Homili 17 Juni 2016

Hari Jumad, Pekan Biasa XI
2Raj 11:1-4.9-18.20
Mzm 132:11-12.12-14.17-18
Mat 6: 19-23

Mata Kerahiman Allah tertuju padamu

imagePada pagi hari ini saya mendapat kiriman kutipan Mazmur, bunyinya: “Peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu” (Mzm 17:8). Saya mengatakan kepada Tuhan rasa syukur saya dalam doa harianku karena sekali lagi aku diingatkan bahwa aku bernilai di mata-Nya. Dan aku juga memohon kepada Tuhan supaya Ia tetap memelihara aku seperti biji mata dan menyembunyikan aku dalam naungan sayap-Nya. Tidak ada kata yang paling indah yang dapat saya katakan kepada Tuhan pagi ini, selain kata terima kasih dan syukur selamanya kepada Tuhan. Di samping merenungkan tentang diri saya dengan segala kekurangan dan kelebihan sebagai biji mata Tuhan, saya masuk lebih dalam lagi pengalamanku bersama Tuhan. Saya percaya bahwa Tuhan memandangku dengan mata kerahiman-Nya dan mengubah diriku sesuai kehendak-Nya.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini menasihati kita semua untuk mawas diri dan bersikap lepas bebas terhadap harta duniawi. Ia berkata: “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; ngengat dan karat merusakannya dan pencuri membongkar dan mencurinya” (Mat 6:19). Tuhan Yesus melihat kecenderungan para murid-Nya dan kebanyakan orang saat itu untuk mengumpulkan barang-barang yang mereka sukai meskipun mereka sendiri tidak membutuhkannya. Ada juga yang bersikap avarice atau tamak. Mereka menyimpannya di tempat-tempat tertentu, baik di dalam maupun di luar rumah. Ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi semua orang dalam hidup bersama. Yesus dengan tepat mengatakan bahwa semua barang yang di atas bumi ini tidak abadi, karena ngengat dan karat akan merusakannya. Pencuri juga dapat mencurinya kapan saja. Maka kita tidak harus mengikat diri kepada harta duniawi itu. Kita harus bersikap lepas bebas, tidak melekat pada harta dan lupa pada Tuhan.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Tuhan Yesus menghendaki agar kita mengumpulkan harta di sorga. Sorga adalah tempat di mana Tuhan bersemayam. Dialah sumber segala kebaikan dan kebahagiaan. Maka sebagai manusia kita hendaknya mencari, menemukan dan tinggal bersama dengan-Nya selama-lamanya. Tuhan Allah adalah kasih dan kerahiman selalu terpancar dari hati-Nya yang penuh kasih kepada kita. Maka yang dimaksudkan oleh Yesus tentang harta surgawi adalah kasih dan kerahiman Allah Bapa bagi kita. Kasih dan kerahiman-Nya itu kekal selama-lamanya. Dengan memadang kepada Allah yang penuh kasih dan kerahiman maka dengan sendirinya kita akan memiliki sikap lepas bebas dan melekatkan diri hanya kepada Tuhan.

Mengapa sikap lepas bebas itu perlu dan harus? Tuhan Yesus berkata: “Di mana hartamu berada, di situ hatimu juga berada” (Mat 6:21). Perkataan Yesus ini menandakan betapa melekatnya hati manusia pada harta duniawi. Kita bisa melihat situasi sosial dan juga keluarga-keluarga di sekitar kita. Betapa sulitnya orang memiliki sikap lepas bebas terhadap gadget misalnya. Orang kesulitan untuk bisa sign out, tetapi selalu online. Mereka sangat melekat dengan gadget sehingga mengorbankan relasi alamiah di dalam keluarga. Orang-orang lebih senang dan nyaman memandang gadget dari pada memandang sanak keluarganya dengan empat mata. Paus Fransiskus pernah mengatakan bahwa relasi keluarga itu bisa disaksikan di meja makan. Kalau para suami dan istri di meja makan masih sibuk memperhatikan gadget atau siaran televisi maka keluarga itu semu. Kalau anak-anak masih sibuk dengan gadget di meja makan makan keluarga itu adalah sebuah asrama. Sikap lepas bebas harus dimiliki oleh setiap orang, supaya bisa menikmati harta surgawi.

Selain mengingatkan para murid untuk mawas diri terhadap godaan dari harta duniawi, mereka juga diingatkan tentang pentingnya mata. Yesus mengatakan bahwa mata adalah pelita tubuh. Maka kalau mata kita baik maka tubuh kita terang, sebaliknya kalau mata kita jahat maka tubuh kita  menjadi gelap. Orang-orang Yunani membandingkan mata yang jernih dengan kejernihan suara hati kita. Maka mata yang jernih melambangkan terang batiniah karena Tuhan hadir di dalam hati manusia. Mata yang jahat menunjukkan gelapnya batin manusia. Batin manusia menyukai dosa maka yang ada hanyalah kegelapan.

Kita merenungkan dua hal yang sangat indah yakni relasi hati dan harta kekayaan, dan mata sebagai pelita tubuh. Kedua hal ini mengajar kita tentang kasih yang tulus dan murni kepada Tuhan. Orang yang memiliki hati yang murni akan melihat Allah. Orang yang memiliki mata hati yang jernih akan merasakan kasih dan kerahiman Tuhan Allah. Tuhan Allah kita adalah maharahim. Ia senantiasa memandang kita dengan mata penuh kerahiman. Mata kerahiman dapat mengubah hidup kita yang gelap, penuh dengan dosa dan salah menjadi hidup dalam terang dan kasih Tuhan. Kita harus mawas diri, sebab Yesus sendiri mengatakan bahwa jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu (Mat 6:23).

Pertanyaan bagi kita sekarang: “Apakah matamu adalah pelita bagi tubuhmu?”

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply