Homili Hari Raya Hati Yesus Yang Mahakudus/A

Sacro Cuore di Gesu’
Ul. 7:6-11
Mzm. 103:1-2,3-4,6-7,8,10
1Yoh. 4:7-16
Mat. 11:25-30

Hati Yesus Menunjukkan Allah itu Kasih!

Fr. JohnHimne dalam ibadat Brevir pagi ini di komunitasku adalah “Ya hati Yesus raja cinta”. Para konfrater menyanyikannya dengan semangat tinggi di Hari Raya Hati Yesus Yang Mahakudus ini. Saya sendiri tertarik dengan beberapa kalimat dari lirik lagu ini karena sangat inspiratif: “Ya hati Yesus raja cinta, ditembusi tombak bengis. Yang rela menanggung sengsara, demi selamat dunia. Aduhai cinta yang abadi betapa Kau dihina. Ampunilah kami ya Tuhan, sebab besarlah kasihMu. Ya hati Yesus raja cinta, sumber kasih yang abadi. Dengan darahMu yang terindah, Kau pulihkan dosa kami… ” Kita semua merayakan hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus untuk mengingat kembali kasih Tuhan Yesus yang tiada batasnya bagi kita. Ia mengasihi kita tanpa batas dengan rela menaggung sengsara, rela dihina dan menumpahkan darahNya yang Mahaindah di atas kayu salib.

Dalam sejarah Gereja, devosi kepada Hati Yesus yang Mahakudus mulai berkembang sejak abad ke-11. Devosi ini pada mulanya lebih bersifat perorangan. Pada tanggal 31 Agustus 1670, di Renes, Prancis, devosi ini berkembang menjadi sebuah perayaan besar yang dipopulerkan oleh Yohanes Eudes (1602-1680). Devosi ini lebih berkembang lagi ketika St. Margaretha Maria Alacoque (1647-1690) mendapat sebuah penglihatan dari Tuhan Yesus, dimana Tuhan Yesus  memerintahkannya untuk merayakan Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus pada hari Jumat dalam oktaf Hari Raya Corpus Christi. Perayaan ini merupakan ungkapan terima kasih manusia kepada Tuhan Yesus karena pengurbananNya demi keselamatan kita. Hati Kudus disini bukan hanya terbatas pada Hati-Nya secara fisik, tetapi juga kasih-Nya bagi kita semua. Pada tahun 1856, Paus Pius IX, atas permintaan para uskup Prancis, memperluas perayaan ini di dalam Gereja katolik.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari raya ini mengajak kita untuk memahami kasih Tuhan yang tiada batasnya dan tiada putusnya dalam diri Yesus Kristus bagi kita. Penginjil Matius melaporkan bahwa pada suatu kesempatan Yesus mengungkapkan rasa syukurNya kepada Bapa: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.” (Mat 11:25). Tuhan Yesus mengatakan rasa syukurNya kepada Bapa karena kebijaksanaanNya di dalam diri Yesus dinyatakan juga kepada para murid yang sederhana. Mereka adalah orang kecil bukan orang bijak dan pandai. Di dalam kesederhanaan para muridNya, Tuhan Yesus menghadirkan Kerajaan Allah dan bagi mereka inilah yang berkenan bagi Tuhan.

Tuhan Yesus juga bersyukur karena semua murid itu “ditarik oleh Bapa” (Yoh 6:44) dan diserahkan kepadaNya. Ia berkata: “Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.” (Mat 11:27). Di sini kita melihat adanya persekutuan yang mendalam antara Bapa dan Putera. Bapa mengenal Anak dan Anak mengenal Bapa. Persekutuan juga terjadi dengan orang-orang yang berkenan kepadaNya.

Siapakah orang-orang yang berkenan kepada Tuhan? Mereka adalah orang-orang yang letih lesu dan berbeban berat. Mereka yang memiliki pergumulan hidup, mereka yang berhadapan dengan masalah yang datang silih berganti. Kelompok orang ini tidak dapat berdiri sendiri. Mereka membutuhkan kasih Tuhan karena terlepas dari Tuhan, mereka tidak dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5). Itu sebabnya Yesus berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.” (Mat 11:28-30).

Di dalam bacaan pertama, kita mendapat gambaran relasi yang akrab antara Tuhan dan umat kesayanganNya. Tuhan berkata: “Sebab engkaulah umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh Tuhan, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya.” (Ul 7:6). Israel menjadi bangsa terpilih dan selamanya disayangi Tuhan. Berkali-kali mereka berkeras hati tetapi Tuhan tetapi memperhatikan mereka. Tuhan tetap mengasihi dan memegang sumpahNya di hadapan umat Israel. Tuhan juga setia kepada umat yang mengasihiNya dan membalas setimpal orang yang membenciNya. Kita merayakan hari Raya hati kudus berarti merayakan cinta kasih Tuhan. Dialah Allah yang tidak pernah ingkar janji. Sebagai manusia kita berkali-kali ingkar janji, tetapi Tuhan tidak pernah melakukannya bagi manusia. Dialah Allah yang hidup dan mengasihi.

Dalam bacaan kedua, Yohanes memperkenalkan identitas Allah sebagai kasih. Kita diharapkan hidup saling mengasihi karen kasih itu berasal dari Allah. Dialah yang pertama-tama mengasihi kita. Oleh karena itu apabilah orang hidup saling mengasihi berarti ia berasal dari Allah, kalau orang hidup tidak saling mengasihi maka dia bukan berasal dari Allah. Ia tidak mengenal Allah sebab Allah adalah kasih. Kasih Allah menjadi nyata dan sempurna di dalam diri Yesus Kristus. Yesus bertugas untuk mendamaikan manusia dengan Allah melalui paskahNya.

Mari kita melihat diri kita masing-masing. Masing-masing kita memiliki beban-beban tertentu di dalam hidup. Terkadang beban hidup itu menghalangi kita untuk berjumpa dengan Tuhan. Mengapa? Karena kita sombong, tidak rendah hati di hadirat Tuhan. Tuhan sendiri mengatakan kepada kita untuk memikul kuk sebagai tanda ketaatan kepada Tuhan dan belajar dariNya. Meskipun sebagai Anak Allah, Ia rela merendahkan diriNya untuk keselamatan manusia. Ia tidak pernah membuat perhitungan apa pun ketika mewujudkan kasihNya sampai tuntas. Sungguh, Allah adalah kasih!

Doa: Tuhan, terima kasih karena kasihMu yang tiada batasnya bagi kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply