Homili 26 Januari 2016

Hari Selasa, Pekan Biasa III
Peringatan Wajib St. Timotius dan Titus
2Sam. 6:12b-15,17-19
Mzm. 24:7,8,9,10
Mrk. 3:31-35

Bersukacitalah dalam Tuhan

imageSaya pernah bertamu di rumah sebuah keluarga. Saya melihat di ruang tamu terdapat sebuah bingkai kaca sederhana, ada tulisan dari sulaman benang, berbunyi: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan bersukacitalah!” (Flp 4:4). Ada juga sulaman wajah dua pribadi yang sedang tersenyum ceriah di depan sebuah salib. Saya berhenti sejenak untuk merenungkan ajakan St. Paulus ini. Bagiku, setiap orang yang bersukacita dalam Tuhan adalah mereka yang hari demi hari berada di hadirat Tuhan, mengalami-Nya dan berusaha untuk membagikan pengalaman yang indah itu kepada sesamanya. Maka dalam situasi apa pun ia bisa tetap bersukacita karena itulah kehendak Tuhan baginya. Dia bisa menjadi bagian dari keluarga Allah karena mampu membagi sukacita kepada sesama.

Pengalaman bersukacita bersama dalam Tuhan pernah dirasakan oleh dua orang rekan seperjalanan dari St. Paulus. Mereka adalah Timotius dan Titus yang pestanya hari ini kita rayakan di dalam Gereja. Timotius adalah rekan seperjalanan Paulus yang terpercaya dalam perjalanan-perjalanan misionernya. Ia bertobat menjadi pengikut Kristus pada saat St. Paulus berada di Likaonia (2Tim 1:5). Ia bertumbuh dalam iman dan siap menemani Paulus ke Berea. Ia sempat ditemani oleh Silas sebentar saja ketika Paulus melanjutkan perjalanannya dari Berea. Ia lalu bertemu kembali dengan Paulus di Korintus (Kis 18:5) dan menemaninya ke Yerusalem (Kis 20:4). Paulus menulis enam suratnya ketika ditemani Timotius yakni 1dan 2Tesalonika, 2 Korintus, Filipi, Kolose dan Filemon. Ketika Paulus berada di dalam penjara, Timotius diutus untuk Paulus untuk mengujungi jemaat di Filipi. Ia sering disapa Paulus: “Anakku yang terkasih”. Dia adalah pribadi yang setia.

Selain Timotius, seorang rekan yang lain adalah Titus. Ia berasal dari Antiokhia di Asia kecil. Ia tertarik dengan pewartaan dari St. Paulus, sehingga mengikutinya dan aktif mewartakan Injil. Ia menemani Paulus untuk mengikuti Konsili pertama di Yerusalem. Ia sempat dua kali diutus oleh Paulus ke Korintus untuk menasihati gereja di sana karena ada masalah-maalah yang muncul dan bisa membahayakan kesatuan iman dan kebenaran iman. Paulus kemudian mengangkat Titus menjadi uskup di Kreta.

Paulus, Timotius dan Titus adalah rekan-rekan kerja dalam mewartakan Injil. Mereka mengalami suka dan duka bersama-sama dalam pelayanan. Ketika mengalami penolakan dalam pelayanan, mereka tidak pernah putus asa. Ketika mereka mengalami penolakan, penganiayaan dan aneka penderitaan lainnya, mereka selalu kompak untuk tetap bersukacita dalam Tuhan. Kita boleh melihat dalam hidup kita masing-masing. Banyak kali kita mudah putus asa, berlari dari kenyataan, tidak bertahan dalam penderitaan.

Bacaan-bacaan liturgi hari ini mengajak kita untuk bersukacita dalam Tuhan dan melakukan kehendak-Nya di dalam hidup setiap hari. Dalam bacaan pertama, kita mendengar bagaimana Raja Daud bersukacita dan bergembira di depan Tabut Perjanjian atau Tabut Tuhan. Ketika itu Tabut Perjanjian sedang berada dirumah Obed-Edom. Daud memberkati rumah Obed Edom karena Tuhan sendiri bersemayam di sana. Ketika Tabut Perjanjian diantar ke Yerusalem, dipersembahkan juga korban bakaran. Jadi ketika para pengangkat Tabut Perjanjian melangkah sebanyak enam kali, maka seekor lembu atau anak lembu perlu dikorbankan kepada Tuhan. Sementara itu Daud menunjukkan sukacitanya dengan menari sekuat tenaga. Ia bersama seluruh orang Israel mengangkat Tabut Perjanjian dengan diiringi sorak dan bunyi sangkakala.

Tabut Perjanjian diantar masuk ke dalam kemah dan diletakkan di tempat yang sudah disiapkan Daud. Ia mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan di hadapan Tuhan. Pada akhirnya, Daud membagi sukacita bersama umat Israel dengan memberi roti bundar, sekerat daging dan sepotong kue kismis. Mereka semua kembali ke rumah masing-masing dengan sukacita. Tuhan menyertai mereka dengan sukacita-Nya.

Kisah kehidupan Daud dan relasinya dengan Tuhan ini begitu baik untuk kita renungkan lebih lanjut. Hidup di hadirat Tuhan adalah hidup dan mengalami sukacita-Nya. Tuhan mengisi kehidupan manusia dengan berbagai berkat dan manusia mensyukurinya dengan berdoa dan bergembira di hadapan-Nya. Apakah kita saat ini juga masih memiliki kesempatan untuk bersyukur tanpa henti kepada Tuhan karena segala kebaikan-Nya kepada kita masing-masing? Apakah kita masih memiliki waktu untuk berdoa, saat teduh dan intim bersama Tuhan? Banyak kali kita sibuk dengan diri kita. Daud adalah raja yang supersibuk saja masih menyempatkan diri untuk bersyukur, menari dan bergembira di hadapan Tuhan. Kita hanya mampu membenarkan diri dengan mencari seribu satu alasan untuk tidak bersyukur kepada Tuhan.

Tanda sukacita yang besar dalam Injil hari ini adalah ketika Tuhan Yesus menyapa setiap pribadi sebagai sahabat, saudara dan ibu. Dalam perjamuan malam terakhir, Tuhan Yesus menyapa para murid-Nya: “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu” (Yoh 15:14). Kita bukan hamba karena Tuhan sudah memberikan segala perkataan-Nya kepada kita yang didengar-Nya dari Bapa. Kita juga menjadi saudara laki-laki, saudari perempuan dan juga ibu Yesus ketika dengan sadar kita melakukan kehendak Allah. Melakukan kehendak Allah berarti mentaati perintah-perintah-Nya hari demi hari dengan penuh kegembiraan.

Banyak kali kita lupa bersyukur kepada Tuhan. Kita hanya berhenti pada pengalaman-pengalaman hidup yang keras, dan menilai Tuhan sebagai pribadi yang tidak adil. Kita telah keliru sehingga mudah mengadili Tuhan seperti itu. Mari kita berbenah diri, membangun di dalam diri kita kemauan untuk membangun sukacita, optimisme, harapan baru untuk tetap tinggal bersama Tuhan. Kita bersatu dengan Tuhan Yesus, tanpa perlu adanya ikatan darah, tetapi bersatu dengan Tuhan karena mengikuti kehendak-Nya, mendengar Sabda dan melakukannya di dalam hidup kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply