Homili 30 Juli 2016

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke- XVII
Yer 26:11-16.24
Mzm 69: 15-16.30-31.33-34
Mat 14:1-12

Tuhanlah pelindungku!

imageAda seorang pemuda yang membagi pengalamannya dalam sebuah acara rekoleksi bersama. Ia mengatakan bahwa pekerjaan yang sedang ditekuninya saat ini penuh dengan resiko. Ia adalah kepala bagian keuangan di tempat kerjanya. Baginya, bekerja dengan uang membuatnya mawas diri karena menjadi sorotan banyak orang. Mata semua orang tertuju kepada team keuangan perusahaan. Ia mengaku kadang-kadang menjadi sasaran kebencian dari karyawan yang lain, terutama ketika ada kebijakan-kebijakaan baru menyangkut keuangan dari perusahaan. Ia mengaku pernah mendapat ancaman dan teror tertentu melalui handphone. Ia merasa menderita namun tetap optimis terhadap ancaman dan tekanan yang sedang ia rasakan. Ia percaya kepada setiap rencana Tuhan yang indah baginya. Tuhan baginya adalah pelindung dan harapannya.

Pada hari ini kita berjumpa dengan figur nabi Yeremia. Dia adalah utusan Tuhan yang siap untuk menderita demi kemuliaan nama Tuhan. Ia mendengar nubuat Tuhan untuk mengoreksi cara hidup umat Israel yang sudah terlalu jauh dari kuasa dan kehendak Tuhan. Mereka menyukai hidup dalam kegelapan dan dosa. Hati mereka tertutup kepada rencana dan kehendak Tuhan. Reaksi dari para imam, nabi dan rakyat kebanyakan kepada nabi Yeremia saat itu terungkap dalam perkataan ini: “Orang ini patut mendapat hukuman mati, sebab ia telah bernubuat tentang kota ini, seperti yang kalian dengar dengan telingamu sendiri” (Yer 26: 11). Ini merupakan sebuah ancaman serius dan menakutkan bagi Yeremia.

Yeremia memahami tugas perutusannya. Ia percaya bahwa Tuhan sudah berjanji untuk menyertainya. Maka ia berani mengatakan kepada mereka bahwa justru Tuhanlah yang mengutusnya untuk bernubuat tentang kota dan rumah Tuhan. Maka mereka harus memperbaiki tingkah laku dan perbuatan mereka di hadirat Tuhan. Mereka harus mendengar suara Tuhan dan tidak bertegar hati. Dengan demikian, Tuhan akan membatalkan rancangan malapetaka kepada mereka. Nabi Yeremia mengingatkan mereka bahwa apabila mereka membunuhnya maka mereka hanya mendatangkan darah orang tak bersalah atas diri mereka dan kota tempat mereka tinggal serta semua penduduknya.

Pembicaraan nabi Yeremia dan para imam, nabi dan rakyat membuahkan hasil yang baik. Para pemuka dan rakyat sama-sama sepakat untuk membebaskan Yeremia karena ia berbicara atas nama Tuhan Allah mereka. Sejak saat itu nabi Yeremia dilindungi oleh Ahikam bin Safan sehingga ia tidak diserahkan ke dalam tangan rakyat untuk dibunuh. Tuhan Allah menunjukkan kerahiman-Nya dengan melindungi nabi Yeremia dari bahaya.

Pengalaman nabi Yeremia ini mirip dengan pengalaman Raja Daud. Ia juga mengalami kesulitan sehingga berani berdoa kepada Tuhan seperti ini: “Lepaskanlah aku dari dalam lumpur, supaya jangan aku tenggelam. Biarlah aku lepas dari orang-orang yang membenci aku, dan dari air yang dalam! Janganlah gelombang air menghanyutkan aku, janganlah tubir menelan aku, atau sumur menutup mulutnya di atasku.” (Mzm 69:15-16). Daud mengadalkan Allah sebagai sumber keselamatan. Allah tetaplah menjadi pelindung bagi Daud.

Tuhan senantiasa menunjukkan perlindungan-Nya kepada kita semua. Banyak kali kita mengalami kesulitan dalam hidup, akibat penolakan dan kekejaman. Kita semua merasa bahwa nyawa kita akan lenyap di tangan para musuh kita. Di saat-saat yang sulit itu, kita kembali kepada Tuhan sebagai pelindung dan tempat kita berharap. Apakah kita masih mengandalkan Tuhan dalam hidup meskipun banyak kesulitan yang datang silih berganti? Tuhan Yesus di dalam Injil mengatakan: “Berbahagialah yang dikejar-kejar karena taat kepada Tuhan, sebab bagi merekalah Kerajaan Surga” (Mat 5:12).

Pengalaman nabi Yeremia ini mirip dengan pengalaman Yesus Kristus. Ia juga menjadi sasaran kebencian banyak orang pada zaman-Nya karena Ia mewartakan Kerajaan Allah. Ia mengalami siksaan hingga wafat di kayu salib. Semuanya dilakukan oleh Yesus karena kasih, sementara di pihak manusia hanya ada kebencian. Yohanes Pembaptis memiliki nasib yang sama. Ia juga menderita karena memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Tegurannya kepada Herodes merupakan sebuah koreksi yang bagus, hanya tidak ditanggapi oleh Herodes, dan lebih lagi Herodias sehingga menyebabkan kemartiran Yohanes Pembaptis. Tuhan Yesus dan Yohanes Pambatis adalah utusan Allah Bapa yang menjadi martir. Mereka sama-sama menunjukkan kasih dan kerahiman Allah di dunia ini.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply