Homili 4 Maret 2016

Hari Jumat, Pekan Prapaskah III
Hos. 14:2-10
Mzm. 81:6c-8a,8bc-9,10-11ab,14,17
Mrk. 12:28b-34

Kasih itu mengikat, mempersatukan dan menyempurnakan

imageAda seorang pemuda yang membagi pengalamannya tentang kasih Tuhan yang pernah dialaminya. Ia pernah merasa begitu jauh dari Tuhan. Penyebabnya adalah pengalamannya ketika jatuh ke dalam dosa yang sama, dan berlangsung cukup lama. Ia menikmati dosa yang sama sehingga merasa tidak memiliki arah hidup yang jelas. Uang dan harta duniawi memang paling nikmat baginya. Ia pernah mendengar renungan pagi dalam perjalanan ke kantornya di suatu pagi. Pembawa renungan pagi itu mengatakan bahwa Tuhan Allah mengasihi manusia apa adanya. Kasih Tuhan itu mengikat, mempersatukan dan menyempurnakan kehidupan kita. Ketiga kata kunci: kasih mengikat, mempersatukan dan menyempurnakan (Kol 3:14) membawa kekuatan tersendiri bagi pemuda ini untuk ber-metanoia. Ia boleh melupakan kasih Tuhan, namun Tuhan tetap mengasihinya sampai tuntas. Ia bertobat, kembali ke jalan Tuhan dan menjadi pribadi yang baik.

Kita mendengar bacaan-bacaan Kitab Suci yang indah pada hari ini. Dalam bacaan pertama, kitahosea berjumpa dengan nabi Hosea yang bernubuat di Samaria pada abad VIII SM. Situasi masayarakat saat itu adalah banyak di antara mereka yang jatuh ke dalam dosa yang sama yaitu menyembah berhala. Mereka tidak setia kepada Tuhan Allah Israel yang benar, Allah nenek moyang mereka. Untuk itu Tuhan menyadarkan mereka dengan ajakan untuk kembali kepada-Nya. Tuhan berkata: “Bertobatlah, hai Israel, kepada Tuhan Allahmu, sebab engkau telah tergelincir karena kesalahanmu.” Ini merupakan sebuah ajakan Tuhan untuk kembali merasakan kasih-Nya. Penyembahan berhala di gunung Garizim dan Ebal patut diakhiri, karena itu sama dengan tidak setia kepada Tuhan Allah Israel. Perbuatan ini ibarat seorang melacurkan dirinya karena tidak setia kepada Tuhan yang adalah kasih. Tuhan mengasihi manusia apa adanya tetapi manusia membalasnya dengan tidak setia kepada-Nya.

Forgiveness1Tuhan menghimbau umat Israel untuk datang kepada-Nya, dengan membawa kata-kata penyesalan, dan bertobat kepada Tuhan. Mereka perlu berseru kepada-Nya: “Ampunilah segala kesalahan, sehingga kami mendapat yang baik, maka kami akan mempersembahkan pengakuan kami. Asyur tidak dapat menyelamatkan kami; kami tidak mau mengendarai kuda, dan kami tidak akan berkata lagi: Ya, Allah kami! kepada buatan tangan kami. Karena Engkau menyayangi anak yatim.” (Hos 14: 2-3). Pertobatan adalah proses orang berbalik kepada Tuhan. Pertobatan itu tidak sebatas menyesali dosa dan salah saja, tetapi berani untuk memohon ampun, mengatakan bahwa diri kita sungguh bersalah di hadirat Tuhan. Dengan demikian kita juga berani berubah menjadi baru di dalam Tuhan.

Tuhan yang kita imani adalah maharahim. Dia menunjukkan kerahiman-Nya kepada kita dengan membuka tangan-Nya dan menerima setiap pribadi apa adanya. Ia memulihkan manusia dari setiap penyelewengannya dan mengasihi manusia dengan sukarela. Murka-Nya sudah surut. Ia laksana embun bagi Israel. Di sini, Hosea menghadirkan wajah Allah penuh kerahiman, wajah yang penuh pengampunan. Orang-orang Samaria merasa sungguh-sungguh dikasihi Allah.

Buah dari pertobatan adalah persekutuan dengan Tuhan. Kita semua dipanggil untuk tinggal dalam logo-giubileo-misericordianaungan kasih Tuhan. Kita percaya bahwa jalan Tuhan adalah jalan yang lurus. Orang benar menempuhnya, tetapi pemberontak akan tergelincir. Maka kita semua harus berusaha supaya banyak mendengar dan melakukan kehendak Tuhan dalam diri kita dan sesama. Kita membuka telinga kita untuk mendengar Tuhan: “Akulah Tuhan Allahmu, dengarlahkanlah suara-Ku” (Mzm 81: 9).

Apa yang harus kita lakukan?

Santo Paulus mengatakan bahwa kasih itu mengikat, mempersatukan dan menyempurnakan (Kol 3:14). Kita bisa mengenakan kasih Tuhan semacam ini kalau kita merasakannya atau mengalaminya dan dengan demikian bisa melakukannya di dalam hidup kita.

Penginjil Markus melaporkan bahwa pada suatu kesempatan, ada seorang ahli Taurat datang kepada Yesus dan bertanya tentang perintah mana yang paling utama. Tuhan Yesus tidak mengambil teori baru tetapi memberi jawaban sebagaimana dikatakan dalam Kitab Taurat sendiri yakni perintah pertama dari Kitab Ulangan dan perintah kedua dari Kitab Imamat.

shema israelTuhan Yesus mengutip Kitab Ulangan berbunyi: “Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa! Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Ul 6:4-5). Ini adalah perintah yang pertama dan terutama. Setiap hari orang Yahudi selalu mengucapkannya sebanyak dua kali kalimat yang sama: Shema Yisrael atau Sh’ma Yisrael; Bahasa Ibrani: יִשְׂרָאֵל‎ שְׁמַע “Dengarlah, [hai] Israel”. Ini juga merupakan suatu bentuk pengakuan iman tentang keesaan Allah. Tuhan Yesus juga mengutip Kitab Imamat (Im 19:18) untuk mengatakan bahwa kita mengasihi sesama manusia seperti kita mengasihi diri sendiri. Sesama yang dimaksud bukan hanya yang sebangsa dan setanah air tetapi semua orang asing sekali pun adalah sesama yang tinggal di Palestina (Kel 22:20; Im 19:33-34). Sikap ini perlu kita bangun bersama sebab dasarnya adalah kita semua diciptakan sewajah dengan Allah sendiri.

Jawaban Yesus ini sangat tepat dan memukau ahli Taurat itu. Ia bahkan memberi komentar atas jawaban Tuhan Yesus dengan berkata: “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan.” (Mrk 12:32-33). Komentar ahi Taurat ini menunjukkan bahwa dia adalah orang yang mengimani Elohim. Itu sebabnya Yesus berkata kepadanya: “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” (Mrk 13:34).

Sabda Tuhan pada hari ini sangat indah untuk kita dengar dan lakukan dalam hidup setiap hari. Apakah kita mampu mendengar Tuhan di dalam hidup kita? Apakah kita percaya bahwa Tuhan kita itu esa? Apakah kita mengasihi-Nya dan mengasihi sesama kita? Sesungguhnya, buah dari pertobatan adalah kita mampu mengasihi Tuhan dan sesama lebih baik lagi. St. Paulus membimbing kita dengan mengatakan bahwa kasih itu mengikat, mempersatukan dan menyempurnakan. Jangan takut untuk mengasihi.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply