Homili Hari Raya Tritunggal Mahakudus/C – 2019

HARI RAYA TRITUNGGAL MAHAKUDUS
Ams. 8:22-31
Mzm. 8:4-5,6-7,8-9
Rm. 5:1-5
Yoh. 16:12-15

Aku memuliakan Bapa, Putera dan Roh Kudus

Saya pernah merayakan misa syukur di sebuah lingkungan. Biasanya pengurus liturgi di lingkungan menyiapkan peralatan misa, termasuk buku-buku tertentu yang diletakkan di atas meja altar. Saya melihat ada buku Puji Syukur, dan langsung mengerti bahwa semua nyanyian misa akan diambil dari buku Puji Syukur. Saya menemukan sebuah pembatas buku dengan lukisan popular tentang Tritunggal Mahakudus: ada seorang yang sudah lanjut usia berambut panjang serta berjanggut panjang duduk di sebuah takhta yang megah sambil memegang sebuah tongkat, ada seorang pria berusia muda berambut gondrong duduk di sebelah kanan orang tua itu sambil memegang sebuah salib besar dari kayu, dan di antara kepala mereka terdapat gambar burung merpati yang seolah memancarkan cahaya. Pada bagian bawah lukisan ini terdapat tulisn berbunyi: “Aku memuliakan Bapa, Putera dan Roh Kudus”. Saya langsung mengingat lukisan ini di gereja-gereja tertentu di Eropa yang menggambarkan tentang Tritunggal Mahakudus: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Lukisan-lukisan ini bermanfaat untuk membantu imaginasi kita tentang sebuah rahasia iman kita.

Tritunggal Mahakudus adalah rahasia iman kita. Akal budi kita tidak mampu menjelaskan rahasia yang agung ini. Maka kalau saja akal budi kita mampu menjelaskan-Nya secara detail dan terang benderang maka Dia tentu bukan Allah lagi sebab Allah yang benar tidak mampu dijelaskan oleh akal budi kita. Dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK, 253), dikatakan begini: “Tritunggal adalah satu. Kita tidak mengakui tiga Allah, tetapi satu Allah dalam tiga Pribadi: “Tritunggal yang sehakikat” (Konsili Konstantinopel II 553: DS 421). Pribadi-pribadi ilahi tidak membagi-bagi ke-Allah-an yang satu itu di antara mereka, tetapi masing-masing dari mereka adalah Allah sepenuhnya dan seluruhnya: “Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa. Bapa dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah menurut kodrat” (Sinode Toledo XI 675: DS 530). “Tiap-tiap dari ketiga Pribadi itu merupakan kenyataan itu, yakni substansi, hakikat, atau kodrat ilahi” (K. Lateran IV 1215: DS 804).

Pada teks lain dari Katekismus Gereja Katolik (KGK, 266) dikatakan: “Iman Katolik berarti bahwa kita menghormati Allah yang Esa dan Tritunggal dalam keesaan, dengan tidak mencampuradukkan Pribadi-Pribadi dan juga tidak memisahkan substansi-Nya: Karena Pribadi Bapa itu khas, Pribadi Putera itu khas, Pribadi Roh Kudus itu khas; tetapi Bapa, Putera, dan Roh Kudus memiliki ke-Allah-an yang Esa, ke muliaan yang sama, keagungan abadi yang sama ” (Simbolum “Quicumque”: DS 75). Kedua teks dari banyak teks lain di dalam Katekismus Gereja Katolik ini mengarahkan kita untuk mendapat pencerahan dari rahasia Agung Tuhan yang kita Imani di dalam Gereja Katolik. Artinya, kita mengimani Allah yang satu dengan tiga pribadi yang berbeda sejak saat kita dibaptis hingga saat ajal menjemput kita. Kubur sebagai perumahan masa depan pun tetap akan diberkati dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus.

Dalam doa Prefasi perayaan Hari Raya Tritunggal Mahakudus, dikatakan: “Kita menyatakan syukur kita, kepada Tuhan, Bapa yang kudus, Allah Yang Mahakuasa dan kekal: Bersama Putra Tunggal-Mu dan Roh Kudus, Engkau adalah Allah yang Esa, Tuhan Yang Satu: bukan esa di dalam pribadi yang tunggal, tetapi satu hakikat dalam Tritunggal… Dalam pengakuan iman akan Dikau, Allah Yang Mahabenar dan kekal, kami menyembah Allah Tritunggal, yang berbeda dalam pribadi, sama dalam hakikat dan setara dalam keagungan.” Lihatlah bahwa dalam doa prefasi ini saja kita mengalami kesulitan untuk menangkan ide tentang Allah Tritunggal yang Mahakudus. Kita akhirnya boleh mengatakan bahwa iman kepada Tuhan Allah Tritunggal membuka wawasan kita untuk tekun, setia dan bersatu dengan-Nya.

Dari mana kita mendengar sebutan Tritunggal Mahakudus ini? Ini merupakan sebuah pertanyaan yang selalu muncul di kalangan umat Katolik. Tritunggal Mahakudus ini adalah ajaran dari Tuhan Yesus sendiri. Para penginjil, misalnya dalan Injil-injil Sinoptik memberi kesaksian tentang peristiwa pembaptisan Tuhan Yesus di sungai Yordan seperti ini: “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” (Mat 3:16-17). Dari kesaksian Injil ini kita mendapat gambaran tentang Tritunggal Mahakudus yakni: Allah Bapa adalah sumber kasih yang mengasihi (Lover), Yesus adalah Allah Putera yang menerima kasih dan dikasihi (Beloved), dan Roh Kudus sebagai kasih itu sendiri (Love). Tentu saja gambaran seperti ini hanya membantu pemahaman manusia terutama dalam sebuah relasi tetapi tidak sesuai dengan semangat Kitab Suci. Alasannya adalah, orang dapat berpikir bahwa Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah tiga pribadi yang sama sekali berbeda dan tentu ini tidak sejalan dengan iman kita kepada Allah Tritunggal Yang Mahakudus.

Tuhan Yesus dalam Injil Yohanes yang kita dengar hari ini mengungkapkan diri-Nya sebagai satu adanya dengan Bapa dalam Roh Kudus. Ia mengatakan: “Segala sesuatu yang Bapa punya adalah kepunyaan-Ku. Roh akan memberitakan kepadamu apa yang Dia terima dari pada-Ku”. Kalimat-kalimat singkat ini menunjukan persekutuan yang erat Bapa, Putera dan Roh Kudus. Saya mengingat Katekismus Gereja Katolik (KGK, 267) mengajarkan: “Tidak terpisahkan dalam keberadaan mereka, Pribadi-pribadi ilahi itu juga tidak terpisahkan dalam apa yang mereka lakukan. Namun di dalam karya ilahi bersama itu, tiap Pribadi Tritunggal menampilkan kekhususan-Nya, terutama dalam pengutusan Ilahi, inkarnasi Putera dan pemberian Roh Kudus.”

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip doa St. Elisabeth dari Tritunggal ini: “O Allahku, Tritunggal, yang aku sembah, bantulah aku, melupakan diri sehabis-habisnya, supaya tertanam di dalam Engkau, tidak tergoyangkan dan tenteram, seakan-akan jiwaku sudah bermukim dalam keabadian. Semoga tak sesuatu pun dapat mengganggu kedamaianku, membujuk aku keluar dari Dikau, O Engkau yang tidak dapat berubah; semoga setiap saat Engkau membawa aku masuk lebih jauh ke dalam dasar rahasia-Mu. Puaskanlah jiwaku, bentuklah surga-Mu darinya, tempat tinggal-Mu yang terkasih dan tempat ketenangan-Mu. Aku tidak pernah akan membiarkan Engkau seorang diri di sana, tetapi aku akan hadir sepenuhnya, sepenuhnya sadar dalam iman, sepenuhnya penyembahan, sepenuhnya penyerahan kepada karya-Mu yang menciptakan”. Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus, seperti ada pada permulaan, sekarang dan sepanjang segala abad. Amin.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply