Homili 20 Februari 2016

Hari Sabtu, Pekan Prapaskah I
Ul. 26:16-19
Mzm. 119:1-2,4-5,7-8
Mat. 5:43-48

Kasih yang menguduskan

imagePergolakan di Timor Leste sudah berlalu tetapi masih menyisahkan trauma-trauma tertentu hingga saat ini. Ada trauma-trauma yang menimbulkan luka batin yang dialami banyak saudara dan perlu penyembuhan total. Hal ini bisa terjadi kalau saudara-saudara kita ini benar-benar memiliki iman yang kuat dan membiarkan Tuhan menjamah dan menyembuhkan mereka. Beberapa tahun yang lalu, salah seorang konfrater kami mendatangkan pastor dan suster yang selama ini terlibat aktif dalam sebuah persekutuan doa kharismatik katolik dari India untuk mengadakan seminar hidup baru dalam Roh di beberapa tempat di mana para Salesian Don Bosco bekerja di Timor Leste. Ada banyak mukjizat yang Tuhan lakukan di hadapan umat-Nya. Di samping jamahan Tuhan bagi banyak orang sakit dan mengalami penyembuhan, satu mukjizat yang dirasakan banyak orang adalah rekonsiliasi nyata di antara keluarga-keluarga yang bertikai.

Kisahnya seperti ini: beberapa tahun sebelumnya ada sekelompok partisan yang membakar rumah-rumah penduduk lain di kampung yang sama. Ada banyak korban tak bersalah yang rumahnya dibakar, hingga mereka tidak memiliki apa-apa. Mereka benar-benar menderita luka batin. Sejak kejadian itu mereka memang tinggal sekampung tetapi tidak saling tegur sapa. Boleh dikatakan bahwa hubungan keluarga mereka seperti sudah putus. Dalam upacara doa bersama, pastor dari India mengajak semua orang yang mengikuti seminar hidup baru dalam Roh itu saling mendoakan dan membasuh serta mencium kaki satu sama lain. Apa yang terjadi? Ada dua orang yang duduk berdekatan dan secara manusiawi, mereka adalah musuh. Ketika acara saling mendoakan dan membasuh kaki, mereka harus melakukannya di hadapan banyak orang. Tangisan suka cita mengalir dengan sendirinya. Mengampuni berarti melupakan. Sekarang ini mereka bukan lagi musuh tetapi sahabat yang jauh lebih akrab dibandingkan sebelumnya. Kisah ini nyata dan sejak saat itu banyak orang yang bermusuhan menjadi sesama dan saudara.

Tuhan selalu bekerja dan pertolongan-Nya selalu datang tepat pada waktunya. Suasana harmonis yang direncanakan Tuhan terlaksana di dalam dunia ciptaan-Nya. Kita mengingat nubuat Yesaya seperti ini: “Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya. Lembu dan beruang akan sama-sama makan rumput dan anaknya akan sama-sama berbaring, sedang singa akan makan jerami seperti lembu. Anak yang menyusu akan bermain-main dekat liang ular tedung dan anak yang cerai susu akan mengulurkan tangannya ke sarang ular beludak.” (Yes 11:6-8). Tidak ada musuh, semuanya menjadi sahabat dan saudara karena kasih.

Dalam kotbah di bukit, Tuhan Yesus membuka wawasan para murid-Nya tentang perjuangan untuk mewujudkan kasih sejati, supaya menjadi serupa dengan Tuhan yang kudus. Ia mengingatkan mereka akan pemikiran masa lalu yang cenderung berlawanan dengan kasih bisa menjadi kasih yang nyata sesuai kehendak Tuhan. Misalnya, Tuhan Yesus mengutip Kitab Imamat 19:18 tentang mengasihi sesama manusia dan memadukannya dengan ajaran kaum kafir yang cendrung bersifat xenofobis. Oleh karena itu orang bisa mengasihi sesama tetapi musuh harus dibenci. Tuhan Yesus memberi antitesisnya yaitu “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5:44). Selanjutnya, Yesus mengingatkan para murid-Nya untuk memandang dengan iman kepada Allah Bapa di surga, Bapa yang murah hati dan berbelas kasih kepada semua orang.

Allah Bapa menunjukkan belas kasih-Nya kepada semua orang. Kemampuan untuk mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka yang menganiaya diri kita akan menjadikan kita sebagai anak-anak dari Bapa yang satu dan sama. Bapa di surga menunjukkan belas kasih-Nya kepada orang jahat dan orang baik dengan memberinya matahari, kepada orang benar dan tidak benar Tuhan memberi hujan. Tuhan Allah Maharahim bagi semua orang. Ini memang berbeda dengan kita yang selalu membenci atau mengingat-ingat kesalahan sesama kepada kita. Tuhan menghendaki agar kita yang mengakui beriman kepada-Nya mampu mengasihi tanpa membuat perhitungan apa pun. Kalau kita membuat perhitungan tertentu maka kita tidak jauh berbeda dengan orang yang tidak beriman. Orang-orang berdosa dan mereka yang tidak mengenal Allah juga melakukan perbuatan kasih. Kita harus berbeda, lebih baik dari mereka.

Tuhan Yesus lalu membawa para murid-Nya kepada Bapa dan bersatu dengan-Nya. Caranya adalah dengan membantu para murid-Nya untuk mampu mengasihi dengan kasih yang tidak terbagi. Kasih yang tidak terbagi itu ditandai dengan mengasihi musuh, mendoakan orang yang berbuat jahat dan mengampuni mereka, tidak membuat perhitungan dalam mengasihi dan selalu bermurah hati. Kebajikan-kebajikan yang diajarkan Tuhan Yesus ini akan membuat kita menjadi sempurna sama seperti Bapa di surga sempurna adanya (Mat 5:48).

Kita berbangga memiliki Allah Bapa yang maharahim dan berbelas kasih kepada semua orang. Di tahun Yubileum kerahiman ilahi ini, kita semua berusaha untuk merasakan kerahiman Allah. Tindakan nyata yang perlu kita bangun bersama adalah ber-metanoia. Kita berbalik dari hidup lama yang penuh amarah, benci, iri hati dan membalas dendam kepada hidup baru dalam rahmat Tuhan yang berbelas kasih.

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Dalam bacaan pertama, kita mendapat gambaran bahwa Tuhan menghendaki supaya bangsa Israel setia dan dengan sepenuh hati dan segenap jiwa melakukan ketetapan dan peraturan-peraturan-Nya. Artinya kehenak Tuhan itu harus mereka lakukan dengan sempurna. Ini merupakan jalan untuk untuk mencapai kesempurnaan hidup. Lagi pula, Tuhan sendiri sudah berjanji menjadi Allah bagi bagi mereka semua. Menjadi milik Allah berarti siap untuk mematuhi segala perintah dan ketetapan-Nya, serta mendengar suara-Nya.

Kita semua yang membaca sabda pada hari ini juga diminta oleh Tuhan untuk setia dan dengan segenap hati dan jiwa melakukan kehendak Tuhan di dalam hidup kita setiap hari. Dengan cara ini kita juga menjadi umat kesayangan Tuhan karena kita juga merasakan belas kasihan-Nya. Pada hari ini mari kita bersyukur kepada Tuhan karena kasih-Nya mengubah kita secara radikal untuk bertobat. Kasih Tuhan juga menguduskan kita selama-lamanya. Masa Prapaskah menjadi bermakna karena kita merasakan kasih Tuhan, dengan demikian kita mampu mengampuni dan mendoakan orang-orang yang menjadi musuh kita. Yesus tidak memiliki musuh, kita juga seharusnya sama dengan Dia.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply