Homili 14 November 2015

Hari Sabtu, Pekan Biasa XXXII
Keb. 18:14-16,19:6-9
Mzm. 105:2-3,36-37,42-43
Luk. 18:1-8

Jangan malas berdoa

imageGuru agamaku di bangku Sekolah Dasar (SD) adalah seorang guru yang baik. Ia selalu mengulangi nasihat ini kepada kami usai pelajaran agama Katolik: “Jangan malas berdoa ya”. Nasihat semacam ini bagi seorang siswa Sekolah Dasar adalah sebuah perintah yang harus dijalankan setiap hari. Nasihat ini lalu menjadi sebuah kebiasaan baik yang tertanam di dalam pikiran kami semua. Apa yang kami rasakan saat itu? Berdoa secara pribadi atau berdoa bersama merupakan sebuah kebiasaan sekaligus sebuah kebutuhan. Saya pernah bertemu dengan guru agama itu setelah menjadi pastor untuk berterima kasih karena nasihatnya yang sederhana ini sudah berbuah di dalam diriku. Pada saat ini kalimat “Jangan malas berdoa” tetap memiliki kekuatan untuk mengingatkan banyak orang supaya mengarahkan hati dan pikirannya kepada Tuhan.

Banyak orang memiliki prinsip bisa berdoa kalau membutuhkan Tuhan atau kalau sedang mengalami persoalan di dalam hidupnya. Apabila mereka belum membutuhkan Tuhan atau tidak mengalami persoalan tertentu, mereka juga tidak berdoa. Atau kalau sekalipun berdoa, orang itu tidak berkonsentrasi kepada Tuhan sebagai tujuan dari doanya. Orang hanya bisa berdoa untuk meminta kepada Tuhan, namun kurang bersyukur kepada-Nya. Ini merupakan kelemahan-kelemahan manusiawi kita di hadapan Tuhan.

Apa reaksi dari Tuhan kepada kita? Tuhan sebenarnya tidak membutuhkan manusia, kitalah yang membutuhkan-Nya. Tuhan tidak membutuhkan sembah bakti kita, tetapi kitalah yang harus melakukannya sebab Dialah Tuhan Allah dan Pencipta kita. Tuhan Yesus Kristus sendiri memiliki waktu-waktu istimewa untuk berdoa kepada Bapa di Surga, mengapa kita masih malas berdoa? Mengapa kita hanya berdoa ketika membutuhkan Tuhan atau sedang mengalami persoalan di dalam hidup?

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini, mengajarkan sebuah perumpamaan untuk mengingatkan bahwa doa merupakan kebutuhan hidup manusia. Untuk itu orang harus konsisten atau selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. Dikisahkan bahwa di dalam sebuah kota terdapat seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati siapapun. Kita bisa membayangkan sosok hakim seperti ini pasti menakutkan dan tidak bersahabat. Dia merasa diri sebagai orang yang berkuasa karena profesinya sebagai hakim. Di kota yang sama terdapat seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu untuk memintanya membela hak-haknya terdapat lawannya. Mulanya ia menolak permintaan janda itu, namun karena ia selalu meminta pertolongannya maka sang hakim pun berubah pikiran. Apa yang dipikirkan hakim itu? Ia duduk dan membuat strategi ini: “Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku.” (Luk 18:4-5).

Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan ini untuk menyadarkan para murid-Nya supaya tekun berdoa karena Bapa kita di Surga selalu murah hati adanya. Kalau saja hakim yang tidak takut akan Allah dan manusia sekali pun, bisa berubah niatnya, apalagi Allah Bapa kita yang mahabaik. Ia akan bermurah hati kepada kita pada waktunya. Tuhan Allah sendiri akan membenarkan atau menyelamatkan orang-orang pilihan sesuai dengan kehendak-Nya. Ia akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya. Kuncinya adalah iman dan kepercayaan kepada-Nya. Maka doa yang dipanjatkan manusia kepada Tuhan dengan tekun memiliki kekuatan ketika doa itu berakar pada iman dan kepercayaannya kepada Tuhan. Doa tanpa iman hanyalah sebuah kebohongan dalam diri sendiri dan kebohongan publik. Kita bisa melihat para koruptor yang mendadak menjadi kudus ketika memakai baju kuning bertuliskan “Tahanan KPK”. Memang masuk surga atau hidup kudus adalah urusannya Tuhan namun kesalehan dadakan semacam ini merupakan sebuah kebohongan publik. Orang hanya memanipulasi situasi saja.

Pada hari ini pikiran kita diarahkan kepada seorang Allah yang mahabaik. Ia menjadi sumber dan tujuan sembah bakti kita.Dalam situasi apa saja, kita akan tetap berdoa dan berharap kepada-Nya karena Dialah Allah kita, Dialah yang menciptakan kita. Kita harus membangun mentalitas sebagai umat Allah, sebagai anak-anak-Nya yang dikasihi tanpa batas. Mari kita bertekun dalam doa.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply