Homili 10 Juli 2019

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XIV
Kej. 41:55-57; 42:5-7a,17-24a
Mzm. 33:2-3,10-11,18-19
Mat. 10:1-7

Kelaparan melanda hidup kita

Apakah anda pernah merasa lapar? Ini adalah sebuah pertanyaan dari seorang remaja pada acara talk show tentang panggilan hidup bakti di sebuah Paroki. Ada kemungkinan anak remaja ini melihat Romonya gendut sehingga ia berani bertanya demikian. Namun saya pastikan bahwa rasa lapar itu dirasakan oleh semua orang. Pada saat ini terjadi perubahan iklim yang signifikan. Ada daerah tertentu yang mengalami kekeringan yang lama maka bahaya kelaparan selalu ada di depan mata mereka. Ada daerah tertentu yang gagal panen pada tahun yang lalu maka kemungkinan besar daerah tersebut juga akan mengalami kelaparan. Saya mengingat masa tempo doeloe di mana ada makanan yang namanya bulgur. Bulgur merupakan jenis makanan pokok yang mulai dikenal masyarakat Indnesia pada akhir era tahun 1960-an. Bulgur ini merupakan satu jenis makanan berasal dari biji gandum jenis Triticum yang ditumbuk kasar dan kemudian dikeringkan. Masyarakat saat itu mengalami bencana kelaparan, sehingga pemerintah berusaha menanganinya dengan cara mendatangkan bulgur dari Amerika Serikat (AS). Sebenarnya bulgur adalah makanan kuda. Pada saat ini situasinya mulai berubah. Kalau ada daerah yang mengalami kelaparan maka ada sumbangan beras yang namanya ‘raskin’ atau beras untuk orang miskin.

Pada hari ini kita mendengar kisah kelaparan yang melanda negeri Mesir dan bagaimana Yusuf, anak Yakub menyelamatkan keluarga besarnya dari bahaya kelaparan. Konon pada suatu ketika negeri Mesir mengalami kelaparan yang luar biasa. Ini adalah masalah sosial yang terjadi saat itu dan butuh solusi cepat dari pihak pemerintah. Rakyat berteriak meminta roti kepada Firaun. Firaun mengatakan kepada sekuruh rakyat untuk mendekati Yusuf dan melakukan apa yang Yusuf kehendaki. Oleh karena kelaparan melanda seluruh bumi maka Yusuf membuka semua lumbung dan menjual gandum kepada orang-orang Mesir. Orang-orang di luar Mesir juga datang untuk membeli gandum dari Yusuf. Di antara mereka yang datang membeli gandum adalah anak-anak Israel yang datang ke Mesir untuk membeli gandum.

Pada saat itu Yusuf adalah Mangkubumi di Mesir. Anak-anak Israel atau saudara-saudaranya datang untuk membeli gandum pada Yusuf. Ia segera mengenal saudara-saudaranya namun Yusuf sendiri berlaku-seolah-olah oran asing bagi mereka. Saudara-saudaranya ini dimasukan ke dalam tahanan selama tiga hari. Yusuf lalu membebaskan saudara-saudaranya dan meminta supaya ketika kembali untuk membeli gandum harus membawa serta adik bungsu mereka, namanya Benyamin. Apabila mereka tidak membawanya maka mereka akan mendapat hukuman. Ini menjadi kesempatan bagi saudara-saudaranya untuk merenung dan mengenali kesalahan mereka kepada Yusuf. Mereka berkata seorang kepada yang lain: “Betul-betullah kita menanggung akibat dosa kita terhadap adik kita itu: bukankah kita melihat bagaimana sesak hatinya, ketika ia memohon belas kasihan kepada kita, tetapi kita tidak mendengarkan permohonannya. Itulah sebabnya kesesakan ini menimpa kita.” (Kej 42:21). Ruben menambahkan: “Bukankah dahulu kukatakan kepadamu: Janganlah kamu berbuat dosa terhadap anak itu! Tetapi kamu tidak mendengarkan perkataanku. Sekarang darahnya dituntut dari pada kita.” (Kej 42:22).

Kisah kelaparan yang melanda negeri Mesir menjadi berkat bagi keluarga besar Israel. Ini benar-benar rencana Tuhan bagi mereka semua. Di saat yang sulit, seperti kelaparan yang melanda Mesir ternyata Tuhan tetap bekerja untuk mempersatukan keluarga yang terpisah-pisah dan menyelamatkan mereka dari kematian karena kelaparan. Tuhan sudah memiliki rencana dengan menyiapkan Yusuf sebagai penyelamat bagi saudara-saudaranya. Dia dijual kepada orang asing dan akhirnya menjadi penyelamat bagi saudara-saudaranya.

Kita mengingat kisah Yesus yang kiranya sejalan dengan kisah Yusuf. Yesus juga dijual oleh Yudas Iskhariot yang setiap hari bersama-Nya bahkan ia adalah bendahara dalam komunitasnya. Yesus menjadi batu penjuru bagi banyak orang. Tuhan Yesus sendiri berkata: “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita”(Mat 21:42). Yusuf menjadi batu penjuru bagi saudara-saudara yang menjualnya. Yesus menjadi batu penjuru bagi semua orang berdosa untuk memperoleh keselamatan. Kedua sosok ini menginspirasikan kita untuk bertahan dalam penderitaan dan kemalangan. Yesus tetap memberikan kelegaan kepada kita. Rasa lapar kita hilang karena Ekaristi yang kita rayakan bersama, di mana Yesus sungguh hadir sebagai makanan rohan kita.

Dalam bacaan Injil hari ini, Tuhan Yesus memanggil kedua belas murid-Nya. Inilah nama-nama mereka: Simon Petrus, Andreas, Yakobus, Yohanes, Filipus, Bartolomeus, Tomas, Matius, Yakobus anak Alfeus, Tadeus, Simon orang Zelot dan Yudas Iskariot. Mereka semua diberi kuasa oleh Tuhan untuk memberikan kekenyangan, kelegaan Yesus kepada semua orang yang mereka layani dengan mengusir roh-roh jahat, melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Mereka harus mengikuti perintah Yesus supaya jangan memasuki ke dalam kota Samaria atau menyimpang ke jalan bangsa lain, tetapi mereka mendapat penugasan untuk melayani domba-domba yang hilang dari umat Israel. Komitmen mereka sebagai murid terpilih adalah menyerukan bahwa Kerajaan Surga sudah dekat.

Kelaparan juga masih melanda hidup kita. Maka Gereja masa kini memiliki sebuah panggilan untuk memberi kelegaan kepada orang yang lapar dan haus. Ini adalah pekerjaan belas kasih Allah bagi semua orang sesuai ajaran Tuhan Yesus sendiri: “Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum” (Mat 25:35). Tuhan Yesus sendiri rela menjadi makanan rohani dalam Ekaristi maka kita pun dipanggil untuk melakukan perkataan Yesus: “Kamu harus memberi mereka makan” (Mrk 6:37). Semangat Yusuf dan Yesus yakni murah hati dan belas kasih harus menjadi pedoman bagi Gereja dalam kerasulannya di tengah dunia masa kini. Banyak orang yang lapar haruslah menjadi kenyang karena pelayanan Gereja.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply