Bersama Maria, Hari kedua puluh

Stella Maris

Banyak di antara kita mendengar sebuah gelar dari Bunda Maria sebagai Bintang Samudra atau Stella Maris. Gelar ini diberikan kepada Bunda Maria selaku Bunda Yesus Kristus sejak abad kesembilan. Mengapa Bunda Maria mendapat gelar Bintang Samudra? Salah satu alasan utamanya adalah Gereja selalu melihat peran penting Maria sebagai Bunda Gereja yang membimbing dan melindungi perjalanan Gereja menuju kepada Yesus Puteranya. Perjalanan Gereja dimaksudkan bagi para pelaut dan juga para misionaris yang melakukan perjalanan laut untuk mewartakan Injil. Banyak Gereja dan komunitas biara di pinggir pantai memiliki nama pelindung Stella Maris atau Bintang Samudra.

Gelar Bintang Samudra ini juga merujuk pada peran Bunda Maria sebagai tanda dan pembawa harapan bagi Gereja. Kita tahu bahwa Gereja perdana bukan hanya memiliki anggota dari keturunan bangsa Yahudi. Ada juga orang-orang bukan Yahudi seperti orang Yunani dan Romawi yang dianggap kafir di antar atau dituntun sang Bunda kepada Yesus Puteranya. Orang-orang bukan Yahudi secara metaforis disebut laut Israel, artinya orang-orang di luar ‘pantai’ atau di luar batas wilayah Israel. Orang Yahudi menganggap tak ada keselamatan bagi mereka, tetapi bukan demikian bagi Bunda Maria untuk mengantar dan membimbing mereka kepada Yesus. Benar-benar ‘Ad Iesum per Mariam’.

Ada sekelumit sejarah Maria bergelar Stella Maris seperti ini. Gelar Stella Maris pertama kali diterapkan kepada Santa Perawan Maria dalam sebuah naskah terjemahan berbahasa Latin karya Santu Hironimus tentang Onomasticon atau pesta nama oleh sejarahwan Eusebius dari Kaisarea. Namun demikian ada pendapat para ahli sejarah bawa ada kekeliruan dalam transkripsi. Nama Maria dalam Bahasa Ibrani Miryam (מרים) mengalami transformasi dari bahasa Yahudi ke Bahasa Aram menjadi Maryam. Mariam diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani menjadi Mariam (Μαριάμ). Eusebius menafsirkan Maryam sebagai mar-yam (מר-ים) “setetes air laut”, karena מר mar, berarti “tetesan” dan ים yam “laut” atau “Samudra”. Dalam Bahasa Mesir Kuno, nama Maria berarti seorang yang mampu mengasihi. Maka berdasarkan pemahaman santu Hironimus, nama Maria berarti pribadi yang memiliki cinta yang luas dan dalam laksana Samudra raya. Maka wajarlah kalau Maria disebut sebagai Stella Maris.

Pada abad kesembilan, Paschasius Radbertus menulis tentang Maria,’ Bintang Samudra’, sebagai panduan untuk berjalan bersama Kristus. Alasan utamanya adalah jangan sampai kita terbalik di tengah gelombang laut yang dilemparkan badai. Lagu “Ave Maris Stella” (“Hail, Star of the Sea”), menjadi semakin popular pada masa Radbertus. Ini juga menjadi awal Bunda Maria bergelar Stella Maris.

Selanjutnya pada abad keduabelas Santo Bernardus dari Clairvaux menulis: “Jika angin pencobaan muncul; jika anda didorong di atas batu kesengsaraan, pandanglah bintang itu, panggillah Maria; Jika anda dilemparkan ke atas gelombang kesombongan, ambisi, kecemburuan, persaingan, lihat bintang, panggil Maria. Jika marah, atau serakah, atau keinginan daging dengan kejam menyerang pembuluh lemah jiwamu, lihat bintang itu, panggillah Maria.” Namun ungkapan yang lebih jelas berasal dari tulisan St. Antonius dari Padua tentang Maria sebagai Bintang Samudra. Paus Pius XII dalam ensikliknya, Doctor Mellifluus, kembali mengutip St. Bernard dari Clairvaux yang mengatakan bahwa Maria dimaknai sebagai ‘Bintang Samudra’. Hal ini memang mengagumkan dan layak bagi Bunda Perawan sebab sinar tidak mengurangi kecerahan bintang, demikian pula Anak yang lahir dari dirinya tidak menodai keindahan keperawanan Maria.”
Bunda Maria tetaplah menjadi Stella Maris bagi anda dan saya. Dia membimbing dan menuntun perjalanan hidup kita menuju kepada Yesus Puteranya. Ini adalah harapan dan cita-cita kita.

Ave Maria!

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply