Homili 13 April 2016

Hari Rabu, Pekan Paskah III
Kis. 8:1b-8
Mzm. 66:1-3a,4-5,6-7a
Yoh. 6:35-40

Merenungkan Kehendak Allah Bapa

imageRaja Daud, Bapa leluhur Yesus Kristus pernah berkata kepada Tuhan Allah: “Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada di dalam dadaku” (Mzm 40:8). Pada kesempatan yang lain Daud berdoa: “Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata” (Mzm 143:10). Doa-doa Raja Daud yang begitu polos di hadirat Tuhan Allah menandakan bahwa kehendak Allah merupakan hal yang mulia, luhur dan mengandaikan kepatuhan atau ketaatan dari pihak manusia. Tuhan Allah sebagai Bapa yang berkuasa atas segalanya karena Dialah Pencipta kita. Dia berkehendak maka manusia sebagai ciptaan melakukan kehendak itu sepanjang hidupnya. Penulis surat kepada umat Ibrani menulis hal yang serupa dengan pengalaman Daud dan leluhurnya: “Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku” (Ibr 10:7). Kita semua percaya bahwa Yesus adalah Putra Allah yang datang ke dunia untuk melakukan kehendak Allah Bapa yakni menyelamatkan umat manusia.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan dari diskursus Yesus tentang Roti Hidup. Tuhan Yesus sebelumnya sudah mengatakan bahwa roti yang akan diberikan-Nya akan memberi hidup kepada manusia. Tentu saja orang-orang di dalam Sinagoga Kapernaum itu langsung tertarik dan mau memiliki roti itu. Yesus lalu membuka pikiran mereka bahwa roti yang dimaksudkan adalah Pribadinya sendiri. Ia mengakui dengan tegas: “Akulah roti hidup, barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dna barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yoh 6:35). Semua orang yang berada di dalam Sinagoga itu pasti merasa heran dengan perkataan Yesus ini. Mereka berpikir tentang roti sebagai bahan makanan, bukan manusia Yesus yang berada di hadapan mereka.

Yesus mengetahui keadaan semua orang yang berada di dalam Sinagoga Kapernaun. Sebab itu, meskipun ia memperkenalkan diri-Nya sebagai roti hidup, namun Ia tetap mengingatkan mereka akan segala kelemahan yang ada pada mereka yakni bahwa mereka memang melihat kehadiran-Nya, menyaksikan segala tanda yang dilakukan Yesus namun mereka tidak percaya kepada-Nya. Mereka menutup hati mereka terhadap kehadiran Yesus di tengah-tengah mereka. Perkataan Yesus ini tentu menyinggung kehidupan kita semua yang mengikuti-Nya. Kita mengatakan percaya kepada-Nya namun dalam hidup yang nyata, kita mungkin orang yang tidak percaya kepada-Nya.

Selanjutnya Tuhan Yesus membuka pikiran mereka lagui tentang peran-Nya sebagai satu-satunya Penyelamat dunia. Ia berkata: “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.” (Yoh 6:37). Kita boleh berbangga sebagai pengikut-pengikut-Nya karena melalui sakramen pembaptisan kita menjadi hadiah dari Bapa kepada Yesus Putra-Nya. Dengan pembaptisan kita berjanji untuk datang kepada Yesus dan kita percaya bahwa Dia akan menerima kita apa adanya. Ia sendiri berjanji untuk tidak membuang kita semua, Dia malah berjanji untuk menyelamatkan kita. Ini adalah cara bagaimana Ia sebagai Anak melakukan kehendak Bapa.

Apa kehendak Bapa bagi Yesus sebagai Anak? Bapa memberikan semua orang kepada-Nya untuk diselamatkan Yesus. Ia menjadi roti hidup, santapan Ekaristi yang menyelamatkan. Maka merupakan kehendak Bapa adalah semua orang memperoleh keselamatan dan bahwa hanya Yesuslah yang akan membangkitkan kita semua pada akhir zaman. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus sebagai Anak taat melakukan kehendak Bapa di Surga. Ia tidak melakukan kehendak pribadi-Nya. Ia melakukan kehendak Bapa dengan sempurna dalam Paskah-Nya.

Setiap kali kita merayakan Ekaristi, kita mengenang Paskah Kristus. Tuhan Yesus Kristus merelakan diri-Nya dengan menderita, wafat dan bangkit. Ini adalah cara Tuhan Yesus mentaati dan melakukan kehendak Bapa. Semuanya dilakukan dengan penuh kasih demi keselamatan manusia. Banyak kali kita tidak mengikuti Ekaristi dengan baik, kita masih sibuk dengan urusan kita sendiri sehingga lalai dalam berekaristi. Padahal Ekaristi adalah cara kita bersyukur atas keselamatan yang datang dari Tuhan Allah melalui pengurbanan Yesus Putra-Nya.

Pada hari ini kita disadarakan oleh Tuhan Yesus bahwa Ia datang ke dunia untuk menyelamatkan kita. Dia adalah roti hidup yang menyelamatkan kita semua. Dia tidak akan membiarkan kita binasa. Maka meskipun bayak penderitaan sebagaimana pernah dialami oleh komunitas Gereja perdana setelah kematian Stefanus, atau sebagaimana yang sekarang terjadi di belahan bumi yang lain di mana banyak pengikut Kristus menjadi martir berdarah namun kasih Tuhan tetaplah menguasai segalanya. Hanya dengan kasih dan melalui kasih dunia kita akan menjadi baru dan semua orang mengenal Allah sebagai kasih. Terima kasih Tuhan atas kehendak-Mu.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply