Homili 8 Oktober 2016

Hari Sabtu, Pekan Biasa XXVII
Gal 3: 22-29
Mzm 105:2-7
Luk 11:27-28

Mendengar dan Memelihara Sabda

imagePada suatu kesempatan saya diundang untuk merayakan misa syukur di sebuah komunitas biara. Saya memperhatikan sebuah tulisan yang terbuat dari sulaman benang pada selembar kain pada sebuah bingkai yang dipajang di dinding berbunyi: “Aku setia mendengar dan memelihara Sabda-Mu, Ya Tuhan”. Saya membayangkan bagaimana kesetiaan setiap anggota komunitas biara ini untuk berkumpul bersama, tekun mendengar, merenungkan, memelihara dan melakukan Sabda Tuhan setiap hari. Komunitas biara ini menjadi kuat karena dibangun di atas Sabda Tuhan dan doa yang terus menerus dari setiap anggotanya.

Penginjil Lukas selalu melukiskan kehidupan Tuhan Yesus dengan segala aktivitas-Nya. Ia berkeliling dan berbuat baik. Ia berjalan dalam lorong-lorong kehidupan manusia yang miskin dan menderita untuk memberikan peneguhan kepada mereka. Orang-orang sakit dan menderita mengalami kesembuhan, orang-orang mati dibangkitkan oleh Yesus. Ia berbicara dan mengajar dengan kuasa dan wibawa sehingga setan-setan pun takluk kepada-Nya. Dengan kuasa Yesus semacam ini maka banyak orang takjub dan memuliakan Allah. Sebab itu tidak mengherankan apabila seorang wanita tanpa nama berseru dari antara orang banyak kepada Yesus: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung dan menyusui Engkau”. Ia melihat segala kebaikan dalam diri Yesus dan memuji ibu yang telah mengandung dan melahirkan-Nya yaitu Bunda Maria. Tentu saja Yesus tidak merasa heran kalau ibu-Nya dipuji. Ibu-Nya adalah abdi Allah yang menyerahkan diri secara total kepada Tuhan. Dialah yang setia mendengar dan melakukan Sabda di dalam hidupnya.

Tuhan Yesus mendengar pujian kepada ibu-Nya. Ia mengucapkan kalimat ini untuk mempertegas keibuan Maria dan memperluas relasi dengan umat manusia. Yesus berkata: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan Sabda Allah dan memelihara-nya”. Bunda Maria adalah orang pertama yang disapa bahagia karena ia mendengar sabda Allah dan memeliharanya. Ia membuka dirinya untuk menerima Sabda Tuhan berupa kabar sukacita dan keterpilihannya dari pihak Allah melalui malaikat Gabriel. Ia menerima Yesus, Sabda yang menjadi daging dalam hidupnya. Ia mendampingi dan memelihara Yesus sepanjang hidupnya.

St. Yohanes Paulus II, dalam Rosario Virginis, mengkontemplasikan penyertaan dan pemeliharaan Bunda Maria kepada Yesus. Momen-momen dari Injil yang sempat dicatat St. Yohanes Paulus II: Bunda Maria menerima khabar sukacita dari Malaikat Gabriel. Bunda Maria membawa Yesus dalam rahimnya untuk mengunjungi Elizabeth dan melayaninya. Ketika itu usia kehamilan Elizabeth adalah enam bulan. Bunda Maria pergi ke Betlehem dan disana ia melahirkan Yesus. Bunda Maria membawa bayi Yesus untuk mengungsi ke Mesir. Bunda Maria membawa Yesus kembali ke Nazaret. Bunda Maria membawa Yesus untuk berziarah ke Yerusalem dan saat itu Ia hilang di dalam bait Allah. Bunda Maria mendampingi Yesus dalam jalan salib-Nya. Bunda Maria berada di bawah kaki salib Yesus. Bunda Maria memangku jenazah Yesus yang barusan diturunkan dari salib dan ikut menguburkan-Nya. Bunda Maria menunggu kedatangan Roh Kudus pada hari Raya Pentekosta bersama para rasul. Maka benar kata Yesus, orang yang berbahagia adalah dia yang mendengar Sabda dan melakukannya sepanjang hidup. Bunda Maria selalu nomor satu.

Tuhan Yesus juga mempertegas semua orang yang dibaptis sebagai anak-anak Allah untuk tekun mendengar dan melakukan Sabda-Nya. Dengan akrab dan bersahabat dengan Sabda maka kita pun layak menjadi bahagia dalam Yesus. Kita juga menjadi bagian atau keluarga Yesus karena setia mendengar dan melakukan Sabda-Nya. Nah, sekarang marilah kita memeriksa bathin kita masing. Apakah kita adalah orang yang layak disapa Tuhan Yesus: berbahagia? Apakah kita sudah mendengar dan melakukan Sabda-Nya?

Apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus dalam bacaan pertama mengingatkan kita tentang pentingnya iman. Iman adalah anugerah cuma-cuma dari pihak Tuhan bagi kita supaya kita semakin percaya dan mengasihi-Nya. Bagi Paulus, kita semua dibenarkan karena iman. Kita menjadi anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Iman itu kita peroleh pada saat dikuduskan dalam sakaramen pembaptisan. Dalam sakramen ini kita mengenakan Kristus yang menebus semua orang. Maka tidak ada lagi perbedaan-perbedaan yang mampu memisahkan pribadi dengan pribadi yang lain. Di dalam Yesus Kristus kita semua menjadi satu dan kudus.

Kita semua berbahagia karena jasa Yesus Kristus, kita memiliki iman dan mendapat martabat baru yaitu sebagai anak Allah. Ini berarti kita harus berusaha untuk menjadi serupa dengan Yesus dalam segala hal. Kita mengagumi dan mengasihi-Nya. Perasaan kagum menjadi sempurna ketika kita mampu mendengar dan memelihara Sabda-Nya. Mendengar Yesus sebagai Sabda kehidupan dan memelihara Yesus seperti Bunda Maria menerima Yesus di dalam hidupnya. Mari kita kita membaca dan merenungkan Sabda dan tekun berdoa seperti Bunda Maria.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply