Yahwe adalah Allah

Elia bersekutu dengan Tuhan
(1Raj 19: 9a.11-16)

Fr. JohnSelama beberapa hari ini kita mendengar kisah-kisah tentang nabi Elia dan aneka perjuangan hidupnya. Nama Elia berarti Yahwe adalah Allah. Nama ini menunjuk pada jati diri Elia. Siapakah nabi Elia sebenarnya? Ia dikenal sebagai seorang nabi dari Kerajaan Utara, yang membela secara ketat pemujaan Yahwe pada zaman raja Ahab dan permaisurinya, Izebel. Mereka berdua berusaha untuk memajukan pemujaan Baal dan ditantang oleh nabi Elia. Kisah kehidupannya dapat kita baca di dalam Kitab Raja-Raja (1Raj 17:1-19:21; 21:1-29; 17:1-29:2; 2Raj 1:3-2:12). Sedangkan di dalam Kitab Perjanjian Baru kita hanya menemukan 4 buah cerita, di antaranya tentang musim kering tak berkesudahan dan perutusannya ke rumah janda di Sarfat (Luk 4:25-26), pengungsiannya (Rm 11:2-4) dan hukuman Tuhan (Luk 9:54).

Nabi Elia dipandang sangat tinggi martabatnya sehingga ia layak dinaikkan ke surga dalam angin badai (2Raj 2:11). Orang-orang Yahudi memandangnya sebagai pembuat mujizat dan penolong. Dia diharapkan kedatangannya kembali mendahului Mesias (Sir 48:10-12; Mat 16:14; Mat 17:10-13; Luk 9:8). Yohanes Pembaptis tidak menempatkan dirinya sejajar dengan Elia (Yoh 1:21,25), namun ia dinyatakan oleh Yesus sebagai Elia yang hidup kembali (Mat 11:14; 17:12). Penginjil Markus bersaksi bahwa Elia bersama Musa menjadi saksi Yesus menampakkan kemulian-Nya di gunung yang tinggi (Mrk 9:4).

Pada hari ini kita mendengar kisah nabi Elia sedang berada di gunung Tuhan yaitu gunung Horeb. Ia masuk ke dalam sebuah gua dan bermalam di dalamnya. Di tempat persembunyiannya ini, Tuhan menyatakan diri kepadanya sambil bertanya: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” (1Raj 19:9). Pertanyaan Tuhan ini dijawab oleh Elia: “Aku bekerja segiat-giatnya bagi Tuhan, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku” (1Raj 19: 10).

Tuhan memanggil Elia untuk keluar dari dalam gua dan menyaksikan Pribadi Ilahi-Nya lewat dalam tanda-tanda alam yang dahsyat. Ada angin besar yang kuat, yang dapat membelah gunung-gunung, memecahkan bukit-bukit batu mendahului Tuhan. Namun Tuhan tidak ada bersama fenomena alam ini. Fenomena alam kedua adalah gempa bumi, namun Tuhan tidak ada di dalam gempa bumi. Fenomena ketiga adalah api, namun Tuhan juga tidak ada di dalam api. Fenomena keempat adalah angin sepoi-sepoi. Elia keluar dari gua dan mendengar pertanyaan dari Tuhan: “Apa kerjamu di sini, hai Elia?” (1Raj 19:13). Ia kembali menceritakan kepada Tuhan pengalaman hidup dan pergumulannya sebagai nabi. Tuhan mendengar Elia dan menuntunnya kembali ke tempatnya. Ia melewati jalannya melalui padang gurun ke Damsyik untuk mengurapi Hazael untuk menjadi raja Aram dan Yehu menjadi nabi pengganti Elia sendiri.

Tuhan menyatakan diri-Nya kepada Elia dalam tanda-tanda alam yang menakutkan dan mencengangkan. Namun pada tanda-tanda itu ternyata Tuhan tidak menunjukkan diri-Nya. Tuhan justru hadir dalam ketenangan laksana angin sepoi-sepoi. Di situlah Ia memanggil dan mengutus nabi-Nya. Dari angin sepoi-sepoi itu Tuhan menunjukkan diri-Nya sebagai Allah yang maharahim. Kerahiman Allah mengubah jalan hidup Elia. Ia harus menunjukkan dirinya secara terus menerus sebagai nabi bukan menyembunyikan diri atau mencari kenyamanan.

Tuhan menunjukkan kerahiman-Nya melalui nabi Elia. Ia hadir dalam ketenangan untuk mengembalikan manusia ke jalan yang benar. Pengalaman Elia akan kerahiman Allah ini hendaknya menjadi pengalaman kita semua. Banyak kali kita melarikan diri, menyembunyikan diri, mencari kenyamanan kalau kerasulan kita sedang berada dalam kesulitan. Mental hidup gampang dan enak ini justru menghancurkan kehidupan kita. Mari kita mencoba menata diri kita supaya layak merasakan kerahiman Tuhan Allah.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply