Homili 23 Januari 2020

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-2
1Sam. 18:6-9; 19:1-7
Mzm. 56:2-3,9-10a,10bc-11,12-13
Mrk. 3:7-12

Kuasa menyembuhkan

Saya pernah mengunjungi dan mendoakan seorang pasien di rumah sakit. Setelah selesai mendoakannya, saya mengingatkannya untuk beristirahat dan mempercayakan dirinya kepada Tuhan melalui doa. Ia menjawabku: “Ya, Romo, saya percaya bahwa Yesuslah yang berkuasa untuk menyembuhkanku”. Saya mengangguk dan mengatakan: “Yesus pasti menyembuhkanmu asalkan kamu percaya kepadanya”. Saya tetap mengingat dialog sederhana ini, sebab beberapa hari kemudian pasien itu keluar dari rumah sakit dan dinyatakan sembuh total oleh dokter. Mukjizat itu nyata dan selalu dialami oleh orang-orang yang percaya kepada Tuhan.

Tuhan Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan semua orang yang percaya kepada-Nya. Banyak orang sakit mencari Yesus untuk merasakan penyembuhan. Markus dalam bacaan Injil hari ini mengisahkan bahwa Yesus dengan murid-murid-Nya menyingkir ke danau, dan banyak orang dari Galilea mengikuti-Nya. Juga dari Yudea, dari Yerusalem, dari Idumea, dari seberang Yordan, dan dari daerah Tirus dan Sidon datang banyak orang kepada-Nya, sesudah mereka mendengar segala yang dilakukan-Nya. (Mrk 3:7-8). Nama Yesus semakin dikenal di kalangan umum karena Ia memiliki kuasa untuk menyembuhkan orang-orang sakit dan mengusir setan-setan. Maka orang-orang dari daerah-daerah di sekitar danau Galilea berdatangan untuk merasakan kuasa penyembuhan Yesus. Tempat-tempat yang disebutkan di sini, secara geografis memang berjauhan tetapi mereka ma uke Galilea untuk memperoleh kesembuhan.

Apa yang terjadi pada orang-orang sakit di hadapan Tuhan Yesus? Mereka sangat antusias dan percaya bahwa Tuhan Yesus pasti akan menyembuhkan mereka. Mereka berdesak-desakan ingin mendekatkan diri mereka kepada Yesus untuk memperoleh jamahan tangan-Nya yang menyembuhkan. Roh-roh jahat jatuh tersungkur di hadapan Yesus sambil mengakui kuasa Yesus sebagai Putera Allah. Ini adalah kesempatan Yesus menunjukkan kuasa-Nya sebagai Putera Allah yang menyembuhkan. Dia menyembuhkan banyak orang dari sakit penyakit mereka dan mengusir setan-setan. Roh-roh jahat saja takluk di hadapan-Nya dan mengakui Yesus sebagai Putera Allah.

Kisah Injil ini hendaklah menjadi kisah kehidupan kita. Dalam peziarahan hidup di dunia ini, kita pun sedang mencari Tuhan Yesus untuk menyembuhkan kita. Dan ketika saudara maut menjemput maka Yesuslah yang menyelamatkan kita sebab Dialah satu-satunya Penyelamat kita di hadapan Allah Bapa. Kita perlu memiliki sebuah prinsip bahwa kita sangat membutuhkan Yesus di dalam hidup ini. Kita kembali kepada kisah Injil hari ini bahwa semua orang mencari Yesus karena mereka membutukan Yesus untuk menyembuhkan mereka. Di pihak Yesus, Ia menyembuhkan banyak orang artinya, Yesus begitu terbuka untuk menerima manusia dengan segala penyakit dan kelemahan mereka.

Bagaimana dengan kita? Banyak kali kita masih kesulitan untuk mendekatkan diri kita kepada Yesus. Kita lupa bahwa kita membutuhkan Tuhan Yesus di dalam hidup ini. Mungkin ada prinsip bahwa kita sudah menjadi orang katolik dan itu sudah cukup. Padahal menjadi orang katolik saja belum cukup. Kita harus menjadi orang katolik yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Anak Allah. Kalau roh jahat saja mengakui Yesus sebagai Putera Allah, mengapa kita yang sudah dibaptis dan bangga sebagai orang katolik masih kesulitan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yesus? Mengapa kita belum setia secara penuh kepada Tuhan Yesus?

Tentu saja kita sebagai orang katolik tidak hanya memfokuskan relasi kita kepada Tuhan saja. Kita juga memfokuskan relasi kita pada sesama manusia. Hal ini penting untuk menunjukkan jati diri kita sebagai pengikut Kristus yang mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia. Bacaan pertama dari Kitab I Samuel membantu kita untuk membangun relasi yang sehat dengan orang lain. Setelah Daud mengalahkan Goliat, pamor Daud semakin besar. Kota-kota di Israel saat itu bersukacita menyambut raja Saul dengan perkataan ini: “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.” (1Sam 18:7). Perkataan ini menyinggung perasaan raja Saul karena di hadapannya sebagai raja, orang Israel lebih menghormati Daud yang mengalahkan ‘berlaksa-laksa’. Saul marah dan berniat untuk membunuh Daud. Untung ada Yonatan, putera Saul yang merayu-rayu ayahnya supaya tidak membunuh Daud.

Yonatan berkata kepada Saul ayahnya: “Janganlah raja berbuat dosa terhadap Daud, hambanya, sebab ia tidak berbuat dosa terhadapmu; bukankah apa yang diperbuatnya sangat baik bagimu! Ia telah mempertaruhkan nyawanya dan telah mengalahkan orang Filistin itu, dan Tuhan telah memberikan kemenangan yang besar kepada seluruh Israel. Engkau sudah melihatnya dan bersukacita karenanya. Mengapa engkau hendak berbuat dosa terhadap darah orang yang tidak bersalah dengan membunuh Daud tanpa alasan?” (1Sam 19:4-5). Perkataan Yonatan ini mengubah hati Saul yang panas menjadi dingin dengan berkata: “Demi Tuhan yang hidup, ia tidak akan dibunuh.” (1Sam 19:6).

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengingatkan kita untuk tetap terbuka kepada kehendak Tuhan. Dia yang menyembuhkan segala penyakit kita. Dia pulah yang melindungi kita dari bahaya dan malapetaka. Bersyukurlah atas kuasa Tuhan yang menyembuhkan dan melindungi.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply