Renungan 20 September 2013

St. Andreas Kim Taegon dkk, Martir

Hari Jumat, Pekan Biasa XXIV
1Tim 6:2-12
Mzm 49:6-10.17-20
Luk 8:1-3
Ajarkanlah dan Nasihatkanlah!
Saya pernah mendampingi rekoleksi para orang tua. Pada kesempatan sharing bersama, ada seorang bapa membuat sharing yang sangat menyegarkan bagi para peserta rekoleksi. Ia memulai sharing-nya dengan mengatakan bahwa para orang tua itu adalah makhluk yang istimewa di hadapan Tuhan karena mereka ditentukan untuk beranak cucu dan memenuhi seluruh bumi. Salah satu tugas yang dipercayakan Allah kepada para orang tua adalah menjadi pendidik bagi anak-anak. Tugas ini memang tidak pernah dipelajari secara khusus di sekolah. Tuhanlah yang mengajarkannya di dalam hati para orang tua. Maka dari itu janganlah kita lalai dalam mengajar dan memberi nasihat kepada anak-anak. Setelah mengatakan hal-hal pokok ini lalu ia mengambil contoh pengalamannya sendiri, suka dan duka mendampingi anaknya. Setiap orang tua memang memiliki pengalaman tertentu dalam mendidik anak-anaknya. Mendidik anak itu menyukakan hati karena merupakan jawaban atas panggilan Tuhan sebagai orang tua. Tentu saja pengorbanan diri juga merupakan salah satu hal penting dalam mendidik dan membesarkan anak-anak. Pengorbanan diri itu juga mencakup waktu dan tenaga yang semuanya dikhususkan bagi anak-anak.
Dalam konteks hidup menggereja, para gembala juga merasakan panggilan istimewa dari Tuhan untuk melayaniNya. Tugas para gembala itu kiranya diilhami oleh tugas Kristus sendiri sebagai imam, nabi dan raja (gembala). Tugas sebagai imam berarti menjadi pemimpin ibadat. Tugas sebagai nabi dengan mewartakan Sabda Tuhan (homili). Tugas sebagai raja berarti menjadi pemimpin umat yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Ketiga tugas mulia ini sangatlah membutuhkan pengorbanan diri. Imam sebagai gembala umat tidak dapat melakukan tugas ini sendirian. Tuhan Yesus menyertainya, didukung oleh para umat sebagai domba-domba yang baik. Maka bentuk panggilan tertentu itu entah sebagai orang tua atau sebagai imam memiliki kekhasan tertentu yang dapat menjadikan orang yang menghayatinya menjadi kudus.

Pada hari ini kita mendengar wejangan St. Paulus yang indah bagi Timotius, anaknya. Paulus memulai wejangannya dengan berkata: “Ajarkanlah dan nasihatkanlah”. Timotius adalah seorang gembala yang bertugas mengajar dan menasihati umat untuk hidup layak di hadirat Tuhan. Mengapa Paulus menasihati Timotius untuk tekun mengajar dan memberi nasihat kepada jemaat? Karena jemaat atau umat Allah yang mendengar Injil saat itu juga banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran baru yang dapat mengaburkan iman mereka kepada Tuhan Yesus Kristus. Untuk itu Paulus mengharapkan Timotius untuk tekun dalam memberi pengajaran dan nasihat supaya dapat mengantar umat kepada kekudusan. 

Menurut Paulus, di kalangan jemaat saat itu ada yang berlagak sok tahu banyak tentang iman. Maka kepada Timotius ia berkata: “Jika ada orang yang mengajarkan ajaran yang berlawanan dengan ajaran Kristus, ajaran iman kita maka dia itu orang yang berlagak sok tahu padahal tidak tahu apa-apa”. Saya kira tipe orang seperti ini masih ada di dalam gereja kita saat ini. Banyak orang yang berlaku seperti orang yang tahu segalanya padahal sebenarnya tidak tahu apa-apa. Bagi Paulus, penyakit mereka yang sok tahu adalah mencari-cari soal dan bersilat kata, menyebabkan dengki, iri hati, fitnah, dan curiga, percekcokan antara orang-orang yang tidak lagi berfikiran sehat, yang kehilangan kebenaran, yang mengira agama itu suatu sumber keuntungan. 

Di samping sikap sok tahu yang dapat mencelakakan kebersamaan sebagai satu jemaat, Paulus juga menasihati Timotius supaya memberikan nasihat kepada jemaat untuk bijaksana di dalam menggunakan harta kekayaan. Secara sederhana Paulus mengatakan bahwa kita datang ke dunia tidak membawa apa-apa dan kita pun tidak akan membawa apa-apa ke luar. Sudah cukuplah memiliki makanan dan pakaian yang ada. Hanya saja masih ada juga jemaat yang gila harta sehingga dijerat oleh nafsu yang dapat membinasakan. Hal ini tentu berhubungan dengan uang maka  Paulus berkata: “Akar segala kejahatan adalah cinta uang. Karena memburu uanglah, maka beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa diri dengan berbagai-bagai penderitaan.”  (1Tim 6:10). 

Bagaimana mencapai kesempurnaan hidup? Paulus mengatakan tentang manusia Allah yang berarti mereka yang setia kepada Allah. Manusia Allah adalah mereka yang mampu menjauhi semua dosa dan salah, mengejar keadilan, takwa, kesetiaan, cinta kasih, kesabaran, dan kelembutan hati. Kebajikan-kebajikan ini patut dimiliki oleh setiap anak Allah. Orang yang hidup di hadirat Tuhan Allah dengan memiliki semua kebajikan yang ada, akan berjalan dalam jalan kekudusan. Ia dapat bersatu dengan Allah selama-lamanya. Sungguh, “Berbahagialah yang hidup miskin terdorong oleh Roh Kudus, sebab bagi merekalah Kerajaan Allah”. (Mat 5:3).  

Yesus di dalam bacaan Injil berkeliling dan berbuat baik. Para muridNya menyertai Dia. Demikian juga ada beberapa orang wanita yang setia mengikuti dan melayaniNya dengan kekayaan mereka. Para wanita yang melayani Tuhan Yesus, semuanya sudah mengalami kasihNya: Maria Magdalena, dibebaskan dari tujuh setan, Yohana  dan Susana. Tentu saja wanita nomor satunya adalah Bunda Maria. Para wanita ini menjadi model bagi para pelayan Tuhan. Mereka sudah mengalami kasihNya maka mereka pun melayani tanpa membuat perhitungan tertentu. Kadang kita sekarang masih melayani Tuhan dengan perhitungan tertentu. Pada hari ini kita juga belajar dari para martir dari Korea yang memberi diri sampai tuntas untuk Tuhan Uesus.  St. Andreas Kim Taegon dengan bangga menulis: “Kita telah menerima sakramen baptis, masuk dalam pelukan gereja, serta menerima kehormatan di sebut sebagai umat Kristiani” Para martir Korea mengasihi Tuhan Yesus sampai tuntas. 

Sabda Tuhan pada hari ini mengoreksi kita untuk melepaskan

diri dari sikap sok tahu. Orang yang sok tahu tentang iman hanya menimbulkan perpecahan di dalam komunitas Gereja. Mata kita sebaiknya diarahkan kepada Kristus yang mengasihi sampai tuntas. Dari Dialah kita belajar keadilan, takwa, kesetiaan, cinta kasih, kesabaran, dan kelembutan hati. Apakah kita dapat menyerupai Kristus? Ya, bersama Dia kita pasti bisa. Mari kita saling mengajar dan menasihati satu sama lain sebagai saudara di dalam Kristus. Jalan kekudusan adalah jalan kita bersama.

Doa: Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur kepadaMu karena cintaMu kepada kami kekal selamanya. Semoga kami juga menyerupai Engkau. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply