Homili 21 Oktober 2016

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XXIX
Ef 4:1-6
Mzm 24:1-2.3-4ab.5-6
Luk 12:54-59

Setialah dalam iman

imagePada suatu kesempatan saya diundang untuk merayakan misa syukur untuk memperingati hari ulang tahun perkawinan sepasang suami dan istri ke-35. Tentu saja ini merupakan sebuah kesempatan yang membahagiakan keluarga dan juga umat sekalian yang hadir dalam perayaan misa syukur. Usai misa syukur pasutri yang mulai disapa oma dan opa memberi kesaksian sederhana di hadapan umat. Pemandu acara menanyakan kiat untuk mempertahankan kemuliaan sakramen perkawinan mereka. Setelah berbisik-bisik sebentar, lalu ibu menjawab: “Kami berjuang bersama untuk mempertahankan sakramen perkawinan karena kami beriman.” Bapa itu menambahahkan: “Kami berdua setia dalam perkawinan karena kami beriman”. Jawaban-jawaban sederhana, keluar dari mulut orang-orang sederhana menunjukkan bagaimana mereka memelihara sakramen perkawinan sebagai sebuah sarana keselamatan. Sebab itu dalam suka dan duka, di waktu sehat dan sakit mereka tetap menunjukkan kesetiaan satu sama lain. Orang beriman percaya bahwa semua ini adalah rencana yang indah dari Tuhan.

Pada hari ini kita mendengar kata-kata peneguhan dari St. Paulus. Ia mengakui dipenjarakan demi Tuhan. Ini adalah tanda kesetiannya sebagai orang beriman dan rasul Yesus Kristus. Dari pengalaman kesetiaan iman ini, ia menasihati jemaat sebagai orang-orang terpanggil supaya hidup sepadan dengan panggilannya. Tentu saja Paulus berharap agar jemaat di Efesus yang menerima pewartaannya hidup sebagai orang Kristen, sebagai Kristus kecil di tengah dunia. Hidup sebagai Kristus kecil berarti setiap orang Kristen berusaha untuk menyerupai Kristus. St. Ignasius dari Antiokia mengatakan bahwa hidup sebagai orang Kristen bukan karena kata-kata yang keluar dari mulut, melainkan karena hidupnya sepadan dengan Kristus sendiri.

Apa artinya hidup sepadan dengan panggilan hidup kristiani? Setiap orang perlu yakin pada dirinya sendiri bahwa hidupnya serupa dengan Kristus. St. Paulus mengatakan: “Hendaklah kalian selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjukanlah kasihmu dengan saling membantu. Berusahalah memelihara kesatuan Roh dan ikatan damai sejahtera.” (Ef 4: 2-3). Semua yang dibeberkan Paulus di sini merupakan kebajikan-kebajikan yang ditunjukkan sendiri oleh Tuhan Yesus. Ia selalu disapa dalam doa sebagai “Yesus yang lemah lembut dan rendah hati serta penuh kesabaran”. Kita dapat merasakan kehidupan Yesus di tahun kerahiman Allah ini. Dia membuka lengan-Nya dan menerima semua orang dalam kerahiman-Nya. Kita belajar dari Yesus untuk mengasihi dengan kasih-Nya sendiri sebab Dia adalah kasih.

Di samping kebajikan-kebajikan yang ditunjukkan Kristus sendiri, St. Paulus juga mengharapkan adanya persekutuan yang luhur di antara jemaat dan persekutuan luhur dengan Tuhan sendiri. Artinya setiap anggota jemaat perlu mengalami dan merasa bersatu dengan sesamanya. Paulus berkata: “Satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan. Satu Allah dan Bapa kita semua yang mengatasi semua, menyertai semua dan menjiwai semua”. (Ef 4:4-6). Paulus sebagai orang yang sedang berada di penjara karena mengasihi Tuhan dan Gereja mengharapkan agara gereja sepanjang masa hidup dalam persekutuan dengan Kristus sendiri.

Perkataan Paulus ini menantang kita untuk tidak hanya berbangga sebagai pengikut Kristus saja tetapi hidup sepadan dengan Kristus. Banyak orang berbangga beragama katolik tetapi tidak beriman Kristiani. Hidup mereka jauh dari kehidupan Kristus. Mereka mengaku sebagai orang beriman Kristiani tetapi hidupnya penuh kebencian, penuh hawa nafsu, menyukai sikap memecah-belah atau mengadu domba sesama yang lain. Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan kita untuk berlaku demikian.

Tuhan Yesus mengakui manusia yang pandai membaca tanda-tanda zaman. Misalnya awan yang naik disebelah barat akan menjadi tanda bahwa hujan akan turun dan terjadilah demikian. Kalau angin selatan bertiup maka orang-orang pada masa itu mengatakan bahwa hari itu panas terik, dan terjadilah demikian. Bagi Yesus, tanda-tanda zaman sudah bisa dibaca oleh orang banyak saat itu tetapi belum mampu menilainya. Yesus mengatakan demikian karena Ia melihat hati orang-orang saat itu sangat tertutup kepada-Nya. Hati mereka tegar dan belum melihat keselamatan dalam diri Yesus Kristus. Pengalaman Yesus bersama orang banyak juga menjadi pengalaman kita saat ini. Kita belum menunjukkan kualitas iman yang nomor satu. Mungkin iman yang sekarang masih pada level beriman untuk meramaikan situasi saja! Mengapa? Karena hidup kita belum selaras atau sepadan dengan Yesus.

Apa yang harus kita lakukan untuk setia dalam iman? Kita harus berani untuk bertobat. Kita kembali ke jalan Tuhan untuk merasakan dan mengalami kasih dan kerahiman-Nya. Hanya dengan kerahiman Allah kita dapat memperoleh keselamatan abadi. Kita juga diingatkan Yesus dalam Injil untuk berdamai. Kristus adalah damai kita (Ef 2:14). Dia menganuerahkan damai sebagai anugerah mesianis bagi kita. Mari kita membawa damai dan kerahiman-Nya kepada semua ciptaan. Setialah selalu dalam iman kepada Kristus.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply