Homili 28 April 2016

Hari Kamis, Pekan Paskah V
Kis 15:7-21
Mzm 96:1-2a. 2b-3.10
Yoh 15:9-11

Supaya Sukacitamu Penuh!

imageSaya pernah mengunjungi sebuah komunitas susteran. Sambil menunggu di parlour, saya memperhatikan beberapa bingkai sederhana yang dipajang di dinding berwarna putih. Mata saya tertuju kepada sebuah bingkai di mana terdapat sebuah gambar Tuhan Yesus berambut gondrong dan berjubah putih, sedang berbicara dengan para murid-Nya. Wajah para murid begitu senang, penuh perhatian. Lalu ada tulisan di bawah gambar itu: “Anak-anak-Ku, semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu itu menjadi penuh.” (Yoh 15:11). Setelah saya bertemu dengan pemimpin komunitas susteran itu, saya kembali ke komunitas saya dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana: “Apakah ada sukacita Tuhan yang penuh di dalam hatiku? Apakah ada sukacita di dalam komunitasku? Apakah saya membawa sukacita kepada sesama saya?” Sukacita yang penuh hanya ada di dalam Tuhan yang mengasihi sampai tuntas.

Pada hari ini kita mendengar wejangan perpisahan Tuhan Yesus dengan para murid-Nya. Ia barusan menyatakan diri-Nya sebagai pokok anggur dan bahwa para murid adalah ranting-rantingnya. Ranting-rantig bisa berbuah kalau berada pada pokok anggur, selalu dibersihkan dan menjadi bersih karena Sabda, dan bahwa “sine me nihil potestis facere” atau “terlepas dari Aku, kamu tidak bisa berbuat apa-apa”. Yesus lalu menjadi segalanya bagi para murid, namun para murid belum memahami maksud Yesus yang sebenarnya. Kali ini Ia mengatakan kepada mereka tentang betapa berharganya mereka di mata Tuhan sehingga mereka layak untuk dikasihi. Ia berkata: “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu, tinggallah di dalam kasih-Ku itu.” (Yoh 15:9).

Cinta kasih ini sifatnya turun-temurun, tidak terputus ibarat mata rantai yang menyatu satu sama lain. Yohanes menulis: “Allah adalah kasih” (1Yoh 4:8.16). Karena Allah Bapa adalah kasih maka Ia mengasihi Anak-Nya Yesus Kristus, Anak Yesus Kristus mengasihi manusia yakni anda dan saya, maka kita tinggal di dalam kasih atau tinggal di dalam Allah sendiri. Dan karena tinggal di dalam kasih atau Allah sendiri maka kita juga mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan seluruh kekuatan. Inilah hukum yang pertama dan terutama yang harus kita lakukan di hadapan Allah. Pertanyaannya adalah apakah kita merasa dikasihi dan mengasihi? Kita bisa mengasihi dengan baik kalau kita sungguh merasa dikasihi. Periksalah bathin masing-masing dan katakanlah kepada Tuhan.

Wujud kasih sejati kepada Tuhan sebagai jawaban atas kasih-Nya adalah menuruti perintah Tuhan. Perintah Tuhan adalah perintah kasih. Kita semua saling mengasihi satu sama lain sebagai saudara dan mengasihi Tuhan sebagai sumber kasih sejati. Yesus berkata: “Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku telah menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.” (Yoh 15:10). Perhatikanlah logika yang yang dipakai Tuhan Yesus dalam Sabda-Nya ini. Yesus lebih dahulu menuruti perintah kasih dari Bapa maka kita pun melakukan hal yang sama seperti Dia yaitu melakukan perintah kasih-Nya.

Lalu apa konsekuensi dari kesalingan dalam mengasihi? Yesus optimis ketika mengatakan perintah kasih ini kepada para murid-Nya. Ia berkata: “Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacita-mu menjadi penuh”. (Yoh 15:11). Orang yang merasakan kasih Tuhan, hatinya akan penuh dengan sukacita ilahi dan Ia sendiri akan mampu mengasihi. Hidupnya juga penuh dengan sukacita. Orang yang tidak mengalami kasih Allah, dengan sendirinya tidak bisa bersukacita di dalam Tuhan.

Gereja perdana sungguh-sungguh merasakan sukacita di dalam Tuhan. Ketika jemaat di Antiokia mengalami persoalan tentang sunat dan tidak bersunat maka dengan sukacita mereka mengutus Paulus dan Barnabas ke Yeursalem untuk berkonsultasi, bermusyawarah untuk mencapai sebuah keputusan yang baik dan benar. Selama berjalan bersama ke Yerusalem, mereka membawa sukacita Tuhan kepada orang-orang yang mereka jumpai dalam perjalanan. Komunitas di Yerusalem juga menerima kehadiran Paulus dan Barnabas dengan sukacita. Tuhan sungguh-sungguh ada dan bekerja bersama mereka.

Petrus sebagai kepala gereja universal mendengar sharing pengalaman Paulus dan Barnabas. Ia bereaksi sebagai seorang leader yang baik. Ia mengatakan hal-hal prinsipil seperti keterpilihan dirinya dari pihak Allah untuk mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa lain dan mereka menjadi percaya. Roh Kudus yang satu dan sama juga diberikan kepada bangsa lain. Hati mereka suci karena iman. Lebih khusus lagi Petrus berkata: “Kita percaya bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka” (Kis 15:11). Paulus dan Barnabas juga diberikan kesempatan untuk berbicara tentang pelayanan mereka dan seluruh peserta Konsili Yerusalem mendengarnya dengan baik.

St. Yakobus sebagai uskup di Yerusalem juga memberikan pandangannya. Ia sebagai kepala gereja lokal mendukung perkataan Petrus sebagai kepala gereja universal dengan berkata: “Kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah” (Kis 15:19). Yakbous juga berkata: “Kita jangan menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk berjumpa dengan Allah, sumber kasih. Bangsa-bangsa lain hanya perlu diingatkan untuk menjauhkan diri dari makanan yang dicemarkan berhala-berhala, percabulan, dari daging binatang yang dicekik dan dari darah” (Kis 15:20).

Kita semua dikuatkan oleh Sabda pada hari ini. Tuhan mengasihi kita semua. Kita semua tinggal di dalam kasih-Nya dan merasakan sukacita-Nya yang abadi dan penuh di dalam hati kita. Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply