Homili 11 Maret 2019

Hari Senin, Pekan Prapaskah I
Im. 19:1-2,11-18
Mzm. 19:8,9,10,15
Mat. 25:31-46.

Jangan takut menjadi kudus

Banyak orang berpikir bahwa kekudusan itu kiranya serupa dengan DNA (Deoxyribonucleic acid) bagi orang-orang beragama, khususnya para pemuka agama, dan mereka yang siang dan malam berada di hadirat Tuhan dalam doa dan ucapan syukur. Ada orang tertentu yang suka mengklaim dirinya sebagai orang kudus dan menganggap yang lainnya bukanlah orang kudus atau sekurang-kurangnya orang yang sedang mengikuti jalan kekudusan. Apakah semua klaim sepihak ini benar adanya?

Mungkin saja di mata manusia, klaim itu diakui saja. Orang bisa saja menilai seseorang dari apa yang dia lihat dan dengar. Namun anggapan ini tentu akan berbeda dengan kenyataan di dalam diri pribadi orang yang dianggap kudus di mata manusia itu. Orang-orang kudus itu memiliki masa lalu yang belum tentu lebih baik dan lebih kudus. Orang-orang berdosa memiliki masa depan yang belum tentu lebih buruk. Saya mengingat St. Theresa dari Kalkuta. Beliau pernah berkata: “Beberapa orang kudus menggambarkan diri mereka sebagai penjahat yang mengerikan karena mereka melihat Tuhan, mereka melihat diri mereka sendiri dan dari situ mereka menemukan letak perbedaannya.”

Lalu?

Tuhan Allah yang kita Imani adalah kudus adanya. Sebab itu Ia berkata: “Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus.” (Im 19:2). Tuhan Allah yang Mahakudus menghendaki kita supaya menjadi orang kudus. Sebab itu St. Yohanes Paulus II selalu mengulangi perkataan ini kepada kaum muda: “Jangan takut menjadi kudus!” Banyak orang masih takut menjadi kudus tetapi ada jalan yang dapat membantu untuk menjadi kudus, misalnya mengikuti perintah-perintah Tuhan dan melakukan perbuatan kasih kepada sesama manusia. Kita melakukan semuanya ini dengan iman dan cinta kasih yang besar.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply