Homili 9 Mei 2016

Hari Senin, Pekan Paskah VII
Kis 19:1-8
Mzm 68: 2-3.4-5ac. 6-7b
Yoh 16:29-33

Kuatkanlah hatimu!

imageAda dua orang kakak beradik memiliki pengalaman yang berharga. Setelah kedua orang tua meninggal dunia, mereka hidup bersama di rumah orang tua. Sang kakak bertindak sebagai ayah sekaligus ibu bagi adiknya. Ia rela berkorban dalam segala hal supaya adiknya dan juga dirinya sendiri dapat bertumbuh sebagai pribadi yang bahagia. Waktu berlalu dan keduanya mencapai usia dewasa dengan pengalaman kebersamaan yang indah. Sang kakak pun menikah namun ia tetap memperhatikan adiknya. Adiknya juga akhirnya menikah dan dirayakan dengan bahagia oleh kakaknya. Namun demikian, situasi persaudaraan ini berubah ketika mereka sudah sama-sama berkeluarga. Relasi antar pribadi kedua bersaudara menjadi renggang ketika sudah ada “suara sumbang” dari istri masing-masing. Relasi mereka makin renggang dan keduanya memilih diam, tidak berkomunikasi satu sama lain tanpa sebuah alasan yang jelas.

Pada suatu hari sang adik sakit keras dan langsung masuk ke ruangan UGD untuk memperoleh perawatan intensif. Kakaknya mendengar berita itu dan ia segera mengunjunginya di ruangan UGD. Ketika melihat adiknya dalam kondisi lemah, kakaknya berkata: “Kuatkanlah hatimu adik!” Adiknya mendengar suara kakaknya. Kakaknya memeluk adiknya dan berkata: “Saya ada di sini bersamamu”. Adiknya hanya menangis dan menucapkan kata maaf kepada kakaknya. Proses rekonsiliasi pun terjadi di antara mereka berdua. Ini adalah sebuah mukjizat di dalam keluarga itu. Sang adik merasakan kesembuhan ajaib ketika merasakan kehadiran sang kakak. Saling menguatkan sebagai saudara adalah sebuah mukjizat yang nyata.

Tuhan Yesus melanjutkan diskursus perpisahan-Nya pada malam perjamuan terakhir bersama para murid-Nya. Kali ini Ia mengatakan bahwa akan tiba saatnya di mana Ia tidak akan berbicara dengan memakai kata-kata kiasan atau perumpamaan. Para murid mengakui perkataan Yesus ini karena de facto Ia sedang berbicara apa adanya dan dengan terus terang. Hal ini turut meyakinkan para murid bahwa Yesus sungguh-sungguh dating dari Allah. Namun demikian Yesus juga masih bertanya apakah mereka sungguh-sungguh percaya kepada-Nya.

Tentu saja Yesus berusaha meyakinkan para murid-Nya tentang keluhuran persaudaraan yang mereka alami bersama. Ia mengajar dan membuat tanda-tanda heran di hadapan mereka namun mereka sendiri belum percaya sepenuhnya kepada Yesus. Tuhan Yesus juga mengatakan kepada mereka bahwa berbagai penderitaan akan mereka alami. Ada saat di mana mereka akan dicerai-beraikan, mereka akan berlari dan meninggalkan Yesus seorang diri. Hal ini akan menjadi nyata setelah peristiwa Getzemani. Yesus berdoa seorang diri dan akan menderita seorang diri. Manusia tidak menyertai Yesus, namun Allah Bapa senantiasa menyertai Anak-Nya.

Yesus berbicara terus terang tentang berbagai penderitaan dan kemalangan yang dialami-Nya dan nantinya juga akan dialami oleh para murid yang mengikuti-Nya dari dekat. Ia berkata: “Di dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” (Yoh 16:33). Para pengikut Kristus sudah disadarkan oleh Yesus Kristus sendiri bahwa mereka bertugas untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus bukan pekerjaan mereka sendiri. Mereka juga akan mengalami banyak penderitaan dalam pelayanan ketika harus melayani Tuhan dan sesama. Mereka harus berani memikul salib hari demi hari dan mengikuti Tuhan Yesus dari dekat. Kita percaya bahwa Tuhan lebih dahulu menderita dibandingkan dengan penderitaan kita. Tugas kita adalah percaya dan mengandalkan kasih dan kebaikan Tuhan dalam segala hal.

St. Paulus dalam bacaan pertama melakukan perjalanan misionernya yang ketiga dengan menjelajahi daerah-daerah pedalamaan Asia hingga tiba di Efesus. Paulus mendapatkan orang-orang di sana dan ia bertanya kepada mereka, apakah mereka sudah mendapat Roh Kudus atau belum. Mereka hanya terheran-heran mendengar nama Roh Kudus karena mereka belum mendengarnya, lagi pula baptisan yang mereka terima adalah baptisan dari Yohanes Pembaptis. Paulus mengingatkan mereka bahwa baptisan yang mereka terima adalah demi membangun sikap tobat saja. Sekarang mereka harus percaya kepada Yesus Kristus. Mereka pun dibaptis dalam nama Yesus sehingga muncullah Pentekosta baru. Roh Kudus turun atas kedua belas orang di Efesus ini.

Kita semua menerima Roh Kudus pertama kali pada saat dibaptis. Kita semua dibaptis dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus diutus oleh Bapa melalui Yesus Putra-Nya. Dia menjadi penghibur kita. Dia akan mengajar dan mengingatkan segala sesuatu yang sudah Yesus diajarkan Yesus sendiri. Roh Kudus meyakinkan kita akan kasih Allah yang tiada batasnya bagi kita semua. Mari kita menguatkan hati dan pikiran kita kepada Tuhan sambil memohon: “Datanglah ya Allah Roh Kudus dan baharuilah hidupku. Ku”

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply