Homili 10 Maret 2016

Hari Kamis, Pekan Prapaskah IV
Kel 32: 7-14
Mzm 106: 19-20.21-22.23
Yoh 5:31-47

Tuhan Allah saja menyesali malapetaka rancangan-Nya!

imageAda seorang ibu yang pernah memarahi anaknya karena melakukan suatu perbuatan yang memalukan seluruh keluarga. Ibu itu bahkan mempunyai rencana untuk mengutuk anaknya dan tidak mau menganggapnya sebagai anaknya lagi. Anak itu pun diusir dan ia pergi dari rumah. Ia tinggal di tempat yang jauh beberapa tahun. Selama dia tidak berada di rumah, ibunya memang marah tetapi perlahan-lahan merindukan kehadiran anaknya itu di dalam rumah. Ia lalu pergi berbicara dengan salah seorang pastor di parokinya tentang seluruh pergumulannya dengan anaknya. Pastor itu mendengarnya dengan baik dan sesudah itu berkata kepadanya: “Ibu sudah mengandung dan melahirkan anak itu, mengapa harus memarahinya sehingga ia pergi dari rumah? Bukankah ibu yang harus mengangkatnya kembali dari lumpur kotor supaya menjadi anakmu yang bersih lagi seperti sediakala?” Ibu itu kembali ke rumah dengan satu pikiran bahwa ia harus mencari dan menemukan anaknya kembali. Ia juga menyesali semua sikapnya yang kasar kepada anaknya sehingga ia pergi dari rumah. Pada akhirnya mereka berekonsiliasi dan berani melupakan masa lalu dari anak itu.

Banyak keluarga memiliki masalah dan pergumulan tersendiri. Mungkin saja ada keluarga tertentu yang pernah merasa ada aib di dalam rumah karena perbuatan anak-anak. Mungkin jalan yang paling mudah adalah memarahi, mengumpat, mengutuk dan mengusirnya dari rumah. Orang tua seperti ini mengambil jalan pintas dan berpikir bahwa masalah akan selesai. Namun sebenarnya sikap orang tua ini menimbulkan masalah baru yakni anak bisa menjadi lebih jahat lagi dan memusuhi orang tuanya sendiri. Semua orang mengakui bahwa anak-anak masa kini sulit untuk mentaati orang tua dan melakukan perbuatan-perbuatan yang memalukan orang tua dan seluruh keluarga. Namun mereka juga memiliki hati sebagai manusia dan pasti bisa berubah menjadi lebih baik dari hari ke hari. Maka orang tua seharusnya mengingat kembali tugas dan panggilan mereka sebagai pendidik nomor satu bagi anak-anak.

Bangsa Israel memiliki pengalaman akan Allah yang luar biasa dalam menempuh perjalanan di padang gurun. Mereka merasakan kasih dan kebaikan Allah namun itu hanya sebatas merasakan saja. Mengapa? Karena hidup mereka ternyata masih jauh dari Tuhan. Mereka bersungut-sungut kepada Tuhan melalui Musa. Di samping dosa bersungut-sungut, mereka bahkan menyembah berhala. Apa yang mereka lakukan di hadapan Tuhan? Ketika Musa masih berada di atas gunung Sinai, Bani Israel jatuh dalam dosa dengan membuat patung lembu tuangan dari emas dan sujud menyembahnya. Mereka juga mempersembahkan kurban sambil berkata: “Hai Israel, inilah Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.”

Tuhan Allah mengetahui semua perbuatan jahat bani Israel di kaki gunung Sinai. Ia berkata kepada Musa: “Telah kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk! Oleh karena itu biarkanlah murka-Ku bangkit terhadap mereka, dan Aku akan membinasakan mereka.” Cobalah kita bayangkan kasih dan kebaikan Tuhan Allah. Ia sudah mengeluarkan mereka dari Mesir, menuntun mereka di padang gurun, menjaga mereka dari para musuh, memberikan makanan dan minuman. Semua ini tidak disadari dan disyukuri oleh mereka. Hati mereka keras sejalan dengan pikiran mereka. Mereka tidak bisa mendengar, mentaati dan mengasihi Tuhan. Karena itu Tuhan merencanakan murka-Nya bagi mereka.

Tentu saja perkataan Tuhan ini mengagetkan Musa. Ia sebagai pemimpin, berjuang untuk menyelamatkan rekan-rekannya. Apa yang Musa lakukan? Ia melakukan negosiasi dengan Tuhan untuk menyelamatkan saudara-sadaranya. Ia berusaha untuk melunakkan hati Tuhan dengan mngingatkan-Nya kembali kasih dan kebaikan yang dilakukan-Nya bagi mereka ketika keluar dari tanah Mesir, janji setia-Nya kepada nenek moyang mereka yakni Abraham, Ishak dan Israel untuk menganugerahkan keturunan yang besar jumlah-Nya seperti pasir di laut dan bintang di langit. Musa kelihatan berbicara dengan Tuhan dari hati ke hati.

Reaksi Tuhan terhadap negosiasi Musa adalah dengan mendengar dan menerima semua negosiasi Musa. Musa adalah sahabat Tuhan maka apa pun yang diinginkannya pasti didengar oleh Tuhan. Tuhan menunjukkan kasih dan kerahiman-Nya kepada Israel dengan menyesali malapetaka yang sudah direncanakan atas umat-Nya. Tuhan Allah luar biasa. Ia baru merancang malapetaka tetapi masih mau menyesalinya. Hal ini tentu berbeda dengan manusia yang berpikiran dan berperilaku jahat terhadap sesama manusia. Mereka tidak merasa bersalah dan tidak berani meminta maaf, apalagi menyatakan penyesalannya. Orang yang tidak pernah merasa bersalah akan merasa bahwa hidup dalam dosa adalah sebuah zona nyaman.

Tuhan yang kita imani, diperkenalkan oleh Yesus sebagai kasih. Ketika berbicara dengan Nikodemus, Ia berkata: “Begitu besar kasih Allah kepada dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Tuhan merancang malapetaka, tetapi hanya merancangnya. Ia menunjukkan kerahiman karena Dia adalah kasih. Ia mengasihi manusia yang keras kepala supaya mereka berubah menjadi lemah lembut dan rendah hati seperti Yesus Putera-Nya.

Orang-orang Yahudi pada masa hidup Yesus juga memiliki hati yang keras. Mereka mempertentangkan segala sesuatu yang dilakukan Yesus. Ia membuat mukjizat pada hari Sabat dan menyapa Allah sebagai Bapa. Kedua hal ini menambah rasa benci dari kaum Yahudi kepada-Nya. Selanjutnya, apa yang dilakukan Yesus kepada bangsa Yahudi yang keras kepala? Pertama-tama, Yesus berbicara tentang para saksi yang menjelaskan tentang identitas Yesus sebagai Anak Allah. Yesus mengatakan bahwa apabila Ia bersaksi tentang diri-Nya sendiri maka kesaksian-Nya itu tidak benar tetapi ada orang lain yang memberi kesaksian dan bahwa kesaksian mereka itu benar. Yesus menyebut nama Yohanes, karena orang-orang Yahudi pernah mengirim utusan untuk bertanya kepada Yohanes tentang Yesus dan Yohanes mengatakan kebenaran. Namun, Yesus menegaskan bahwa Ia tidak membutuhkan kesaksian manusia. Bagi Yesus, Yohanes adalah pelita yang menyala dan bercahaya, namun Yesus masih memiliki kesaksian yang lain yakni semua pekerjaan Bapa yang dilakukan-Nya di dunia.

Yesus mengatakan tentang segala pekerjaan Bapa yang hendak dilakukan-Nya sebagai saksi utama. Sebelumnya Yesus sudah mengatakan bahwa Bapa-Nya bekerja hingga sekarang maka Ia sebagai Anak juga bekerja (Yoh 5:17). Pekerjaan-pekerjaan Bapa dalam diri Yesus adalah keselamatan bagi manusia. Ia menghadirkan Kerajaan Allah, dengan mengajar dan menyembuhkan serta membebaskan manusia dari kuasa jahat. Orang keras kepala, keras hati karena tidak memiliki kasih akan Allah di dalam hati mereka. Maka Yesus mengatakana bahwa pada saatnya nanti, yang mendakwa mereka bukan dirinya sebagai Anak Allah tetapi Musa sebagai harapan mereka. Padahal menurut Yesus, Musa juga sudah menulis tentang diri-Nya dalam Kitab Taurat. Masalahnya adalah, apabila mereka tidak percaya akan apa yang ditulis oleh Musa, bagaimana mereka bisa percaya kepada Yesus?

Tuhan Yesus baik bagi kita semua. Ia masih memberi kesempatan kepada manusia untuk bertobat. Dialah yang menunjukkan wajah kerahiman Bapa kepada semua orang. Tentu saja bukan hanya orang Yahudi yang keras hati, tetapi kita semua yang mengikuti-Nya dari dekat juga setiap hari memiliki hati yang keras, sulit untuk mentaati dan mengasihi-Nya. Tugas kita saat ini adalah melanjutkan segala pekerjaan Yesus dalam tugas dan pelayanan kita masing-masing. Mari kita berdoa bersama pemazmur hari ini: “Ingatlah akan daku, ya Tuhan, demi kemurahan-Mu.” (Mzm 106: 4a).

P.John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply