Renungan 17 September 2013

Hari Selasa, Pekan Biasa XXIV

1Tim 3:1-13

Mzm 101:1-2ab.2cd-3ab.5.6

Luk 7:11-17

Menjadi Pelayan Gereja

Pada suatu kesempatan saya ditanya oleh seorang anak muda tentang panggilan dan pelayanan di dalam Gereja. Ia khusus bertanya tentang syarat-syarat untuk menjadi seorang imam. Saya mengatakan kepadanya bahwa syarat utama adalah ia harus beriman kepada Kristus. Artinya sudah dibaptis di dalam Gereja Katolik, percaya dan mencintai Yesus Kristus. Setelah banyak berbicara dengannya, saya ingat sebelum masuk biara, ada seorang imam yang baik juga pernah mengatakan hal lain yang kiranya masih cocok hingga saat ini. Untuk menjadi seorang imam perlu memenuhi syarat 3S. Apa yang dimaksud dengan 3S: Santitas (kesucian/religiositas), Sapientia (kebijaksanaan) dan Sanitas (kesehatan/kebersihan). Ketiga S ini laksana mata rantai yang terikat satu sama lain dan nantinya dapat dijabarkan di dalam aspek-aspek pembinaan para calon imam dan biarawan termasuk nilai-nilai rohani nasihat injil. Semua ini tentu memiliki satu tujuan yakni pembinaan yang integral terhadap calon pemimpin jemaat atau Gereja.


Mari kita menengok apa yang St.Paulus pikirkan tentang pemimpin serta pelayan jemaat. Ia mengelompokkan jemaat atas tiga kelompok  sesuai tugas pelayanannya. Ia juga memberi syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin atau penilik jemaat atau Gereja. Pertama, persyaratan bagi seorang penilik jemaat (episkopos). Ada sepuluh butir sifat positif yang harus dimilikinya: menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, peramah, pendamai, kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati anak-anak, mempunyai nama baik di luar jemaat. Ada juga enam butir sifat negatif yang harus dihindari: tidak bercacat,  bukan pemarah, bukan hamba uang, Janganlah ia seorang yang baru bertobat, janganlah orang yang sombong, jangan digugat orang. Maka syarat bagi seorang episkopos mencakup sepuluh butir positif dan enam butir negatif.


Kedua, di samping episkopos, Paulus juga memberikan persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang diaknos atau sang pelayan: Ia haruslah seorang yang terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur, jangan serakah, mampu memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci. Para diakon harus melewati ujian tertentu untuk menunjukkan bahwa mereka memang tidak bercacat dalam pelayanannya. Dalam keluarganya ia memiliki satu istri dan mengurus keluarganya dengan baik.


Ketiga, kaum wanita, dalam hal ini para isteri. Para isteri menurut Paulus, hendaklah merupakan orang terhormat, bukan pemfitnah, dapat menahan diri, dapat dipercaya dalam segala hal. Ketiga kelompok ini memiliki peran yang vital dalam kehidupan Gereja saat itu. Mereka diharapkan menunjukkan kebajikan-kebajikan di dalam hidup dan pelayanan mereka sesuai panggilan yang ditentukan Tuhan.


Mengapa Paulus perlu memberitahukan Timotius semua persyaratan ini? Karena Paulus mau supaya dalam menata jemaat, dibutuhkan orang-orang  yang sungguh-sungguh  memiliki bakat dan kemampuan yang baik untuk memajukan kehidupan bersama dalam jemaat. Para episkopos, diakonos dan kaum wanita haruslah memiliki iman kepada Kristus, hidup dalam keluarga yang baik dan kerelaan untuk melayani sesama. Hal-hal ini menjadi tuntutan tertentu bagi para pelayan Gereja. Pada zaman ini, semua persyaratan ini masih berlaku bagi para pengurus gereja baik sifatnya territorial maupun kategorial. Para pengurus Gereja adalah panutan banyak orang maka mereka hendaknya menjadi rasul atau utusan Tuhan bagi banyak orang.


Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil hari ini mewujudkan pelayanan yang membuktikan bahwa Dia adalah Allah orang-orang hidup. Dalam perjalanan ke kota Nain bersama para muridNya, mereka menemukan seorang pemuda yang baru saja meninggal dunia. Dia adalah anak tunggal dari seorang janda. Yesus tergerak hati oleh belaskasihan maka ia mendekat usungan jenasah, ia menyentuh jenasah itu dan berkata, “Hai pemuda, Aku berkata kepadamu, bagkitlah!” Anak muda itu pun bangkit dan Yesus memberikannya kepada ibunya. Semua orang takjub sekaligus memuji Allah. Mereka berkata bahwa seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah mereka. Tuhan juga mengunjungi umatNya.


Kisah pelayanan Yesus ini menarik perhatian kita. Pertama, Yesus menunjukkan belaskasih yang besar kepada janda itu. Janda itu sudah kehilangan suami dan satu-satunya harapan hidup adalah pada putranya. Sekarang putranya meninggal, kepada siapa lagi ia akan berharap. Tuhan datang pada saat yang tepat dan pertolongannya pun tepat waktu.Ia membangkitkan pemuda itu dan memberinya kepada ibunya. Dialah yang akan bekerja untuk melayani ibunya. Hal kedua yang kiranya menarik perhatian kita adalah pribadi Yesus sendiri. Ia berani menyentu jensah dan memberi komando untuk bangkit. Orang Yahudi tidak diperkenalkan menyentuh jenasah atau orang atau hewan yang berdarah-darah. Itu najis! Yesus membaharui pikiran banyak orang dengan menyentuh dan memberi hidup kepada orang yang sudah meninggal dunia. Dialah Allah orang hidup bukan Allah orang mati.


Sabda Tuhan pada hari ini sangat kaya maknanya bagi kita semua. Tuhan menghendaki agar kita semua menjadi pelayan-pelayanNya yang handal. Tentu saja syarat utamanya adalah kualitas diri kita sebagai orang beriman, yang siap untuk melayani semua orang, baik yang hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Orang yang masih hidup kita layani supaya sungguh-sungguh menjadi manusia. Orang yang sudah meninggal dunia kita doakan supaya mereka masuk ke Surga. Inilah wujud kasih kita kepada Tuhan dan sesama.


Doa: Tuhan, anugerahkanlah semangat pelayanan di dalam diri kami. Amen

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply