Homili 12 Februari 2020

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-V
1Raj. 10:1-10
Mzm. 37:5-6,30-31,39-40
Mrk. 7:14-23

Karena Kasih!

Nathaniel Hawthorne (1804-1864) adalah seorang penulis berkebangsaan Amerika Serikat. Ia pernah berkata: “Kasih sayang dan ekspresi sejenisnya penting bagi kehidupan kita sebagai manusia. Kasih sayang itu ibarat dedaunan pohon yang membantu kelanjutan hidup sebatang pohon. Tanpa daun pohon itu tidak bertumbuh dengan baik. Demikian, apabila kasih sayang itu benar-benar terbatas, ia perlahan-lahan akan hilang hingga ke akar akarnya dalam diri manusia.” Ini adalah sebuah ungkapan sederhana yang menggambarkan betapa pentingnya kasih sayang di dalam hidup manusia. Maka benarlah bahwa kita dapat hidup karena ada kasih. Kita percaya bahwa Allah adalah kasih (1Yoh 4:8.16). Dia mengasihi manusia dan berharap agar kita sebagai manusia juga saling mengasihi sebab Dia telah lebih dahulu mengasihi kita. St. Paulus dengan tegas mengatakan: “Jadi, sekarang ketiga hal ini yang tetap tinggal, yaitu iman, pengharapan, dan kasih; tetapi yang terbesar dari ketiganya adalah kasih.” (1Kor 13:13). Kasih adalah segalanya bagi kita.

Raja Salomo menunjukkan kasihnya kepada Tuhan karena ia mengalami kasih Tuhan secara pribadi. Karena kasih maka Salomo meminta kebijaksanaan untuk memperhatikan dan melayani umat Allah. Dia tidak memanfaatkan kasih untuk menguasai kehidupan orang lain. Salomo mewujudkan kasihnya kepada Tuhan Allah dengan membawa kembali Tabut Perjanjian untuk di tempatkan di Yerusalem. Ia juga membangun rumah bagi Tuhan dan membiarkan semua orang merasakan kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya. Semua ini dilakukan karena hikmat yang Tuhan berikan kepadanya sebagai raja Israel.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan kisah Salomo. Ia kedatangan tamu kehormatan yakni ratu negeri Syeba. Sang ratu sudah mendengar kabar tentang Salomo berhubung dengan nama Tuhan. Rombongan ratu Syeba ini membawa banyak persembahan yang menunjukkan kemakmuran negeri Syeba. Pada saat berjumpa dengan Salomo, ia mengungkapkan segala sesuatu yang ada di dalam hatinya. Salomo menjawab semua pertanyaan ratu Syeba dengan jelas, terang benderang. Ini tentu sangat memukau ratu Syeba sehingga ia memuji hikmat Salomo. Pujian itu diberikan ratu Syeba bukan hanya karena hikmat Salomo tetapi juga buah-buah hikmat yang terpancar dalam kehidupan di istana. Hal-hal yang sempat diobservasi oleh ratu Syeba adalah hikmat Salomo, rumah yang didirikannya, makanan yang disajikan di atas meja, cara duduk para pegawai, cara para pelayan melayani dan berpakaian, minuman dan kurban bakaran yang dipersembahkan di rumah Tuhan.

Ratu Syeba menunjukkan kekagumannya pribadi Salomo dengan berkata: “Benar juga kabar yang kudengar di negeriku tentang engkau dan tentang hikmatmu, tetapi aku tidak percaya perkataan-perkataan itu sampai aku datang dan melihatnya dengan mataku sendiri; sungguh setengahnyapun belum diberitahukan kepadaku; dalam hal hikmat dan kemakmuran, engkau melebihi kabar yang kudengar. Berbahagialah para isterimu, berbahagialah para pegawaimu ini yang selalu melayani engkau dan menyaksikan hikmatmu!” (1Raj 10: 6-8). Buah-buah himat itu harus nyata dan dapat dialami oleh semua orang. Hal ini menunjukkan juga kemampuan ledership dari Salomo. Ia dapat mengorganisir para pegawainya sehingga memiliki good manner terhadap para tamu asing. Dari buahnya kita dapat mengenal kualitas pohonnya.

Di samping memuji hikmat Salomo, ratu Syeba juga memuji Tuhan Allahnya Salomo. Ia berkata: “Terpujilah Tuhan, Allahmu, yang telah berkenan kepadamu sedemikian, hingga Ia mendudukkan engkau di atas takhta kerajaan Israel! Karena Tuhan mengasihi orang Israel untuk selama-lamanya, maka Ia telah mengangkat engkau menjadi raja untuk melakukan keadilan dan kebenaran.” (1Raj 10:9). Ini merupakan kebijaksanaan ratu Syeba di hadapan raja Salomo. Ia tidak hanya mau mengaggungkan Salomo sebagai manusia biasa. Ia justru membuka pikiran dan hati Salomo untuk selalu bersyukur kepada Tuhan. Tuhan Allah patut di puji dan disembah. Kasih Tuhan mengubah hidup kita semua. Salomo dan ratu Syeba sudah mengalaminya.

Karena kasih orang tidak akan mengadili sesamanya. Hanya orang yang tidak mampu mengasihi dengan leluasa mengadili sesamanya. Bacaan Injil menjelaskan kepada kita betapa sulitnya orang yang tidak mampu mengasihi sehingga berlaku tidak adil, legalis kepada sesama manusia. Penginjil Markus melaporkan bahwa Tuhan Yesus mengoreksi orang-orang pada zamannya yang selalu mengadili kehidupan pribadi sesamanya. Inilah perkataan Tuhan Yesus: “Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.” (Mrk 7:14-15). Orang selalu berpikir soal halal atau tidak halalnya makanan dan minuman yang disantap oleh manusia. Yesus menegaskan bahwa semua makanan adalah halal. Tuhan Yesus tidak sedang berbicara dalam konteks kesehatan tubuh. Ia mengoreksi cara pikir banyak orang yang selalu mengadili kehidupan pribadi sesama manusia. Makanan yang dimakan akan mengalami proses pencernaan dan nantinya akan dibuang di jamban.

Lalu apa yang paling berbahaya? Yesus menegaskan bahwa ketika orang tidak mampu mengasihi maka bahaya yang ada di hadapannya adalah berpikiran negatif terhadap sesama manusia. Tentang hal ini, Yesus berkata: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.” (Mrk 7:20-23). Apa yang dikatakan Yesus adalah bagian dari hidup kita. Semua pikiran dan perilaku negatif berasal dari dalam hati kita. Ini menjadi tanda bahwa orang tidak berhikmat. Orang berhikmat akan mampu mengasihi dan berlaku adil terhadap semua orang.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip doa raja Daud di dalam Kitab Mazmur: “Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, maka Ia akan bertindak; Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan menampilkan hakmu seperti siang.” (Mzm 37:5-6). Mari kita berserah diri kepada Tuhan, biarlah mengubah kita dalam kasih dan kita mengasihi seperti Dia yang lebih dahulu mengasihi kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply