Homili Hari Raya Pentakosta/C – 2019

HARI RAYA PENTAKOSTA
Kis. 2:1-11
Mzm. 104:1ab,24ac,29bc-30,31,34
Rm. 8:8-17
Yoh. 14:15-16,23b-26.

Berikanlah ruang bagi Roh Kudus

Pada hari ini kita merayakan Hari Raya Pentakosta. Apa yang melintas dalam pikiran kita pada Hari Raya Pentakosta ini? Ada beberapa hal penting, misalnya, Pertama, tanda bahwa kita sudah merayakan Hari Raya Paskah lima puluh hari yang lalu dan hari ini merupakan hari terakhir lingkaran paskah dalam liturgi Gereja Katolik. Kedua, setelah mengikuti Novena Pentakosta, kita semua bertekad untuk mengikuti dan menyerupai teladan Bunda Maria sang mempelai Roh Kudus yang berkumpul bersama para Rasul untuk menantikan turunnya Roh Kudus. Ketiga, kita mengenang hari lahirnya Gereja Katolik, semua orang di Yerusalem dengan budaya dan bahasa yang berbeda menjadi satu karena kuasa Roh Kudus. Maka layaklah kita mengatakan Selamat Ulang Tahun Gereja Katolik. Pentakosta bermakna bagi kita karena kasih. St. Paulus dengan tepat mengatakan: “Cinta kasih Allah dicurahkan ke dalam hati kita berkat Roh Kudus-Nya yang tinggal di dalam diri kita” (Rm 5:5; 8:1).

Saya mengingat Paus Fransiskus. Pada tanggal 30 April di Domus Sanctae Marthae, kota merayakan misa hariannya dan sempat memberikan sebuah homili yang sangat inspiratif tentang Roh Kudus. Paus Fransiskus mengatakan: “Hanya dengan bimbingan Roh Kudus orang dapat bangkit dari keterbatasan, dari kematian.” Saya merasa tersentuh dengan perkataan ini. Mengapa? Sebab dalam hidup pribadi dan dalam pengalaman pastoralku, saya menemukan betapa banyak orang katolik yang belum berani menerima keterbatasan hidup dan juga kematian orang-orang yang dikasihi dalam hidupnya. Mereka menjauh dari Gereja dan merasa bahwa Tuhan adalah musuhnya. Saya merasa sadar bahwa orang dapat bersikap demikian karena mungkin belum menyadari kehadiran Roh Kudus yang diterimanya sejak saat dibaptis dan juga melalui sakramen-sakramen yang lain.

Pada kesempatan yang sama, Paus Fransiskus juga mengatakan: “Kehidupan dari seseorang yang menyebut dirinya Kristen, yang tidak memberikan ruang bagi Roh dan tidak mengizinkan Roh untuk menuntunnya, adalah kehidupan seorang kafir, yang berpakaian seperti seorang Kristen. Roh adalah protagonis dalam kehidupan Kristen. Dia adalah Roh Kudus yang ada di dalam kita, yang menyertai kita, yang mengubah kita dan menang di dalam kita. Maka mari kita memohon kepada Tuhan untuk terus mengingatkan kita bahwa kita tidak bisa menjadi orang Kristen tanpa berjalan dengan Roh Kudus, tanpa bertindak dengan Roh Kudus, tanpa membiarkan Roh Kudus menjadi protagonis dalam hidup kita.” Sekali lagi kata-kata gembala kita Bapa Paus Fransiskus ini memang sederhana namun memiliki daya transformatif yang luar biasa. Pikirkanlah hidup kita setiap hari, mungkin lalai memberi ruang bagi Roh Kudus dan membiarkan Roh Kudus untuk menuntun hidup ini. Roh Kudus haruslah menjadi tokoh utama, protagonist dalam hidup orang Katolik.

Roh Kudus harus benar-benar menjadi Protagonis di dalam hidup kita. Gereja sejak lahirnya pada Hari Raya Pentakosta sudah menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah protagonist yang menguatkan. Dalam situasi apa saja tetap tahan banting karena Roh Kudus. Roh Kudus menjadi protagonis dalam setiap sakramen di dalam Gereja Katolik. Pikirkanlah dalam sakramen Pembaptisan, kita di menerima Roh Kudus untuk pertama kalinya. Sakramen-sakramen yang lain selalu menunjukkan tokoh utamanya yaitu Roh Kudus. St. Lukas melukiskan dengan jelas kehadiran Roh Kudus sebagai protagonist di dalam Gereja perdana. Pada hari Pentakosta semua orang yang percaya kepada Yesus dari Nazaret berkumpul sebagai satu komunitas. Roh Kudus dilukiskan turun dari langit dengan fenomena-fenomena alam seperti: tiupan angin keras, lidah-lidah seperti nyala api bertebaran dan hinggap di kepala mereka. Mereka mampu berbicara dalam bahasa lain yang dapat dimengerti. Padahal para rasul berasal dari Galilea namun orang-orang dari bangsa lain dapat mengerti semua perkataan mereka.

Inilah ungkapan bernada keheranan karena kuasa Roh Kudus: “Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita: kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma, baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.” (Kis 2: 8-11). Roh Kudus mampu menghancurkan pemisah antar manusia dengan mempersatukan mereka dalam bahasa yang dapat dimengerti. Roh Kudus menjadi protagonist karena sejak lahirnya Gereja, tetap ada usaha untuk mewartakan Injil dalam aneka bahasa baru di kalangan umat manusia.

St. Paulus dalam bacaan kedua membuka wawasan kita untuk menjadikan Roh Kudus sebagai protagonist kehidupan kita. Ia mengatakan bahwa semua orang yang dipimpin oleh Roh Allah adalah anak Allah. Lebih jelas Paulus mengatakan: “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” (Rm 8:17). Pemahaman kita semakin terbuka bahwa Roh Kudus yang satu dan sama tetap menghidupkan dan menghidupi Gereja. Kita menjadi anak sekaligus menjadi ahli waris keselamatan.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil juga menegaskan bahwa Roh Kudus haruslah menjadi sosok protagonis dalam hidup kita. Mengapa? Karena hanya Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu bagi kita. Roh Kudus adalah Penolong yang diminta Yesus sang Putra dari Bapa. Ia menyertai kita selama-lamanya. Yesus berkata: “Roh Kudus merupakan Penghibur akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.” (Yoh 14:26).

Pada hari ini kita semua dibaharui dalam Roh. Kita menerima buah-buah Roh untuk hidup kita dan hidup sesama: “Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Gal 5:22-23). Buah yang kita terima kita bagikan dengan hidup kita yang nyata. Kita mengikuti Bunda Maria sang mempelai Roh Kudus. Paus Fransiskus dalam sebuah katekese tentang Roh Kudus pada tanggal 26 Mei 2019 yang lalu, mengatakan: “Semoga dia (Maria), yang dengan iman yang rendah hati dan berani bekerja sama sepenuhnya dengan Roh Kudus dalam Inkarnasi Anak Allah, dapat membantu kita untuk membiarkan diri kita diperintahkan dan dibimbing oleh Paraclete, sehingga kita dapat menerima Firman Tuhan dan menanggung menyaksikannya dengan hidup kita.”

Mari kita membuka diri keada Roh Kudus untuk mengajari dan mengingatkan kita akan Kristus Tuhan kita. Kita berani berdoa: “Veni, creator Spiritus mentes tuorum visita, imple superna gratia quae tu creasti pectora.” Adakah ruang dalam hidupmu bagi Roh Kudus?

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply