Homili 20 November 2015

Hari Jumat, Pekan Biasa XXXIII
1Mak. 4:36-37,52-59
MT 1Taw. 29:10,11abc,11d-a2a,12bcd
Luk. 19:45-48

Kuduskanlah tempat ibadahmu!

imageSaya mengingat sebuah lagu populer berjudul “Kuduskan tempat ini” di kalangan umat terutama ketika memulai doa bersama. Syair lagunya adalah: “Kuduskan tempat ini, untuk kami berdoa. Kuduskan hati ini, untuk kami menyembah. Biar segala perkara, kuserahkan padaMu Yesus. Dan Roh Kudus bekerja, membimbing kami semua.” Kita sering berkumpul bersama di Gereja atau rumah doa untuk memuji dan meluhurkan nama Tuhan maka wajarlah kita memohon supaya Tuhan Allah yang mahakudus menguduskan tempat untuk kita beribadah atau tempat sembahyang. Kita juga memohon supaya Tuhan menguduskan hati kita supaya layak menyembah Tuhan.

Apakah anda pernah bertanya pada dirimu, dan memberi alasan yang tepat mengapa selalu datang ke Gereja untuk sembahyang? Saya yakin bahwa kita semua pasti sepakat bahwa Gereja adalah tempat ibadah, tempat kudus, tempat di mana kita bisa berjumpa dengan Tuhan, tempat kita memuji dan memuliakan nama Tuhan. Gereja menjadi tempat kudus karena Tuhan hadir dan menguduskan kita semua. Rumah Tuhan yang mempersatukan semua orang yang baik dan jahat. Namun demikian, ada orang tertentu yang seringkali mengotori Gereja sebagai tempat kudus bagi Tuhan. Orang bisa saja lalai beribadat, lalai berdoa dan memuliakan Tuhan meskipun sedang berada di dalam ruangan Gereja. Mereka datang ke Gereja tanpa komitmen dan tujuan yang jelas. Akibatnya orang dengan tanpa rasa malu ngobrol satu sama lain, on line dan chating dengan menggunakan gadget di dalam Gereja selama ibadah berlangsung atau bermain game selama ibadah. Sikap umat seperti ini sudah biasa, tidak ada lagi rasa sungkan atau pun rasa malu. Mereka bukannya tidak sadar dengan keadaannya, mereka tetap sadar diri tetapi pura-pura tidak sadar dan licik dalam memberi alasan untuk membenarkan dirinya.

Saya pernah memperhatikan seorang anak di bawah umur bermain gadget di dalam Gereja pada misa hari Minggu pagi. Ia duduk di samping orang tuanya yang kelihatan selalu khusuk dalam doa. Usai misa kudus saya bertanya kepada orang tuan anak itu, alasan mengapa ia dibiasakan bermain gadget selama perayaan misa berlangsung. Orang tua tanpa rasa malu mengatakan, mereka menghendaki supaya anak itu tidak mengganggu doa mereka di Gereja. Saya menegur pasutri ini dengan mengingatkan mereka sebagai pendidik iman katolik nomor satu. Banyak orang tua membenarkan dirinya dengan berpikir, cukuplah memberi gadget dan perkaranya habis. Justru orang tua menciptakan perkara baru karena membiarkan anaknya dikuasai oleh berhala baru yang bernama gadget. Apakah anda tidak punya waktu, meskipun hanya satu setengah jam untuk memuji dan menyembah Tuhan? Apakah anda tidak berani sign out ketika berada di dalam Gereja? Anda sudah menjadi hamba dan budak teknologi!

Andaikan Tuhan Yesus masih hidup pada zaman ini maka pada hari ini juga ia menegur kita dengan keras. Dia membuka pikiran kita supaya menjadikan rumah ibadah sebagai tempat kudus bukan menjadi supermarket atau sekedar sebuah kios dan ruangan untuk temu kangen bahkan sarang penyamun. Ada yang lebih ekstrim, menjadikan rumah Tuhan sebagai tempat untuk berbuat dosa, misalnya mencuri uang kolekte di dalam kotak persembahan, berpikiran jahat dan kotor terhadap pribadi tertentu. Dikisahkan dalam Injil bahwa Tuhan Yesus masuk ke dalam Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ, kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.” (Luk 19:45-46). Kita semua sudah pernah menjadi pedagang dan penyamun di dalam rumah Tuhan padahal motivasi kita semua datang ke gereja adalah untuk berdoa dan bersatu dengan Tuhan.

Sikap Yesus yang tegas terhadap orang-orang pada zaman-Nya menimbulkan rasa benci dari kalangan para imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa Israel. Mereka bahkan berusaha untuk membinasakan Dia, tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia. (Luk 19:47-48). Inilah kehebatan Tuhan Yesus. Banyak orang mencari-cari kesalahan-Nya tetapi masih lebih banyak orang lagi dalam hal ini seluruh rakyat yang bersatu karena terpikat dan ingin mendengar-Nya. Kebaikan Yesus selalu menjadi nomor dua, dan ingin mencari-cari kesalahan Yesus menjadi nomor satu.

Kisah Injil hari ini sungguh-sungguh mengoreksi kita untuk berubah perilaku di hadapan Tuhan dan sesama. Kita perlu sadar diri bahwa tempat di mana kita berdiri adalah tempat kudus (Kel 3:5) karena Tuhan senantiasa beserta kita.

Di dalam bacaan pertama, kita mendengar bagaimana Yudas Makabe mengatakan kepada saudara-saudaranya: “Musuh kita sudah hancur. Baiklah kita pergi mentahirkan Bait Allah dan mentahbiskannya kembali.” (1Mak 4:36). Mezbah suci yang dinajiskan hendak disucikan supaya layak menjadi tempat untuk sembahyang. Mereka mempersembahkan korban sesuai dengan hukum Taurat di atas mezbah korban bakaran baru yang telah dibuat mereka. Pada waktu itu segenap rakyat bersujud menyembah serta melambungkan lagu pujian ke Sorga, kepada Yang memberikan hasil baik kepada mereka. Semua orang bersukacita selama delapan hari.

Kita patut bersyukur kepada Tuhan, karena Ia membuka mata hati kita supaya setia kepada-Nya. Mari kita menguduskan tempat ibadah kita, mulai dari hati kita sendiri, keluarga dan rumah ibadah kita. Kuduskanlah dengan hati yang bersih dan dengan pakaian yang rapi. Jangan menyamakan ruangan di dalam gereja dengan restoran atau tempat untuk party.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply