Homili 1 Desember 2016

Hari Kamis, Pekan Adven I
Yes 26:1-6
Mzm 118:1.8-9.19-21.25-27a
Mat 7:21.24-27

Setia melakukan kehendak Allah

imageSaya pernah diundang untuk memimpin misa syukur tiga puluh tahun perkawinan sepasang suami dan istri. Keluarga menyiapkan buku panduan perayaan Ekaristi dan segala souvenir bagi umat yang hadir dalam misa syukur ini. Di belakang altar terdapat tulisan berbunyi: “Kami setia melakukan kehendak-Mu”. Tulisan yang sama juga terdapat pada setiap souvenir yang diterima umat. Suasana Ekaristi yang meriah ini seakan memanggil semua umat untuk setia melakukan kehendak Allah. Dalam kesaksian hidup perkawinaan selama tiga puluh tahun, pasangan suami dan istri ini mengaku bahwa mereka sudah memiliki komitmen sejak awal untuk setia melakukan kehendak Allah. Mereka berkomitmen untuk setia menghayati janji-janji perkawinan sebagai suami dan istri, bertanggung jawab dalam membina, mendidik dan membesarkan anak-anak dan selalu terbuka satu sama lain. Komitmen ini mereka sudah sedang jalani selama tiga puluh tahun terakhir. Mereka mengakui bahwa tidaklah mudah menghayati komitmen ini, namun mereka sama-sama berjuang, saling mengingatkan untuk setia selalu dalam melakukan kehendak Allah. Saya merasa bersyukur kepada Tuhan karena pasangan suami dan istri ini menjadi guru kehidupan bagiku untuk setia mengikuti kehendak Allah.

Salah satu kekhasan dalam masa adventus adalah kesempatan bagi kita untuk melakukan kehendak Allah. Ada tokoh-tokoh dalam masa adventus yang menunjukkan komitmen mereka untuk melakukan kehendak Allah dengan setia. Pikiran kita pertama tertujuh kepada Bunda Maria. Wanita sederhana dari Nazaret ini membuka dirinya kepada Tuhan dan siap untuk melakukan kehendak Allah. Ia pernah merasa bimbang saat menerima khabar sukacita, namun malaikat Tuhan meneguhkannya sehingga ia berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38). Perkataan Maria ini menggambarkan komitmennya untuk melakukan kehendak Allah sampai tuntas. St. Yusuf, bapa pengasuh Yesus Kristus juga pernah merasa ragu dalam hatinya untuk menerima bunda Maria apa adanya. Tuhan meneguhkannya melalui malaikat dalam mimpinya. Ia setia melakukan kehendak Allah dengan menerima Bunda Maria apa adanya (Mat 1:20). Tuhan Yesus yang kita nantikan kedatangan-Nya juga melakukan kehendak Allah Bapa sampai tuntas, yakni menyelamatkan manusia. Yohanes Pembaptis melakukan kehendak Allah dengan mewartakan seruan tobat serta membaptis banyak orang di sekitar sungai Yordan.

Melakukan kehendak Allah dengan setia adalah sebuah jalan ketaatan. Orang yang taat kepada kehendak Allah memiliki kemampuan untuk mendengar dengan baik. Sambil mendengar dengan baik, ia akan yakin dan percaya untuk mengikuti apa yang didengarnya itu. Kalau ia percaya pada apa yang didengarnya maka ia akan patuh atau taat dan mengikutinya. Kalau ia taat dan mengikuti apa yang didengarnya maka ia mampu mengasihi. Orang dikatakan tidak mengikuti kehendak Allah karena ia tidak memiliki kemampuan untuk mendengar dengan baik. Konsekuensi akhirnya adalah ia juga tidak mampu mengasihi. Mari kita melihat sendiri kehidupan bersama di dalam keluarga atau komunitas. Segala pertengkaran itu muncul karena orang gagal dalam mendengar. Tuhan sudah sangat baik menciptakan kita dua telinga untuk mendengar dan satu mulut untuk berbicara, namun pada kenyataannya, orang malah memiliki satu telinga dan dua mulut.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini berkata kepada para murid-Nya: “Bukan setiap orang yang berseru kepadaku, ‘Tuhan! Tuhan!’ akan masuk Kerajaan surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga” (Mat 7:21). Perkataan Yesus ini sifatnya mengoreksi banyak di antara kita yang berpikir sudah rajin berdoa dan aktif dalam kegiatan menggereja. Hal-hal ini belumlah cukup. Kita harus memiliki komitmen untuk memberi diri secara total bagi tugas perutusan Gereja Kristus. Inilah bentuk ketaatan kepada kehendak Allah. Mengapa saya katakan demikian? Realitas menunjukan bahwa banyak umat katolik yang rajin beramal, aktif dalam menggereja tetapi tidak pernah mengakui dosa-dosanya. Adalah pemikiran yang keliru bahwa perbuatan baik adalah jalan pengampunan. Kita harus rendah hati untuk mengakui dosa dan salah kita di hadapan Tuhan. Sakramen tobat masih perlu dan harus. Ada juga umat yang aktif melayani gereja tetapi lalai dalam melakukan doa-doa pribadi, lalai mengurus keluarganya, lalai mengikuti misa di gereja. Bagi saya ini adalah sebuah kekeliruan besar. Kita perlu sadar bahwa kesetiaan untuk melakukan kehendak Allah ditandai dengan hidup dalam doa, aktif dalam mengikuti misa dan menerima sakramen tobat.

Kesetiaan untuk melakukan kehendak Allah seperti Kristus sendiri menjadi dasar bagi iman kita. Hal ini ditandai dengan keterbukaan diri untuk mendengar dan melakukan setiap perkataan yang keluar dari mulut Yesus. Orang yang setia melakukan perkataan Tuhan itu sama dengan orang yang membangun rumah di atas wadas. Orang yang tidak setia melakukan perkataan Tuhan itu sama dengan orang yang membangun rumah di atas pasir. Rumah dengan dasar yang kokoh akan bertahan ketika ada hujan dan badai. Rumah yang berdiri di atas pasir akan mudah roboh karena tidak ada kekuatan apapun yang menopangnya. Hanya pasir saja yang ada! Iman kita harus semakin kuat karena berdasar atau bersumber pada Sabda Tuhan Yesus sendiri.

Dalam bacaan pertama, kita mendengar nubuat Tuhan melalui nabi Yesaya supaya umat Israel beriman kepada Allah yang benar dan pada tempatnya yang tepat. Sebagaimana dinubuatkan Yesaya bahwa pada saat yang tepat akan ada sebuah kidung meriah di tanah Yehuda. Ada kebanggaan bahwa umat Israel memiliki sebuah kota yang kuat di mana Tuhan sendiri yang memasang tembok dan benteng untuk keselamatan penghuninya. Kota itu nantinya dihuni oleh bangsa yang benar dan yang tetap setia. Tuhan sendiri adalah gunung batu yang kekal maka orang harus tetap percaya selama-lamanya. Dialah yang memiliki kuasa yang besar atas segala sesuatu. Bangsa-bangsa asing yang menghuni kota-kota digunung pun ditaklukan oleh Tuhan

Pertanyaan buat kita refleksikan pada hari ini: Apakah kita setia melakukan kehendak Allah? Apakah kita akrab dan bersahabat dengan Sabda Tuhan? Masa adventus menjadi masa di mana kita setia kepada Sabda dan kehendak Allah.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply