Homili Pertobatan St. Paulus, 25 Januari 2020

Pesta Bertobatnya St. Paulus
Kis. 22:3-16
Mzm. 117:1,2
Mrk. 16:15-18

Beritakanlah Injil!

Pada pagi hari ini saya diundang untuk memberkati sebuah rumah. Saya memperhatikan sebuah ikon Tuhan Yesus sedang berbicara dengan para murid-Nya. Di bagian bawah ikon itu tertulis: Beritakanlah Injil! Hal yang menarik perhatian saya adalah ikon itu diletakkan di ruang doa keluarga di mana setiap orang yang masuk untuk berdoa atau membaca Kitab Suci pasti melihat ikon dan tulisan ini lebih dahulu. Sebenarnya ada ikon lain yang jauh lebih bagus tetapi keluarga telah memilih ikon ini dan meletakkannya di ruang doa. Saya menjadikannya sebagai sebuah permenungan pribadi saya dan saya mau membagikannya dalam mengawali homili saya ini. Hidup kita sebagai pengikut Kristus menjadi bermakna ketika kita siap untuk menjalani perintah-perintah Tuhan Yesus Kristus. Perintah Tuhan Yesus adalah kasih secara total kepada Tuhan dan kepada sesama manusia. Sebab itu tulisan pada ikon yang saya lihat di dalam ruang doa ini: “Beritakanlah Injil” juga merupakan sebuah perintah Yesus kepada saya. Maka ketika saya menjalankannya berarti saya mencintai Yesus. Saya merasa yakin bahwa keluarga menempatkan ikon untuk mengingatkan mereka akan perintah yang harus mereka lakukan sebagai tanda kasih kepada Tuhan Yesus. Wujud nyata kasih kepada Yesus adalah mereka mewartakan Khabar Sukacita dengan hidup sebagai keluarga katolik yang terbaik.

Pada hari ini kita kembali mengenang pertobatan St. Paulus sebagaimana dikisahkan dalam Kisah Para Rasul. Paulus sendiri tidak merasa malu untuk menceritakan peristiwa pertobatannya sebanyak tiga kali di dalam Kisah Para Rasul. Artinya Paulus benar-benar sadar dan menerima diri dan masa lalunya. Ia pernah jatuh ke dalam dosa yakni keinginannya untuk membunuh semua pengikut Kristus tetapi Tuhan Yesus meneranginya dengan cahaya ilahi dan mengubahnya menjadi baru. Ia lahir baru dan siap untuk memberitakan Injil. Hidup pribadi Paulus ini memang sangat inspiratif bagi kita semua untuk berani menerima masa lalu yang gelap dan siap untuk menjadi baru di dalam Tuhan. Ini bukanlah hal yang mudah karena orang biasanya malu dan tidak mau menerima diri, tetapi kita harus melakukannya supaya dapat menerima rahmat baru dari Tuhan. Paulus sudah membuktikannya.

Kita dapat membayangkan Saulus yang begitu gagah perkasa duduk di atas kuda kebanggannya. Dia mengenakan mantel dan pedang sebagai tanda bahwa ia sangat mengandalkan kekuatan dirinya. Apa yang dilakukan untuk membuktikan kekuatannya ini? Ia menganiaya pengikut-pengikut Jalan Tuhan sampai mereka mati; laki-laki dan perempuan ditangkapnya dan diserahkan ke dalam penjara. Dia merasa bahwa tidak ada orang lain yang pintar selevel dengan dia sebagai hasil didikan penuh ketelitian dari Gamaliel. Lihatlah masa kegelapan Saulus yang kiranya tidak jauh berbeda dengan masa lalu kita masing-masing. Kita memiliki masa lalu yang gelap ketika kita membenci sesama, berniat jahat, dendam, tamak, memeras orang lain, merusak rumah tangga orang dengan gosip dan lain sebagainya. Kita seperti Saulus yang membutuhkan cahaya ilahi untuk menerangi hidup kita supaya menjadi baru.

Saulus sempat menjadi buta. Ini saat yang sangat menentukan bagi masa depannya: apakah dia tetap mengandalkan dirinya atau mengandalkan Yesus yang Mahakuasa. Orang Hanya boleh unjuk kekuatan di hadapan manusia yang lain tetapi di hadapan Tuhan dia tidak berdaya. Saulus yang tadinya superpower ternyata buta dan tak berdaya di depan Cahaya. Ananias adalah orangnya Tuhan yang mendampingi Saulus. Ia memintanya untuk membuka mata dan melihat. Ini adalah pesan kenabian Ananias kepada Saulus: “Allah nenek moyang kita telah menetapkan engkau untuk mengetahui kehendak-Nya, untuk melihat Yang Benar dan untuk mendengar suara yang keluar dari mulut-Nya. Sebab engkau harus menjadi saksi-Nya terhadap semua orang tentang apa yang kaulihat dan yang kaudengar. Dan sekarang, mengapa engkau masih ragu-ragu? Bangunlah, berilah dirimu dibaptis dan dosa-dosamu disucikan sambil berseru kepada nama Tuhan!” (Kis 22:14-16). Semua pesan Ananias ini membuka masa depan Saulus menjadi Paulus, rasul segala bangsa yang berani mewartakan Injil sampai tuntas.

St. Paulus berusaha menjadi saksi Kristus dengan memberitakan Injil tanpa henti. Prinsip Paulus adalah: “Karena, jika aku memberitakan Injil, aku tidak memiliki alasan untuk bermegah karena kewajiban itu ada atasku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” (1Kor 9:16). Dia juga mengatakan: “Aku sudah disalibkan dengan Kristus. Bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam aku. Hidup yang sekarang ini kuhidupi dalam daging adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah, yang mengasihi aku dan telah memberikan diri-Nya untuk aku.” (Gal 2:20). Paulus menjadi Baru dan ia memberikan segalanya untuk Tuhan.

Pada hari ini kita mengenang pertobatannya. Dari Paulus kita belajar untuk melihat masa lalu, berusaha memperbaikinya dan menyongsong masa depan yang lebih baik lagi. Dari Paulus kita belajar untuk menyatu dengan Kristus dan siap untuk memberitakannya dengan hidup kita yang nyata. Bersama St. Paulus kita berani berkata: “Aku tahu siapa kepercayaanku, dan Aku yakin, bahwa Ia sanggup memelihara simpananku sampai hari terakhir, sebab ia hakim yang adil” (2Tim 1:12). Apapun hidup kita, Tuhan Yesus tetap mengasihi dan akan mengubah hidup kita menjadi baru. Mari kita bertekun dalam memberitakan Injil dengan hidup kita yang nyata.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply