Homili 19 Agustus 2016

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XX
Yeh 37:1-14
Mzm 107: 2-3.4-5.6-7.8-9
Mat 22:34-40

Kasih adalah segalanya

imagePada suatu hari saya diundang untuk merayakan misa dalam rangka memperingati seribu hari meninggalnya seorang ayah dalam sebuah keluarga. Ketika itu saya memperhatikan buku panduan yang keluarga siapkan untuk semua umat. Di dalamnya tertulis: “Kasih adalah segalanya”. Perayaan Ekaristi berlangsung dengan baik. Kami semua merenungkan bersama tentang makna kasih Allah bagi manusia. Usai misa, salah seorang anak mewakili keluarga memberikan kata sambutan. Ia mengatakan bahwa sudah tiga tahun berlalu mereka semua kehilangan kasih seorang ayah. Kini mereka semua hanya bisa mengenang dan merindukan kasih ayah seperti dulu. Mereka semua yakin bahwa ayah mereka sudah menikmati kasih yang sempurna bersama Bapa Surgawi. Kini ayah mereka merasakan kasih adalah segalanya karena ia tinggal bersama Kasih yang abadi. Semua keluarga dan kerabat juga undangan yang hadir mengamini kata-kata ini: “Kasih adalah segalanya”.

Bacaan-bacaan liturgi pada hari ini mendorong kita untuk mengerti dengan baik makna kasih dan mengasihi. Ada sebuah pertanyaan acuan bagi kita yakni apakah kasih adalah segalanya bagi manusia? Kita semua pasti sepakat untuk mengatakan bahwa kasih adalah segalanya. Mengapa? Karena kita tidak dapat hidup tanpa kasih. Kasih itu menghidupkan, mendewasakan dan membuat hidup kita lebih bermakna di hadapan Tuhan dan sesama.

St. Paulus dikenal sebagai orang yang menulis himne tentang kasih. Ia menulis: “Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan” (1Kor 13: 4-8). Di sini, St. Paulus mau menegaskan keluhuran kasih, yakni bahwa kasih adalah segalanya. Allah adalah kasih (1Yoh 4:8.16). Apakah kita sudah mengalami dan melakukan kasih sebagaimana digambarkan Paulus dalam himnenya ini?

Pada hari ini ini kita mendengar Penginjil Matius mengisahkan bahwa orang-orang Farisi barusan mendengar tentang uji kemampuan Yesus. Ia membungkam kaum Saduki dengan pengajaran-Nya. Kita dapat membayangkan bahwa situasi saat itu amat tegang. Ada rasa benci di dalam hati dan usaha untuk mengalahkan Yesus dari pihak orang-orang Farisi dan Saduki. Hal ini memang sangatlah manusiawi. Ada orang yang cenderung untuk membalas dendam dan mengabaikan kasih. Lalu apa yang terjadi sesungguhnya? Ada seorang ahli Tauarat di antara kaum Farisi yang berani mencobai Yesus dengan sebuah pertanyaan: “Guru, hukum manakah yang terbesar dalam hukum Taurat?” (Mat 22:37). Pertanyaan ini memang hanya untuk mencobai Yesus tetapi kelihatan sangat serius.

Tuhan Yesus mendengar pertanyaan ini dengan penuh perhatian. Ia tidak membuat teori baru tentang hukum yang terbesar dalam hukum Taurat untuk menjawabi pertanyaan ini. Namun Ia coba mengarahkan ahli Taurat itu untuk membaca, merenungkan dan melakukan kasih Tuhan dalam Kitab Ulangan (Ul 6:4-7). Tuhan Yesus mengulangi apa yang diungkapkan dalam Kitab ulangan ini secara ringkas sevagai hukum yang pertama: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan segenap akal budimu.” (Mat 22:37). Selanjutnya ada hukum yang kedua yang sama dengan hukum pertama dari Kitab Imamat (Im 19:18). Yesus mengulanginya: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. (Mat 22:39). Yesus mengatakan bahwa kedua hukum ini tidak terpisahkan satu sama lain dan bahwa pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan Kitab Para nabi.

Yohanes melengkapi perkataan Yesus dalam Injil Matius ini. Ia berkata: “Jika seorang berkata, ‘Aku mengasihi Allah’ dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” (1Yoh 4:20). Artinya siapa yang mengatakan mengasihi Allah dengan seluruh totalitasnya maka ia pun saat yang sama mengasihi sesama seperti dirinya sendiri karena sesama juga merupakan gambaran dari wajah Allah sendiri. Apakah kita sudah mengasihi Tuhan dan sesama?

Tuhan mengasihi manusia tiada batasnya. Nabi Yehezkiel dalam bacaan pertama menggambarkan Allah sebagai kasih. Yehezkiel mendapat sebuah penglihatan sedang berada di dalam sebuah lembah yang penuh dengan tulang-belulang yang sudah kering berserakan di atas satu dengan yang lain. Tuhan menyuruh Yehezkiel untuk memperhatikan tulang-tulang kering itu dan ia percaya bahwa Tuhan pasti sanggup menghidupkan tulang-tulang itu. Tuhan pun menyuruhnya untuk bernubuat: “Hai tulang-tulang kering, dengarlah Sabda Tuhan! Aku akan memberi nafas hidup di dalammu, supaya kalian hidup kembali. Aku akan memberi urat-urat padamu dan menumbuhkan daging padamu. Aku akan menutup kalian dengan kulit dan memberi kalian nafas hidup, supaya kalian hidup kembali. Dan kalian akan tahu bahwa Akulah Tuhan.” (Yeh 37:4-6).

Tuhan sendiri menjelaskan maksud dari tulang-tulang yang sudah kering dan berserakan satu sama lain. Seluruh kaum Israel adalah tulang-tulang yang sudah kering itu. Mereka adalah orang-orang yang hidup tanpa harapan, dan masa depan yang baik di negeri asing (Babilonia). Negeri asing itu ibarat sebuah kuburan yang gelap, penuh dengan bau busuk dan kotoran. Tuhan Allah berjanji untuk membuka kubur-kubur dan mengeluarkan mereka dari dalam kubur. Tuhan sendiri akan memberikan Roh-Nya supaya manusia bisa hidup kembali. Dengan demikian Israel sadar diri dan percaya bahwa mereka mempunyai Allah yang berkuasa, penuh kasih dan kerahiman. Janji Tuhan akan kasih-Nya ini terlaksana dengan sempurna. Mereka dibebaskan dari Babel dan kembali ke Sion. Di sanalah mereka akan merasakan kasih setia Tuhan. Kasih Tuhan adalah segala-galanya bagi mereka.

Tuhan mengasihi kita maka kita pun mengasihi-Nya dan saling mengasihi sebagai saudara.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply