Renungan 27 Agustus 2013

St. Monika
1Tes 2:1-8
Mzm 139: 1-3.4-6
Mat 23:23-26

Tidak Pernah Bermulut Manis!

 

Pada hari ini, seluruh Gereja Katolik merayakan peringatan St. Monika. Beliau adalah ibunda St. Agustinus. Monika lahir di Tagaste, Afrika Utara dari sebuah keluarga katolik yang saleh. Ketika berusia 20 tahun, ia menikah dengan Patrisius, seorang yang masih kafir, cepat panas hati. Monika sendiri lahir dan besar dalam lingkungan keluarga katolik. Hasil pernikahan Monika dan Patrisius ini adalah lahirnya Agustinus yang kelak menjadi St. Agustinus. Agustinus mengawali masa mudanya dengan hidup penuh dosa. Baik Patrisius maupun Agustinus, sama-sama membuat Monika tertekan secara rohani. Patrisius suka mencela Monika yang siang dan malam berdoa supaya anaknya Agustinus dapat berubah menjadi pemuda yang berbudi luhur. Monika pantang menyerah. Ia percaya bahwa Tuhan pasti akan melakukan hal terbaik bagi putranya. Agustinus pergi ke Italia dan di sana ia dibaptis oleh St. Ambrosius yang saat itu adalah Uskup Milano. Hal ini dapat terjadi karena teladan kekudusan dari Ambrosius.

Ada sebuah pengalaman menarik yang menggambarkan relasi rohani yang kuat antara Monik dan Agustinus. Ketika mereka dalam perjalanan pulang ke Kartago, Monika berkata kepada Agustinus: “Anakku, bagi ibu sudah tidak ada sesuatu pun di dunia yang memikat hatiku. Ibu tidak tahu untuk apa mesti hidup lebih lama, sebab segala harapan ibu di dunia sudah dikabulkan Tuhan”. Ini sungguh merupakan ungkapan hati seorang ibu yang mengasihi anaknya. Agustinus jatuh dalam dosa, Monika tidak mengutuknya tetapi mendoakan supaya ia dapat bertobat. Santo Agustinus sendiri memberi kesaksian yang lain lagi tentang ibunya: “Sambil duduk di dekat jendela dan memandang ke laut biru yang tenang, ibuku berkata, ‘Anakku, satu-satunya alasan yang membuat aku masih ingin hidup sedikit lebih lama lagi adalah aku mau melihat engkau menjadi seorang Kristen sebelum aku menghembuskan nafasku. Hal itu sekarang sudah dikabulkan Allah, bahkan lebih dari itu, Allah telah menggerakkan engkau untuk mempersembahkan dirimu sama sekali kepadaNya dalam pengabdian yang tulus kepadaNya. Sekarang, apalagi yang aku harapkan?” Sebelum meninggal dunia, Monika berkata kepada Agustinus: “Anakku, kenanglah aku di altar Tuhan”.
Kisah hidup St.Monika ini memang sangat inspiratif untuk membantu kita memahami Sabda Tuhan pada hari ini. Santo Paulus sejak kemarin menggambarkan semangat misionernya di Tesalonika dengan berbagai suka dan duka yang dialaminya. Kemarin Paulus mengucap syukur kepada Tuhan  karena jemaat di Tesalonika bertumbuh dalam semangat iman, harapan dan kasih. Tuhan sungguh berkenan bagi umatNya. Pada hari ini kita mendengar Paulus tetap memberi kesaksian yang berdasar pada pengalaman hidupnya sendiri. Ia bersaksi bahwa Injil yang diwartakan adalah anugerah dari Allah. Allah yang bekerja di dalam dirinya sehingga ia berani untuk mewartakan Injil. Kita ingat ucapan terkenal Paulus: “Celakalah aku jika tidak mewartakan Injil” (1Kor 9:16).
Untuk mewartakan Injil secara autentik, Paulus mengatakan bahwa ia bersama rekan-rekannya tidak pernah bermulut manis, tidak pernah bekerja sembunyi-sembunyi untuk meraup keuntungan tertentu bagi diri mereka. Semua yang mereka lakukan benar-benar untuk melayani Tuhan dan memuliakan nama Tuhan. Sebagai misionaris dalam mewartakan Injil, Paulus juga mengatakan  bahwa diri mereka tidak mencari pujian dari manusia. Mereka berlaku ramah terhadap semua orang, laksana ibu mengasuh anaknya. Pada akhirnya Paulus mengatakan bahwa mereka sangat mengasihi jemaat sehingga mereka tidak hanya mewartakan Injil, mereka juga membagi hidup mereka bagi jemaat. Pengalaman Paulus ini menarik perhatian kita. Ia bersama rekan-rekannya tidak hanya memberi janji tetapi sungguh-sungguh hadir dan memberi dirinya. Jemaat di Tesalonika merasakan kasih Paulus yang tiada batasnya. Pengalaman Paulus mirip dengan St. Monika yang tidak bermulut manis bagi Agustinus. Ia juga memberi dirinya sehingga dapat mengubah hati anaknya yang keras. Ia tidak hanya berdoa tetapi hadir dalam diri anaknya. Paulus juga demikian, tidak hanya mengumbar janji manis tetapi selalu hadir dan membuat jemaat merasa dikasihi Tuhan.

Di dalam bacaan Injil, Penginjil Matius melaporkan kecaman Yesus lebih lanjut terhadap orang-orang Farisi dan para ahli Taurat. Sebagaimana kecaman Yesus kemarin, Yesus mengecam perilaku munafik mereka yang menghalangi orang lain untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Ada dua kecaman yang dialamatkan Yesus bagi kaum Farisi dan para ahli Taurat. Pertama, Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. (Mat 23:23). Kedua, Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan (Mat 23: 25).

Yesus melanjutkan kecamanNya kepada para ahli Taurat karena perilaku mereka yang hanya mementingkan peraturan dan hukum sehingga mereka lupa pada prinsip-prinsip fundamental seperti keadilan, belas kasih dan kesetiaan. Segala sesuatu yang bersifat batiniah itu sangatlah penting. Mereka lebih mementingkan tanpilan lahiria karena itu akan menjadi sumber kesombongan mereka. Para ahli Taurat dan kaum Farisi bermulut manis tetapi membawa mereka kepada dosa. Mereka lupa diri bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan mereka hendaknya patuh dan setia kepadanya.

Banyak kali kita juga bermulut manis dengan tujuan sekedar menari perhatian orang lain dan perlahan mengantar kita kepada kesombongan diri. Banyak kali kita banyak menuntut supaya orang dapat berbagi sementara kita sendiri tidak mampu berbagi. Kita lalai membangun keadilan, belas kasih dan kesetiaan.Kita menilai orang dari cashingnya dan lupa bahwa manusia memiliki jati diri.Bacaan-bacaan hari ini mengingatkan kita untuk bermulut manis supaya nama Tuhan semakin dimuliakan, menjauhkan diri dari mulut manis yang penuh dengan tipu muslihat. Mari kita belajar dari St.Paulus yang mencari jiwa-jiwa dan menyelamatkan melalui pewartaan Injil. Mari kita meniru teladan St. Monika yang bermulut manis dalam doa sehingga putranya dapat bertobat.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk bertumbuh dalam keadilan, kasih dan kesetiaan sehingga kami juga dapat melakukannya bagi sesama yang lain. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply