Renungan 16 Oktober 2013

Hari Rabu, Pekan Biasa XXVIII

Rm 2:1-11
Mzm 62: 2-3.6-7.9
Luk 11:42-46
Jangan menghakimi Saudaramu!
Santo Paulus sudah mengajak kita untuk memiliki iman yang kuat kepada Tuhan dan percaya kepada Injil yang memiliki kuasa untuk menyelamatkan. Pertanyaan bagi kita adalah apakah kita memiliki iman dan kepercayaan kepada Tuhan? Apakah  kita sudah sedang bertumbuh dalam iman dan percaya kepada Injil? Dua hal yang dikatakan Paulus ini yakni iman dan Injil memang menjadi dasar yang kuat di dalam hidup kristiani. Dengan mengesampingkan Iman dan Injil akan menjauhkan kita dari hidup kristiani yang sebenarnya yakni hidup di dalam Kristus. 

Pada hari ini Paulus menyoroti hidup sosial atau hidup bersama dengan orang lain. Ia mengajak orang-orang Yahudi di Roma untuk mengubah kebiasaan menghakimi atau menilai orang lain secara sepihak menjadi pribadi yang terbuka untuk menerima semua orang apa adanya. Ia menulis: “Hai manusia, siapapun juga engkau, kalau menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari kesalahan. Sebab dalam menghakimi orang lain, engkau pun menghakimi dirimu sendiri karena engkau melakukan hal-hal yang sama yang dilakukan oleh orang lain”. Pada waktu itu orang-orang Yahudi sudah punya pikiran bahwa Tuhan akan mengadili dunia dan bahwa mereka status quo, akan memperoleh keselamatan. Paulus memang mengetahui keadaan komunitas di Roma. Ada orang Yahudi yang merasa bahwa agama Yahudi itu paling benar. Memang ketika orang memiliki pengetahuan yang luas tentang agamanya, ia dapat memiliki kecenderungan untuk membenarkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan jemaatnya.  

Perkataan Paulus ini sesuai dengan apa yang sudah dikatakan Yesus di dalam Injil. Ia berkata: “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi” (Mat 7:1). Sedangkan di dalam Injil Yohanes Ia berkata, “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil” (Yoh 7:24). Kebiasaan menghakimi atau menilai sesama kadang-kadang memang sangat subjektif. Ketika memandang seseorang yang nampak di hadapan kita selalu ada kecenderungan untuk menilai orang tersebut dari tampilan luarnya. Di dalam film tertentu misalnya, orang yang berkulit hitam selalu menjadi simbol orang jahat dan biasanya gugur lebih dahulu. Orang berkulit putih dianggap lebih berbudaya, lebih baik dan menjadi kebal dalam hidup. Inilah contoh nyata membangun image yang  keliru terhadap sesama. Maka Paulus mengajak kita supaya jangan menghakimi sesama dengan hanya memandang tampilan yang kelihatan saja. Kita harus berani masuk di dalam kehidupan sesama, mengenalnya lebih dalam dan berbicara dengan hidupnya.

Mengapa kita tidak boleh menghakimi sesama? Paulus melihat bahwa hukuman Allah akan menimpa semua orang yang melakukan kesalahan yang sama. Tidak ada orang yang meluputkan dirinya di hadapan Tuhan Allah. Ada orang yang banyak kali berpikir bahwa dia akan luput dari hukuman atas dosa-dosanya dan hanya orang yang dihakimi dalam pikiran dan perkataan itu yang mendapatkannya. Menurut Paulus, hal itu tidak akan terjadi. Kalau orang melakukan dosa dan salah sama dengan yang dilakukan oleh orang lain maka hukumannya juga tetap sama. Untuk itu manusia membutuhkan kemurahan Tuhan. Kemurahan hati Tuhan menuntun kepada pertobatan. Haruslah diingat bahwa Tuhan membalas setiap orang menurut perbutannya.
Pada akhirnya, Paulus meyakinkan jemaat di Roma bahwa hidup kekal akan diberikan kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, yang mencari kemuliaan, kehormatan dan kebakaan. Tetapi murka dan geram akan diberikan kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan kepada kelaliman. Orang-orang jahat dan lalim akan mengalami penderitaan dan kesesakan. Semua orang yang berbuat baik akan mengalami kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera. Bagi Paulus, keadilan Tuhan terletak pada sikapNya yang tidak memandang bulu. 
Paulus membuka pikiran kita untuk menghancurkan kebiasaan-kebiasaan tertentu yang dianggap kebiasaan baik, ternyata berdampak buruk bagi sesama. Kita memiliki kecenderungan untuk pandai menilai orang dari penampilan luarnya dan menghakimi sesuai dengan kategori pemikiran kita. Padahal belum tentu orang itu seperti yang kita pikirkan. Banyak apa yang dia atau mereka lakukan, itu juga yang kita lakukan sebagai perbuatan dosa dan salah. Oleh karena itu kita perlu berubah atau membaharui diri untuk tidak menghakimi sesama karena kita juga manusia yang lemah, yang memiliki banyak dosa dan salah yang sama dengan orang lain.

Sikap orang-orang Yahudi di Roma yang pandai menghakimi sesama juga sudah dialami oleh Tuhan Yesus. Orang-orang yang merasa diri memiliki kekuasaan tertentu bertindak sesuka hatinya sehingga mengesampingkan keadilan dan kasih. Yesus menurut Penginjil Lukas mengecam orang-orang Farisi yang bersikap munafik.  Mereka membayar untuk Bait Allah persepuluhan tetapi mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Orang-orang Farisi terkutuk karena mereka juga gila hormat: di pasar dan di tempat terhormat. Mereka ibarat kubur yang di luar bagus tetapi di dalamnya berbau busuk. Yesus juga mengecam para ahli Taurat  yang suka meletakkan beban yang tidak mereka pikul ke pundak orang lain untuk dipikul.

Yesus juga mengecam kita semua saat ini karena kebiasaan-kebiasaan buruk yang kita
benarkan sebagai kebiasaan baik. Ada yang suka memperhatikan dan memperhitungkan kesalahan-kesalahan sesama dan lupa diri bahwa ia juga orang berdosa. Sebaiknya kita menerima semua orang apa adanya dan berbuat baik kepada mereka. Ada juga di antara kita yang menjadi orang farisi modern. Hidupnya diliputi oleh kemunafikan sehingga meniadakan prinsip-prinsip keadilan dan cinta kasih. Pada hari ini Tuhan mengajak kita untuk bertobat dan membaharui diri kita. Serahkanlah semuanya kepada Tuhan dan biarlah ia yang mengatur segalanya. Ia yang memulai, Ia juga yang menyempurnakan segalanya.

Doa: Tuhan Yesus, kami berterima kasih kepadaMu karena Engkau membuka hati kami untuk bertobat dan membaharui diri kami. Semoga hari demi hari kami dapat bertobat dan mengalami kerahimanMu. Amen

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply