Renungan 8 Oktober 2013

Hari Selasa, Pekan Biasa XXVII

Yun 3:1-10

Mzm 130:1-2.3-4ab.7-8

Luk 10:38-42


Menjadi tanda dan pembawa pertobatan


Merenungkan kembali kisah Yunus di dalam Kitab Yunus. Dia seorang yang benar di hadapan Tuhan. Oleh karena itu Tuhan memilih dan mengutusnya ke Niniwe untuk menyerukan pertobatan kepada orang-orang Niniwe. Tetapi saja Yunus tidak memahami rencana Tuhan. Maka ia berusaha menjauh dari Tuhan tetapi mata Tuhan tertuju kepadanya. Ia mau bersembunyi tetapi Tuhan tetap melihatnya. Yunus disadarkan dan kembali kepada Tuhan setelah berada di dalam perut ikan selama tiga hari dan tiga malam. Nama Yunus berarti Merpati. Merpati itu adalah simbol pembawa pesan atau berita. Maka Yunus juga menjadi pembawa pesan pertobatan bagi bangsa Niniwe yang sudah jatuh atau berjalan begitu jauh dari Tuhan.


Meskipun perintah pertama Tuhan kepada Yunus gagal karena Yunus menjauhkan dirinya dari Tuhan, namun Tuhan masih menunjukkan kesabaranNya. Untuk kedua kalinya Tuhan menyuruh Yunus untuk bangun dan berangkat. Ini sebuah komando yang sifatnya imperative kategoris. Yunus memahami perintah Tuhan dan kali ini ia mengikutinya. Ketika tiba di Niniwe, ia menyerukan pertobatan dengan berkata: “Empat puluh hari lagi maka Niniwe akan dijungkirbalikkan”. Orang-orang Niniwe yang mendengar warta pertobatan ini menunjukkan perkabungannya. Raja mengenakkan kain kabung dan duduk di atas abu. Ia meminta kepada seluruh rakyat untuk berpuasa dan mengenakkan kain kabung. Semua ternak juga berpuasa. Dengan melakukan pertobatan masal ini maka Niniwe terlepas dari hukuman Tuhan. Semua penduduknya berbalik kepada Allah. Tuhan Allah pun menyesal terhadap rencana untuk memusnahkan mereka.


Kisah Yunus ini menyadarkan kita bahwa dalam situasi hidup yang nyata, kita juga dipanggil Tuhan untuk menjadi merpati, pembawa tanda dan cinta kasih serta pertobatan bagi saudara-saudara yang membutuhkan peneguhan dan pertobatan. Banyak kali kita kurang percaya diri dan menjauh dari Tuhan. Kita berusaha membenarkan diri atau mengadili diri di hadapan Tuhan bahwa diri kita belum mampu, masih muda, belum berpengalaman, tidak layak.  Tuhan menaruh kepercayaan kepada kita dan memberi sebuah tugas perutusan tertentu karena Ia mengetahui kemampuan kita. Kita meragukan kemampuan kita tetapi Tuhan tidak meragukan kemampuan yang kita miliki. Oleh karena itu dengan kisah Yunus ini kita seharusnya merasa diberkati dan dimampukan hari demi hari oleh Tuhan untuk menjadi tanda dan pembawa kabar sukacita bagi sesama.


Warta pertobatan juga didengar oleh semua orang karena Tuhan sendiri bekerja di dalam Yunus. Raja Niniwe adalah teladan dan motivator bagi seluruh negeri. Dialah yang memerintahkan perkabungan dan menunjukkannya dengan mengoyakkan jubahnya, mengenakkan kain kabung dan duduk di atas abu. Semua orang bahkan ternak juga diajak bertobat. Gerakan pertobatan masal seperti ini membuat hati Tuhan juga menyesal. Tuhan yang tadinya mau menunjukkan murkanya mengatakan penyesalan karena sudah terlanjur merancang penghancuran Niniwe. Kita pun dapat mempertobatkan sesama kalau kita sendiri sudah melakukan dan merasakan pertobatan. Kita merasa bahwa Tuhan maharahim dan mengasihi kita apa adanya. Dengan demikian kita juga melakukan hal yang sama kepada orang lain.

Di dalam bacaan Injil, kita bertemu dengan Yesus yang sedang dalam perjalanan ke Yerusalem dan singgah di rumah Martha. Martha memiliki saudari bernama Maria dan saudara bernama Lazarus. Nama Martha berarti Nyonya yang empunya rumah atau ibu rumah tangga. Maka wajarlah ketika ada tamu yang datang ia pasti menyibukkan dirinya untuk melayani. Ia akan mengerahkan segala kekuatan untuk melakukan yang terbaik bagi para tamu atau siapa saja yang datang ke rumahnya. Hal ini ditunjukkannya ketika ia sibuk menyiapkan segala sesuatu untuk melayani Yesus dan murid-muridNya. Martha memiliki banyak urusan, pikirannya kacau sehingga menyusahkan dirinya. Ia berpikir bahwa  makanan dan minuman itu seolah-olah merupakan hal esensial dalam kun jungan Tuhan. Kecemasan yang berlebihan dapan menghimpit pertumbuhan iman.

Berbeda dengan Maria. Maria berarti “dia memiliki kasih yang besar”. Ia duduk di dekat kaki Yesus dan mendengar semua perkataan yang keluar dari mulut Yesus. Yesus bahkan mengatakan bahwa Maria memilih yang terbaik yang tidak akan diambil dari padanya. Maria mendengar Sabda, menyimpan di dalam hati dan melakukannya dalam ketekunan. Jadi kasih kepada Tuhan bukan menyangkut perasaan kasih tetapi kemampuan untuk mendengar, menyimpan dan melaksanakan SabdaNya.

Tentu saja Yesus tidak bermaksud memojokkan Martha sebagai Nyonya rumah dan lebih memihak Maria. Kedua sahabat Yesus ini melayani Tuhan dengan cara yang berbeda-beda. Martha menunjukkan cintanya kepada Tuhan dengan sibuk melayani dalam wujud karya nyata. Maria melayani Tuhan dengan kasihnya, kemampuannya untuk mendengar Tuhan. Kita pun melayani Tuhan dengan cara-cara tertentu. Hal yang kiranya perlu kita perhatikan adalah tidak menyibukan diri sampai melupakan Tuhan yang seharusnya kita layani. Kamu dipanggil untuk melayani maka layanilah dengan tulus ikhlas.

Doa: Tuhan, terima kasih atas anugerah pertobatan yang Engkau limpahkan kepada kami. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply