Homili 14 Februari 2020

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-V
Peringatan Wajib St. Sirilus dan St. Metodius
1Raj. 11:29-32; 12:19
Mzm. 81:10-11ab,12-13,14-15
Mrk. 7:31-37

Ia menjadikan segalanya baik

Pada hari ini kita mengenang dua orang kudus bersaudara yakni St. Sirilius dan St. Metodius. St. Sirilus terlahir dengan nama Konstantin pada tahun 827 di Tesalonika, Yunani. Saudaranya bernama St. Metodius. Keduanya lazim berbahasa Slavi karena kemungkinan besar ibu mereka adalah orang Slavi. Konstantin alias Sirilius belajar filsafat di Universitas Konstantinopel, lalu ditahbiskan sebagai seorang imam. Selanjutnya, beliau dikirim bersama Metodius, oleh Kaisar untuk mempertobatkan orang-orang Yahudi Khazars. Sirilius dan Metodius tidak hanya berhasil dalam bermisi, tetapi mereka juga mempelajari budaya dan bahasa Khazars. Dengan bermodalkan bahasa Slavia yang digunakan di Moravia, dan keberhasilan pada misi sebelumnya, Sirilus dan Metodius memohon untuk menjadi misionaris di Moravia pada tahun 863. Kedua bersaudara ini berhasil menerjemahkan Liturgi dan Kitab Suci ke dalam Bahasa Slavia.

Apa yang mereka lakukan mendapat pertentangan, karena pada saat itu penggunaan bahasa setempat belumlah dikenal dalam Gereja katolik. Gereja menggunakan bahasa setempat setelah Konsili Vatikan II. St. Sirilus dan St. Metodius sempat dipanggil oleh Paus St. Nikolas I ke Roma. Sayang sekali karena sri Paus meninggal dunia sebelum bertemu dengan kedua bersaudara ini. Penggantinya, Paus Adrian II menerima mereka dan memberikan dukungan atas pelayanan mereka. Keduanya diangkat sebagai Uskup, tetapi Sirilus tidak dapat kembali ke Moravia. Sirilus meninggal dunia pada 14 Februari 869 di Roma, Italia.

Sto. Metodius lahir sekitar tahun 826. Metodius belajar filsafat di Universitas Konstantinopel. Ia kemudian menjadi seorang biarawan dan ditahbiskan sebagai seorang imam. Ia melakukan perjalanan untuk mempertobatkan banyak orang. St. Metodius dan saudaranya St. Sirilus mengajukan permohonan dan merekapun terpilih untuk pergi ke Moravia pada tahun 863. St. Metodius kembali ke Moravia dan menjadi Uskup Agung. Pada tahun 870, dalam Sinode Ratisbon, Metodius dikutuk, diturunkan, dan dipenjarakan. Tiga tahun kemudian ia dibebaskan oleh Paus Yohanes VIII dan dikembalikan jabatannya. Metodius kemudian menyelesaikan penerjemahan seluruh Kitab Suci kedalam bahasa Slavia, kecuali Kitab Makabe. Ia meninggal dunia pada 6 April 885 di Moravia, Republik Ceko.

Kedua orang kudus kakak beradik ini sangat inspiratif bagi Gereja masa kini. Mereka adalah misionaris ulung yang tidak kenal lelah dalam mewartakan Injil di daerah-daerah lain. Mereka berani untuk menyerahkan diri dan melayani Tuhan sebagai gembala di dalam Gereja. Misi awal mereka adalah membawa pertobatan kepada orang-orang Yahudi Khazars. Perutusan dan karya yang lain adalah dalam hal inkulturasi. Iman katolik seharusnya berisifat inkulturatif. Apa yang mereka lakukan? Kedua orang kudus ini berusaha untuk menerjemahkan tata perayaan liturgi dan Kitab Suci ke dalam Bahasa Slavi sehingga mudah dimengerti oleh orang-orang setempat. Dengan demikian mereka dapat berdoa dan beribadat kepada Tuhan, mengenal dan mengasihi Sabda Tuhan sebab mereka mengerti apa yang mereka lakukan. Tentu saja mereka tidak harus tinggal di tempat, tetapi berkeliling dan berbuat baik. Semangat misioner Tuhan Yesus menjadi semangat mereka.

Kehidupan kedua orang kudus ini turut menginspirasikan kita untuk memahami bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini. Tuhan Yesus menurut Injil Markus barusan menyembuhkan seorang perempuan di Tirus yang kerasukan setan. Ia membawa keselamatan kepada semua orang tanpa memandang siapa yang sedang dilayani-Nya. Ini adalah sikap utama seorang misonaris yang siap melayani kapan dan di mana saja. Semangat Yesus ini yang kiranya menginspirasikan St. Sirilius dan Metodius untuk meninggalkan zona nyaman mereka supaya lebih bebas melayani Tuhan di tanah misi.

Kini Tuhan Yesus melanjutkan perjalanan dari Tirus melewati Sidon menuju ke danau Galilea melalui daerah Dekapolis. Apa yang terjadi di daerah Dekapolis ini? Nama Tuhan Yesus sudah dikenal di kalangan luas. Maka ketika mereka tahu bahwa Ia sedang melewati tempat mereka, orang beramai-ramai mendekati dan memohon keselamatan. Kali ini orang-orang di daerah Dekapolis membawa seorang yang tuli dan gagap supaya Yesus menyembuhkannya dengan meletakkan tangan atasnya. Tuhan Yesus menunjukkan sebuah cara sebagaimana Gereja masih menggunakannya dalam pelayanan sakramen inisiasi. Ia memisahkan orang sakit itu dari banyak orang. Ia memasukan jari-Nya ke dalam telinga orang itu, meludah dan merabah lidah orang itu. Selanjutnya Ia menengadah ke langit, menarik nafas dan berkata: “Effata” artinya terbukalah. Orang yang tuli dan gagap ini mengalami ‘effata’. Ia sembuh total. Ia dapat mendengar dan berbicara dengan baik. Mukjizat ini semakin membuat nama Yesus dikagumi di mana-mana. Orang banyak mengakui bahwa Yesus menjadikan segalanya baik.

Tuhan Allah menciptakan segala sesuatu baik adanya. Setelah Ia menciptakan segala sesuatu, Ia selalu memandangnya dan segala sesuatu itu baik adanya. Tuhan Yesus, sang Anak Allah datang untuk menyelamatkan semua orang. Ia menjadikan segalanya baik, sehingga orang-orang tuli dijadikannya mendengar, orang bisu dapat berbicara kembali. Tuhan Yesus memiliki rencana yang indah supaya Sabda-Nya itu dapat didengar oleh semua orang dan dapat diwartakan kepada semua orang. Saya percaya bahwa St. Sirilius dan Metodius juga menunjukkan karakter misionarisnya dengan mendengar Sabda dan mewartakannya dalam kata-kata dan hidup yang nyata. Para pewarta Sabda memang membutuhkan telinga yang baik supaya banyak mendengar dan bibir yang baik untuk berbicara benar bukan bibir najis penuh kebohongan. Kita membaca nasihat penting dalam Kitab Amasal: “Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar bibir, akan ditimpa kebinasaan.” (Ams 13:3). St. Yakobus menambahkan: “Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.” (Yak 1:26). Nah, bagaimana dengan kita? Apakah kita menjaga lisan kita di hadapan Tuhan dan sesama?

Tuhan kita baik dan sungguh baik bagi kita. Maka apa yang harus kita lakukan? Mari kita belajar untuk membangun kesetiaan kepada Tuhan. Tuhan Allah sungguh baik maka balaslah kebaikan dengan kesetiaan. Kalau kita tidak setia kepada Tuhan maka nasib kita tidak akan jauh berbeda dengan nasib raja Salomo. Dalam bacaan pertama dikatakan, Israel akan memberontak melawan keluarga Daud karena ketidaksetiaan. Kerajaan Israel yang utuh mulai hancur. Yerobeam akan memulai babak baru dalam sejarah Israel. Atas nubuat Tuhan melalui nabi Ahia dari Silo maka ia akan mendapatkan sepuluh suku. Dua suku yang lain akan tetap diperuntukan bagi keluarga Daud. Kesetiaan itu mahal. Kesetiaan itu harus dipertahankan kalau tidak semua yang ada pada kita akan hilang begitu saja.

Pada hari ini kita berusaha supaya tetap setia kepada Tuhan sebagaimana ditunjukkan oleh Tuhan Yesus sendiri, dan kedua orang kudus kita yakni Sirilius dan Metodius. Buah kesetiaan adalah melakukan perbuatan-perbuatan baik kepada Tuhan dan sesama. St. Sirilius dan Metodius, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply