkawinan adalah supaya suami dan istri menjadi bahagia selamanya. Suami dan istri itu menjadi sahabat yang terbaik selamanya, sebab mereka bukan lagi dua melainkan satu daging saja.

Pada hari ini saya tertarik dengan sebuah pertanyaan dari para murid Yohanes Pembaptis kepada Yesus dalam Injil Matius tentang puasa. “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” (Mat 9:14). Pertanyaan ini sifatnya sangat legal. Orang harus patuh pada hukum dan kebiasaan yang berlaku saat itu. Tidak menjalani hukum dan kebiasaan Yahudi berarti melawan dan itu dapat dianggap sebagai musuh. Tuhan Yesus menjadi sosok yang sedang diamati dan diikuti. Maka setiap kegiatan-Nya pasti menjadi kosumsi publik. Tidak ada media sosial saja Yesus begitu dikagumi. Bayangkan kalau saat itu sudah ada media sosial.

Reaksi Yesus sangat luar biasa. Ia membuka pikiran mereka untuk mengerti tentang makna puasa yang sebenarnya. Inilah perkataan Yesus kepad para murid Yohanes Pembaptis: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” (Mat 9:15). Yesus adalah mempelai sejati. Kehadiran-Nya membawa kebahagiaan bagi semua orang sebagai sahabat-sahabat-Nya. Dialah sang mempelai yang menyadarkan para suami dan istri dan orang yang belum menikah untuk selalu bahagia. Para murid-Nya sendiri adalah sahabat Yesus dan mempelai. Mereka berbahagia karena tinggal bersama dengan-Nya. Maka soal puasa itu akan direfleksikan lagi di kesempatan lain, terutama ketika Ia memasuki misteri paskah-Nya. Itulah saat mereka berpuasa yang tepat. Saat mereka ikut mengalami penderitaan Yesus Kristus.

Para sahabat sang Mempelai pasti masih ingat perkataan Yesus tentang puasa di atas bukit Sabda Bahagia: “Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya.” (Mat 6:16-18). Ingat pesan Yesus ini: “Kamu adalah sahabat-Ku” (Yoh 15:14). Hari ini Ia menguakan kita dengan mengatakan bahwa kita adalah sahabat dari diri-Nya sebagai mempelai. Betapa bahagianya hati kita sebagai sahabat sang Mempelai.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply