Homili 13 September 2019

Hari Jumad, Pekan Biasa ke-XXIII
1Tim. 1:1-2,12-14
Mzm. 16:1,2a,5,7-8,11
Luk. 6:39-42

Sungguh Kuberubah!

“Siapa yang mengatakan bahwa pertobatan itu sulit? Pertobatan itu tidak sulit ketika Tuhan menghendaki dan kita menurutinya.” Ini adalah sebuah kutipan perkataan dari seorang pembicara dalam sebuah acara Kebangunan Rohani Katolik (KRK). Bagi saya, kedengarannya mudah tetapi sebenarnya juga sulit. Orang berdosa supaya dapat bertobat maka akan berusaha semaksimal mungkin untuk berubah dalam hidupnya. Ia harus berani melawan arus terutama keinginan yang mengikat batinnya sehingga dia tidak bebas dan jatuh dalam dosa yang sama. Orang berdosa harus berprinsip: “Aku berubah, sungguh kuberubah dalam hidupku!” Perubahan yang radikal di dalam diri kita akan mendekatkan kita dengan Tuhan, sumber kekudusan dan kesempurnaan.

Hari ini kita mendapat kekuatan dari St. Paulus. Ia menulis dua buah surat kepada Timotius yang disapanya sebagai ‘anakku yang sah dalam iman’. Siapakah Timotius itu? Timotius, dalam bahasa Yunani: Τιμόθεος; (Timótheos) berarti “memuliakan Tuhan” adalah seorang uskup Kristen pada abad pertama yang meninggal sekitar tahun 97 Masehi. Beliau adalah rekan sepelayanan Santu Paulus dalam perjalanan misionernya. Pada awal bagian suratnya yang pertama, Paulus menulis isi hatinya: “Dari Paulus, rasul Kristus Yesus menurut perintah Allah, Juruselamat kita, dan Kristus Yesus, dasar pengharapan kita, kepada Timotius, anakku yang sah di dalam iman: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau.” (1Tim 1:1-2). Bagian ini sangat kaya maknanya bagi kita sebagai pengikut Kristus. Paulus tidak sungkan untuk menyatakan kesaksian hidupnya sebagai rasul Kristus. Yesus Kristus sendiri adalah Juruselamat, dasar pengharapan kita. Dia memohon kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera bagi Timotius anaknya yang sah dalam iman. Kita belajar sebuah relasi kasih antara Paulus dengan Tuhan Yesus dan Paulus dengan Timotius, yang begitu luhur adanya.

Selanjutnya, Paulus menyampaikan pengalaman pertobatannya kepada Timotius. Pengalaman pertobatannya ini ditandai dengan rasa syukurnya kepada Tuhan Yesus Kristus sebab Tuhan Yesus sendiri telah menguatkannya dan menganggapnya setia untuk melakukan perutusan istimewa yaitu mewartakan Injil. Ia merasa tidak layak sebab sebelumnya memang dia adalah seorang penghujat dan penganiaya yang ganas. Tetapi kunci pertobatan Paulus yang disadari dan diakuinya adalah: Tuhan Yesus mengasihaninya. Belas kasih Tuhan Yesus mengubah seluruh hidup Paulus sehingga dia berubah dari Saulus menjadi Paulus. Paulus jujur bahwa pengalaman ia jatuh dalam dosa merupakan pengalaman yang dilakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman. Kasih Tuhan benar-benar dahsyat karena mengubah seluruh hidup Paulus. Ia berubah dan sungguh benar-benar berubah menjadi milik Tuhan.

Proses perubahan yang radikal dalam diri Paulus dapat terlaksana karena bimbingan Tuhan Yesus sendiri. Saulus menjadi Paulus semata-mata karena kasih Tuhan Yesus, yang mengantarnya untuk mengalami dan mengenal terang-Nya. Dalam hal ini Paulus mengenal terang Tuhan Yesus yang bangkit dengan mulia. Tuhan Yesus bertindak sebagai guru kehidupan yang baik dan mengubah hidup Paulus. Mungkin saja hal yang terjadi di dalam diri kita itu berbeda. Banyak kali kita tidak jauh berbeda dengan orang buta yang membimbing orang buta sehingga jatuh dalam satu lubang yang sama. Kita berpikir sudah layak di hadirat Tuhan, ternyata bukanlah demikian. Kita masih orang berdosa, yang hidup dalam kelemahan di hadapan Tuhan dan mengharapkan kekuatan baru dari Tuhan untuk berubah atau bertobat. Makah al terpenting adalah tetap mempercayakan diri kepada Tuhan dan memohon anugerah pertobatan dari pada-Nya.

Satu hal lain yang selalu ada dalam hidup kita sehingga membuat kita sulit berubah adalah selalu berpikiran negatif kepada orang lain. Pikirkanlah saat-saat di mana kita hanya melihat ‘selumbar dalam mata saudara kita sedangkan balok di mata sendiri kita tidak ketahui’. Kita harusnya merasa malu karena setiap kejahatan yang kita pikirkan pada sesama adalah proyeksi kejahatan yang ada di dalam diri kita. Ibarat kita menunjukkan dua jari tangan ke depan dan tiga jari tangan menghadap kepada diri kita sediri. Perubahan yang radikal dapat terjadi ketika kita mengenal diri kita, semua kelebihan dan kekurangan kita, segala dosa dan salah kita dan sambil berlutut kita memohon pengampunan dari Tuhan.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply