Homili 21 Mei 2016

Hari Sabtu, Pekan Biasa VII
Yak 5:13-20
Mzm 141:1-2.3.8
Mrk 10:13-16

Be Yourself

imageBanyak di antara kita mungkin masih mengingat aktor bela diri asal Hongkong bernama Bruce Lee. Aktor kelahiran San Francisco, Amerika Serikat, 27 November 1940 ini meninggal dalam usia 32 tahun pada tanggal 23 Juli 1973. Ia pernah memberi motivasi seperti ini: “Always be yourself, express yourself, have faith in yourself, do not go out and look for a succesful personality and duplicate it”. Meskipun beliau sudah lama meninggal dunia, namun kata-katanya yang sederhana ini masih memiliki kekuatan yang luar biasa bagi kita semua saat ini. Mengapa saya mengatakan demikian? Karena hingga saat ini banyak orang mengalami kesulitan untuk menjadi dirinya sendiri. Banyak orang sadar atau tidak sadar, mudah menolak dirinya yang sebenarnya (the real self) sehingga sulit menjadi dirinya sendiri, sulit mengekspresikan dirinya, tidak percaya diri dan akhirnya mencari diri orang lain dan mengikutinya.

Ada seorang gadis yang berbadan gendut dan berbibir tebal. Mulanya ia tidak merasa apa-apa dengan dirinya. Tetapi pada suatu kesempatan ia mendengar teman-temannya berkata bahwa ia perlu melihat dirinya di depan kaca. Sejak saat itu ia merasa minder karena dia baru sadar bahwa badannya gendut dan bibirnya tebal. Ia tidak dapat bergaul dengan leluasa. Ia lebih banyak tinggal di dalam kamar, menyendiri dengan dunianya sendiri. Situasi ini di alaminya cukup lama. Pada suatu hari ia mendengar sebuah talk show tentang kepribadian di sebuah stasiun televisi swasta. Ketika itu ada sebuah kalimat yang diucapkan dengan jelas oleh pakar dalam acara talk show ini: “Saya percaya bahwa manusia bisa berubah. Maka apa pun yang terjadi saya selalu mengulangi kalimat yang sama kepada anak-anak di rumah dan di sekolah supaya tetap menjadi diri sendiri.” Kalimat yang membuka wawasan berpikir dan mengubah seluruh hidupnya adalah “menjadi diri sendiri”. Ia perlahan-lahan mengucapkan kalimat ini: “Aku harus menjadi diriku sendiri”. Ia keluar dari dunianya yang asing, menembusi batas-batas kehidupan dan menjadi pribadi yang baru, seorang pelawak yang menghibur banyak orang yang remuk hatinya. Ia menjadi dirinya sendiri dan hidup dari dirinya sendiri.

Pada hari ini kita mendengar St. Yakobus memberi wejangan-wejangan yang bisa membantu kita untuk menjadi diri sendiri. Dengan menjadi diri sendiri, kita akan merasa membutuhkan orang lain untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan diri kita. Misalnya, Yakobus mengatakan bahwa kalau ada orang yang menderita, baiklah ia berdoa. Orang itu harus belajar menjadi dirinya sendiri, menerima segala penderitaannya apa adanya, dan berpasrah kepada Tuhan melalui doa-doanya. Yakobus mengatakan bahwa kalau ada orang yang bergembira maka baiklah kalau ia menyanyi. Kalau ada orang yang sakit maka baiklah ia memanggil penatua untuk mendoakannya dan mengurapi dengan minyak dalam nama Tuhan. Bagi Yakobus, doa-doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit dan Tuhan akan menyembuhkannya. Tuhan juga akan menghapus dosanya melalui pengurapan minyak suci.

Proses menjadi diri sendiri bagi Yakobus, dapat diperoleh melalui usaha untuk mengenal diri dengan sebaik-baiknya. Cara sederhana untuk mengenal diri adalah dengan memeriksa batin, mengetahui dosa-dosa dan salah lalu mengakuinya dengan jujur di hadirat Tuhan. Di samping usaha untuk mengakui dosa-dosa dan salah di hadirat Tuhan, kita juga diharapkan untuk berdoa. Doa sebagai orang yang beriman, orang benar di hadirat Tuhan akan mengubah segala sesuatu. Orang berdosa sekalipun bisa bertobat dan kembali kepada Tuhan. Tugas kita sebagai sesama adalah membantu sesama menjadi dirinya sendiri. Orang itu dibantu untuk menerima diri apa adanya sebagai orang berdosa, menyesali semua dosa dan bermetanoia.

Penginjil Markus mengisahkan bahwa pada suatu hari orang-orang membawa anak-anak kepada Yesus untuk diberkati dengan tangan-Nya yang kudus. sayang sekali karena para murid menghalangi dan memarahi mereka untuk mendekat pada Yesus. Para murid mungkin beralasan bahwa anak-anak kecil itu masih polos, lemah, belum memahami Torah dan mempraktikannya. Lagi pula bagi para murid, kehadiran anak-anak di depan Yesus sifatnya mengganggu. Namun, reaksi Yesus berbeda dengan para murid yang menghalangi anak-anak. Dia justru meminta para murid untuk membiarkan mereka datang kepada-Nya. Alasan yang Yesus sampaikan adalah “sebab orang-orang seperti inilah yang punya kerajaan Allah.”

Yesus berkata kepada para murid: “Sungguh barangsiapa tidak menerima Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Tuhan Yesus menghendaki supaya setiap orang membuka hati kepada-Nya. Membuka diri berarti menerima dan mengasihiNya. Kerajaan Allah itu diterima sebagai sebuah hadiah istimewa dari Tuhan sendiri. Sama seperti anak kecil berharap pada orang tuanya, demikian kita sebagai orang beriman menerima Kerajaan Allah dengan penuh harapan dari Tuhan sendiri.

Kita semua dalam proses menjadi diri sendiri. Dalam proses menjadi diri sendiri ini kita berusaha agar mengenal diri dengan sebaik-baiknya, membuka diri kepada Tuhan dan membiarkan Kerajaan-Nya bertumbuh dan bertambah besar di dalam diri kita. Kita semua bertugas untuk ikut terlibat dalam menghadirkan Kerajaan Allah. Semoga Allah merajai semua orang di atas dunia ini.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply