Homili 22 Oktober 2015

Hari Kamis, Pekan Biasa XXIX
Rm. 6:19-23
Mzm. 1:1-2,3,4,6
Luk. 12:49-53

Aku datang untuk melemparkan api ke bumi

imageAda seorang sahabat sedang berdomisili di Kalimantan. Ia mengirim pesan kepada saya, berita tentang musibah asap di kampung halamannya seperti ini: “Ada api maka ada asap. Ini pepatah lama yang sedang kami alami saat ini. Semua orang panik menyaksikan keadaan alam di pulau kami yang begitu parah. Kegiatan-kegiatan harian masyarakat nyaris lumpuh total. Anak-anak sekolah tidak bisa bersekolah sebagaimana biasanya. Ada juga saudara-saudari yang kehilangan nyawanya karena asap dari kebakaran hutan. Semuanya ini hanya karena ulah oknum-oknum tertentu yang tamak, tidak berhati nurani dan tidak bertanggung jawab. Pada hari ini ketika membaca Injil, Tuhan Yesus berkata: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi” membuat saya kaget dan kembali ke trauma yang selama ini saya rasakan yakni api yang dilempar orang di hutan dan dampaknya bagi kami.” Saya merenungkan pesan sahabat ini dan membayangkan betapa sulitnya kehidupan saudara-saudara di Kalimantan dan Sumatera saat ini. Pernafasan mereka sangat terganggu, sehingga wajar kalau mereka juga marah kepada orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Dalam bacaan Injil hari ini, Tuhan Yesus berkata terus terang kepada para murid-Nya dan mungkin menimbulkan kekagetan kepada mereka. Ia berkata, “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala!” (Luk. 17:49). Pertanyaan kita adalah apa maksud api dalam pikiran Tuhan Yesus Kristus? Di dalam Kitab Suci, terdapat berbagai pengertian tentang api. Api dari Tuhan adalah Sabda-Nya yang memurnikan dan menguduskan manusia. Di dalam Kitab Suci, api selalu menjadi simbol penting Allah dan tindakan-Nya di dunia dan dalam kehidupan masyarakat. Misalnya, Allah sering menunjukkan diri-Nya dalam wujud api. Musa mengalami kehadiran Allah dalam penglihatannya tentang semak belukar yang bernyala-nyala tetapi tidak terbakar (Kel. 3:2).

Tuhan Allah senantiasa meyakinkan umat Ibrani akan kehadiran-Nya yang tetap, terus menerus di tengah-tengah mereka. Ia hadir, membimbing dan melindungi mereka di padang gurun selama empat puluh tahun dalam bentuk tiang api pada malam hari, dan tiang awan pada siang hari (Kel 13:21-22). Nabi Elia memohon supaya Tuhan menurunkan api dari langit untuk menunjukkan kehadiran Allah dan kuasa-Nya untuk memurnikan umat Israel dari berhala-berhala mereka (1Raj 18:36-39). Api menjadi simbol kemuliaan Tuhan (Yeh 1:4.13) dan kekudusan-Nya (Ul 4:24), kehadian-Nya untuk melindungi (2Raj 6:17), keadilan-Nya (Za 13:9), kekudusan melawan dosa (Yes 66:15-16).

Api juga menjadi simbol kehadiran dan kuasa Roh Kudus. Yohanes Pembaptis mengatakan bahwa Yesus akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api (Mat. 13:11-12; Luk 3: 16-17). Pada hari Raya Pentekoste, Roh Kudus dalam bentuk lidah-lidah api turun ke atas kepada para rasul dan Bunda Maria (Kis 2:3). Dari Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kita mendapat pemahaman bahwa Api dari Tuhan itu menguduskan dan memurnikan hidup kita. Semua dosa kita dihapus dan hidup kita semakin layak dan berkenan kepada-Nya.

Selanjutnya, Tuhan Yesus berkata: “Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung!” (Luk 12:50). Yesus terus terang mengatakan tentang masa depan-Nya. Ia merupakan pemimpin yang siap untuk menderita, sengsara, wafat dan bangkit demi keselamatan banyak orang. Yesus sendiri mengalami pembaptisan dengan api, artinya untuk menyelamatkan manusia maka Ia harus wafat di kayu salib. Kita mengalami pembaptisan dengan api dalam membangun pertobatan, pemurnian hidup kita hari demi hari. Jadi pembaptisan yang benar adalah pembaptisan dengan api untuk memasuki kematian dan nantinya kehidupan kekal sebagai jaminannya. Pembaptisan dengan air dan dengan Roh Kudus merupakan persiapan (Rm. 6:3-5).

Tuhan Yesus juga mengatakan bahwa Ia datang untuk membawa perpecahan bagi bangsa-bangsa dan juga di dalam keluarga masing-masing. Hal ini tentu berbeda dengan harapan dari banyak orang. Orang mengharapkan ketenangan dan kedamaian dari Tuhan. Perkataan Yesus ini tentu mengecewakan para murid karena harapan mereka berbeda dengan harapan Tuhan sendiri. Lihatah bahwa manusia hanya sampai pada tahap menyangka, tetapi Tuhan tetap hadir untuk menyempurnakannya. Tuhan Yesus sudah tahu bahwa akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya. (Luk. 12:54-55). Situasi ini sudah sedang dialami di dalam keluarga-keluarga kristen.

Apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus mengetahui berbagai kelemahan jemaat di Roma. Kelemahan yang dominan adalah ketidakberdayaan umat untuk maka ia berkata: “Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan. Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.” (Rm 6:19-20). Perkataan Paulus ini tidak mengada-ada tetapi berdasarkan fakta. Banyak orang mencemarkan dirinya untuk hiburan dan barang duniawi. Hal yang diusahakan adalah tetap menjaga kekudusan tubuh.

Semangat pertobatan harus tetap dibangun di dalam keluarga. Ada pertentangan-perentangan tertentu yang digambarkan di dalam bacaan Injil. Namun satu hal yang selalu harus diingat adalah kasih karunia Tuhan tetap menjadi kekuatan. Kasih karunia itu yang memerdekakan kita dari noda dosa. Kita akan mati dan ini adalah sebuah kepastian namun kasih karunia Allah yakni hidup yang kekal di dalam Kristus akan tetap menjadi harapan kita sebagai umat beriman.

Sabda Tuhan pada hari ini memampukan kita semua untuk patuh dan setia kepada Tuhan dan kehendak-Nya. Api suci-Nya menguduskan kita semua. Kita semua akan mati dan mengalami hidup kekal sebagaimana dijanjikan Tuhan sendiri. Dialah yang memberi api, Roh-Nya yang kudus. Semoga Roh-Nya menguatkan dan menghidup kita semua. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply