Homili 7 Juli 2016

Hari Kamis, Pekan Biasa XIV
Hos 11:1b.3-4.8c-9
Mzm 80: 2ac.3b.15-16
Mat 10:7-15

Kerahiman Allah memerdekakan kita!

imagePada pagi hari ini saya membaca kembali beberapa pesan Paus Fransiskus dalam Bulla Misercordiae Vultus untuk tahun Yubileum Kerahiman Allah. Beliau mengatakan bahwa Kerahiman Allah adalah dasar bagi kehidupan Gereja (MV, no.10). Beliau juga mengatakan bahwa kita semua dapat menjadi pelaku kerahiman Allah apabila kita sudah lebih dahulu mengalami dan merasakannya. Kerahiman Allah dapat memerdekakan kita dari hidup sebagai manusia lama yang penuh dengan dosa dan salah menjadi manusia baru dalam Tuhan (MV, no.15). Kerahiman Allah membaharui hidup kita sehingga dapat menjadi pribadi yang berguna bagi orang lain. Pertanyaan bagi kita adalah apakah kita semua sudah sedang merasakan kerahiman Allah? Ini adalah pertanyaan yang patut kita refleksikan sepanjang tahun kerahiman Allah ini. Kita perlu menyadari bahwa Kerahiman Allah memerdekakan hidup kita sebagai anak-anak Allah.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk mengalami kerahiman Allah dan menjadi misionaris kerahiman Allah bagi semua orang. Tuhan menunjukkan kerahiman-Nya melalui nabi Hosea. Ia berkata: “Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku itu” (Hos 11:1). Perkataan Tuhan ini membantu kita untuk mengerti rencana Tuhan yang begitu luhur bagi manusia yang selalu jatuh ke dalam dosa dan salah yang sama. Tuhan mengasihi Israel yang masih muda. Israel yang masih muda sangat membutuhkan kasih sayang dari Tuhan. Kita mengingat kembali beberapa kejadian yang menunjukkan bahwa Tuhan menunjukkan kerahiman-Nya kepada Israel. Mula-mula Ia mengikat perjanjian kasih-Nya dengan Abraham bahwa keturunannya akan menjadi sebuah bangsa yang besar dan senantiasa diberkati-Nya (Kej 12:2-3). Berkat Tuhan bersifat kekal bukan sementara (Kej 17:8). Berkat Tuhan menjadi nyata di tanah Kanaan, yang penuh dengan susu dan madu (Kel 3:8). Di sanalah Abraham dan keturunannya yakni Ishak dan Yakub atau Israel menetap dan merasakannya. Mereka mengalami kasih dan kerahiman Allah yang tidak berkesudahan.

Sejarah Israel juga menunjukkan bahwa karena bahaya kelaparan maka Israel bersama anak-anaknya meninggalkan tanah Kanaan untuk mengungsi ke Mesir. Di sana sudah ada Yusuf salah seorang anaknya yang akan memberi makan kepada mereka. Keturunan Israel menghuni sebuah daerah yang subur di sebelah utara delta sungai nil dan berada di bawah kuasa Firaun, raja Mesir. Namun Tuhan tidak membiarkan anak-anak Israel merana di negeri asing yakni Mesir. Mereka harus kembali ke tanah Kanaan yang sudah diberikan sepenuhnya kepada mereka oleh Tuhan. Itulah sebabnya Ia memanggil anak-anak Israel dari Mesir untuk kembali ke tanah Kanaan. Mereka melakukan perjalanan selama empat puluh tahun di padang gurun hingga tiba di tanah Kanaan. Pengalaman Israel lama ini akan dialami kembali oleh Yesus, Anak Allah. Matius mengutipnya dengan tepat dalam Injilnya (Mat 2:15). Kisah ini turut mewarnai keindahan kerahiman Allah bagi umat pilihan-Nya dan bagi Gereja masa kini.

Tuhan menunjukkan kasih sayang-Nya kepada Efraim. Ia sendiri yang menjaga Efraim untuk berjalan dan mengangkat mereka dengan tangan-Nya yang perkasa. Namun kasih dan kerahiman Allah ini tidak disadari oleh manusia. Mereka malah menjauh dari Tuhan sebab tidak insaf akan kuasa dan kerahiman-Nya (Hos 11:3). Namun demikian Tuhan tiada henti-hentinya mengasihi karena Dia adalah kasih. Tuhan berkata: “Aku menarik mereka dengan tali kesetiaan, dengan ikatan kasih. Bagi mereka Aku seperti orang yang mengangkat kuk dari tulang rahang mereka, Aku membungkuk kepada mereka dan memberi mereka makan” (Hos 11:4). Kita dapat membayangkan betapa agunglah kasih Tuhan dan betapa lemahnya jawaban manusia akan kasih Tuhan. Tuhan tetaplah Allah yang berbelas kasih. Ia berjanji bahwa hati-Nya berbalik dalam diri-Nya, belas kasih-Nya bangkit serentak. Ia tidak melaksanakan murka-Nya yang bernyala-nyala bagi manusia (Hos 11:8-9).

Kerahiman Allah merupakan harta yang amat bernilai di dalam Gereja karena berasal dari Allah Bapa melalui Yesus Kristus Putra-Nya. Tuhan Yesus menganugerahkan kerahiman Allah Bapa di dalam hati para murid-Nya supaya mereka juga mampu menunjukkan Yesus sang wajah Kerahiman Allah Bapa di dalam Gereja sepanjang masa.

Apa yang dilakukan oleh para murid Yesus sebagai misionaris kerahiman Allah?

Tuhan Yesus berpesan kepada para murid-Nya untuk menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta dan mengusir setan-setan. Mereka semua mendapatkan kasih karunia ini dengan cuma-cuma maka mereka juga harus memberikannya secara cuma-cuma. Para murid mendapat kekuatan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus sendiri, pekerjaan kerahiman Allah bagi semua orang.

Untuk dapat menjadi misionaris kerahiman Allah maka sangat dibutuhkan semangat kesederhanaan. Semangat hidup sederhana dan sikap lepas bebas ini akan menjadikan para murid sebagai pribadi-pribadi yang bersandar penuh pada Allah sendiri bukan pada kekuatan mereka. Artinya bahwa kerahiman Allah harus tetap nomor satu bukan keharuman nama mereka sebagai murid! Mereka membawa damai dan sukacita kepada orang yang berharap kepada Allah. Dengan demikian orang akan datang kepada Allah bukan kepada mereka.

Pada hari ini, kita merasakan urgensi panggilan Tuhan untuk ikut terlibat dalam mewartakan kerahiman Allah. Semoga karya pelayanan kita semua, pelayanan Gereja di seluruh dunia membantu semakin banyak orang untuk merasakan kasih dan kerahiman Allah. Dia adalah kasih, dan hanya kepada Dia kita berpasrah dan meletakkan seluruh harapan kepada-Nya. Terima kasih Tuhan.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply