Homili Hari Minggu Biasa XXV/C – 2013

Hari Minggu Biasa XXV/C

Am 8:4-7

 Mzm 131: 1-2.4-6.7-8

 1Tim 2:1-8

 Luk 16:1-13

 

Mengabdilah kepada  Allah

 
Pada suatu kesempatan saya diundang untuk mengikuti perayaan Ekaristi syukur 40 tahun seorang Bapa yang mengabdikan dirinya sebagai koster di sebuah gereja stasi terpencil. Tentu saja perayaan syukur seperti ini jarang dirayakan karena mungkin jarang orang mengabdikan diri secara total untuk Tuhan dan umat seperti ini. Bapa itu menceritakan pengalamannya bahwa ia pertama kali menjadi koster sejak masih berusia 20 tahun. Ia melayani gereja dengan banyak tugas yang dipercayakan kepadanya seperti membunyikan lonceng untuk doa Angelus sebanyak tiga kali sehari, menyiapkan bahan-bahan untuk perayaan Ekaristi dan sakramen lainnya, melatih misdinar, pernah menjadi prodiakon, menjadi juru bicara pastor ketika pastornya berhalangan misa di tempat-tempat tertentu dan masih banyak tugas pelayanan yang ia lakukan untuk melayani umat di gereja stasi tersebut. Para imam boleh berganti tempat tugas, tetapi kosternya tetap sama. Di usianya yang ke-60 ini ia bersyukur atas pengabdiannya kepada Tuhan selama 40 tahun sebagai koster. Bapa Uskup menyapa koster tersebut “Uskup dari para koster”.

Panggilan dasar manusia adalah untuk mengabdi kepada Allah di dalam hidupnya. Supaya menjadi abdi Tuhan Allah yang baik maka setiap pribadi diharapkan untuk menjadi orang yang setia hari demi hari. Kisah bapak yang menjadi koster selama 40 tahun menunjukkan bahwa dia adalah orang yang sungguh setia karena menjadi koster itu tidak mendapat honor apa pun dari gereja. Ia sukarela mengabdi Tuhan dan sesama. Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini memberi sebuah perumpamaan yang sangat menarik. Ia menceritakan tentang keadaan seorang bendahara dari seorang tuan yang kaya. Tuannya mendengar tuduhan bahwa sang bendahara memboroskan hartanya. Ia memanggil bendahara itu dan meminta pertanggungjawaban sekaligus memberi tahu pemecatannya. Oleh karena itu sang bendahara membuat pertimbangan dalam hatinya mengenai apa yang harus diperbuatnya setelah ia dipecat. Ia juga merasa sulit untuk melakukan pekerjaan fisik yang berat. Oleh karena itu ia membuat strategi untuk membantu orang-orang yang berutang kepada tuannya dengan membuat surat utang yang nilainya lebih rendah dari yang sebenarnya. Karena sikap licik dan curang bendahara ini maka ia yang tadinya dicela dan hendak dipecat oleh tuannya, kini ia malah dipuji karena perbuatannya yang bijaksana.
 

Bendahara (oikonomos) dalam kisah ini bukanlah bendahara yang kerjanya hanya menerima uang tetapi lebih sebagai manager yang mengelola harta kekayaan tuannya yang kaya raya. Mungkin harta yang dimiliki adalah tanah yang luas yang dapat disewakan sehingga menghasilkan gandum, dan zaitun. Ia dikatakan bendahara yang tidak jujur karena memboroskan harta milik tuannya yang kaya raya ini dan lebih lagi membuat kecurangan dengan mengurangi utang lewatsurat-surat utang dari orang yang berutang kepada tuannya. Ia berlaku tidak benar dan dipecat. Dalam situasi yang terdesak seperti ini, ia melakukan sebuah tindakan yang bijaksana dan terpuji yakni tanpa merugikan tuannya ia mengambil hati orang yang berhutang kepada tuannya dengan menghapus bagian utang yang menjadi jatahnya sendiri. Dengan demikian ia mendapat sahabat-sahabat yang akan menerima dia setelah dipecat tuannya.

 

 

Dari bendahara ini kita mengambil kebijaksanaan yang dialaminya. Kita juga setiap saat dapat dipanggil oleh Tuhan untuk memberi pertanggungjawaban. Untuk itu kita perlu membangun persahabatan yang dapat membantu kita untuk mencapai kekudusan. Tentu saja kita tidak belajar untuk membuat kecurangan-kecurangan tertentu seperti sang bendahara ini. Tuhan menasihati kita untuk menjadi abdi yang setia dalam perkara-perkara yang kecil sehingga dapat setia juga dalam perkara-perkara yang besar. Karena apabila kita berlaku tidak benar dalam perkara-perkara yang kecil, kita juga tidak benar dalam perkara-perkara yang besar. Hal yang harus kita hindari adalah godaan terhadap harta benda yang ada di sekitar kita. Banyak orang menjadikan harta benda sebagai tujuan utama di dalam hidupnya padahal harta benda itu adalah sarana untuk mengabdi Allah. Kita dipanggil untuk mengabdi Tuhan dengan setia selama-lamanya.

 

Perilaku yang curang atau tidak jujur pernah dikecam oleh Amos di dalam bacaan pertama. Para pedagang mengejar keuntungan finasial yang besar terhadap orang-orang-orang miskin. Amos menulis: “Dengarlah hai kamu yang menginjak-injak orang miskin dan membinasakan orang-orang sengsara di negeri ini, dan berpikir, ‘Kapan pesta bulan baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum; kapan hari Sabat berlalu supaya kita boleh berdagang terigu; kita akan memperkecil takaran, menaikan harga dan menipu dengan neraca palsu; kita akan membeli orang papa karena uang dan membeli orang miskin karena sepasang kasut, kita akan menjual terigu tua”. Kecaman Amos ini masih berlaku hingga saat ini. Dalam masyarakat kita masih banyak orang yang berlaku tidak adil terhadap orang-orang kecil. Ada yang mencari keuntungan berlipat ganda tanpa memperhatikan orang-orang kecil yang sangat membutuhkan. Kita seharusnya memiliki sikap jujur dan adil sebagai bentuk pengabdian terhadap masyarakat.

 

 

St. Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan Timotius dan jemaat yang dilayaninya untuk memanjatkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur kepada Allah bagi semua orang, pemerintah dan penguasa supaya kita dapat hidup aman dan tentram dalam segala kesalehan dan kehormatan. Para pemerintah dan penguasa patut didoakan karena mereka dipanggil Tuhan untuk mengabdikan diri bagi masyarakat banyak. Masalahnya adalah pada manusianya yang memerintah. Banyak kali ia lupa diri sehingga lebih memperioritaskan dirinya sendiri dari pada orang lain. Banyak kali pemerintah juga terlalu bersikap egois dan berlaku curang untuk kebaikan dirinya.

 

 

Sabda Tuhan pada hari Minggu Biasa ke-25 ini mengarahkan kita untuk hidup sebagai orang bijaksana. Ciri khas orang bijaksana dalam bacaan-bacaan suci adalah memiliki visi ke depan yang jelas, terutama bagaimana dari sekarang ia berusaha memupuk persahabatan yang baik untuk mencapai keselamatan kekal. Tentu saja hal praktis yang dapat dilakukan adalah mempraktikkan keadilan dan cinta kasih kepada semua orang. Apakah kita saat ini juga menjadi orang-orang jujur dan tidak berlaku curang? Banyak di antara kita masih memiliki hobi berlaku curang terhadap orang lain orang demi kebaikan dirinya sendiri. Mari kita berubah menjadi abdi-abdi Tuhan yang jujur dan adil serta setia selamanya.

 

 

Doa: Tuhan Yesus, bantulah kami untuk bertumbuh sebagai pribadi yang jujur dan adil. Amen

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply