Homili Hari Minggu Biasa ke-III/A -2017

Hari Minggu Biasa ke-III/A
Yes 8:23b-9:3
Mzm 27: 1.4.13-14
1Kor 1:10-13.17
Mat 4:12-23

Terang Tuhan menyatukan kita

Kita memasuki pekan yang baru lagi dalam masa liturgi kita, yakni pekan Biasa ke-III, tahun A. Antifon Pembuka untuk perayaan Ekaristi hari ini diambil dari Kitab Mazmur, bunyinya: “Nyanyikanlah lagu baru bagi Tuhan, bernyanyilah bagi Tuhan, hai segenap bumi. Keagungan dan semarak ada di hadapan-Nya, kekuatan dan kehormatan ada di tempat kudus-Nya” (Mzm 96:1.6). Antifon Pembuka ini memang menarik perhatian karena menyadarkan kita semua supaya kita memulai hari Minggu ini dengan menyanyikan lagu baru bagi Tuhan, karena Dia adalah segalanya bagi kita. Hanya Tuhanlah yang agung dan pantas untuk menerima pujian, sembah dan bakti kita umat-Nya. Hari Minggu adalah hari istimewa di mana kita memiliki kesempatan untuk memuji dan memuliakan Tuhan Allah kita. Mengapa kita perlu memuji dan memuliakan Tuhan Allah kita? Karena hanya Dia saja yang memiliki rencana untuk menyelamatkan semua orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya. Kita sebagai Gereja saat ini juga mendapat perutusan untuk ikut mewartakan Injil seperti pernah dilakukan oleh para murid Yesus Kristus.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini berbicara tentang Tuhan Yesus sebagai terang sejati yang mempersatukan semua orang. Konsep Tuhan sebagai Terang mengingatkan kita pada prolog Injil Yohanes, di mana dikatakan: “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan tidak dapat menguasainya” (Yoh 1:5). Siapakah Terang itu? Tentu saja Tuhan Yesus sebagai satu-satunya Terang dunia (Yoh 8:12). Ia sendiri mengatakan bahwa siapa yang berjalan pada siang hari tidak akan terantuk, karena ia melihat terang dunia ini (Yoh 11:9). Yesus sebagai Terang dunia menyapa kita yang mengikuti-Nya sebagai terang dunia. Terang itu diharapkan bercahaya di depan semua orang supaya orang melihat perbuatan-perbuatan baik dan memuliakan Bapa di Surga (Mat 5: 14. 16). Maka Terang sejati adalah Yesus dan tugas kita sebagai Gereja adalah menerima terang-Nya dan mewartakannya kepada semua orang melalui perbuatan-perbuatan baik yang menandakan bahwa kita adalah pengikut-pengikut-Nya.

Nabi Yesaya dalam bacaan pertama mengungkapkan bahwa rakyat Galilea terdiri atas suku Zebulon dan Naftali. Orang-orang dari suku-suku ini diangkut ke Asiria untuk menjadi orang asing dan pekerja kasar di negeri asing. Dala situasi yang sulit ini, Tuhan memanggil nabi Yesaya untuk memberikan penghiburan untuk meyakinkan orang-orang Zebulon dan Naftali yang pernah direndahkan Tuhan. Ia sendiri berjanji untuk memuliakan jalan ke laut yakni daerah seberang sungai Yordan. Bangsa-bangsa yang sedang mengalami kegelapan itu mengalami kesadaran baru dari nabi Yesaya untuk kembali kepada Tuhan sehingga dapat melihat Terang sejati.

Nabi Yesaya memberi kesaksian bahwa bangsa yang berjalan dalam kegelapan telah melihat terang yang besar. Terang itu bersinar atas mereka yang berdiam di dalam negeri kekelaman. Orang-orang yang tinggal di negeri kekelaman itu akan merasakan terang Tuhan yang sesungguhnya. Segala beban kehidupan mereka akan berubah menjadi sukacita yang besar. Tuhan Yesus adalah Terang yang sesungguhnya. Dialah satu-satunya Penyelamat kita. Daud pernah berdoa begini: “Tuhan adalah terang dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut. Tuhan adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gentar?” (Mzm 27: 13-14). Doa Raja Daud mengarahkan kita kepada Yesus sebagai Terang bagi kita.

Nubuat Tuhan yang diucapkan nabi Yesaya ini digenapi dengan sempurna oleh Tuhan Yesus Kristus. Dalam bacaan Injil hari ini, kita mendapat gambaran bagaimana Tuhan Yesus menunjukkan diri-Nya kepada kita sebagai Pribadi yang datang untuk menggenapi nubuat Tuhan. Apa yang dilakukan Yesus saat itu? Penginjil Matius memberi kesaksian bahwa setelah Yohanes Pembaptis ditangkap, Yesus menyingkir ke Galilea. Matius menambah keterangannya, bahwa Yesus meninggalkan Nazaret dan diam di Kapernaum, di tepi danau, di daerah Zebulon dan Naftali. Yesus melakukan perjalanan menurun dari Nazaret, menempuh jarak 42,2 km ke Kapernaum, di pinggir danau Galilea. Kapernaum (Kfar Nahum) berarti kampung Nahum, tanah pertobatan. Di kota ini terdapat rumah Simon Petrus yang nantinya menjadi markas pelayanan Yesus bersama para murid-Nya.

Kesaksian Matius ini sebenarnya sangat menarik perhatian kita. Yesus dari Nazaret rela turba (turun ke bawah) ke Galilea yang letaknya 315m di bawah permukaan laut tengah. Di tempat yang digolongkan sebagai wilayah bangsa yang diam di dalam kegelapan ini, Yesus tinggal, memanggil para murid-Nya, menghadirkan Kerajaan Allah, memberitakan Injil, melenyapkan penyakit dan kelamahan manusia dan mengawali Gereja-Nya yang bertahan hingga saat ini. Di tempat inilah Yesus membawa Terang sejati dengan seruan-Nya yang terkenal: “Bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah dekat”. (Mat 4:17).

Untuk menghadirkan Kerajaan Allah maka Yesus membutuhkan mitra kerja yakni Ia memanggil dan menetapkan pribadi-pribadi yang nantinya akan menjadi penjala manusia. Ia memanggil Petrus dan Andreas, Yakobus dan Yohanes dan mereka segera meninggalkan segalanya dan mengikuti Yesus. Mereka menjadi penjala manusia artinya menjadikan segala bangsa murid Yesus yang sejahtera rohani dan jasmani. Keselamatan berarti orang itu bahagia jasmani dan rohaninya. Apalah artinya orang dapat berdoa tetapi perutnya kosong? Ini juga yang menjadi keprihatinan Gereja sehingga sangat diperlukan pemberdayaan umat dalam segala bidang.

St. Paulus dalam bacaan kedua menjawabi pemberdayaan umat dalam hal-hal praktis dengan menyarankan supaya demi nama Tuhan Yesus Kristus, Gereja di Korintus dan Gereja masa kini seia sekata dan jauh dari segala perpecahan. Umat sebagai Gereja berusaha supaya erat bersatu dan sehati sepikir. Banyak kali umat melihat perbedaan sebagai hal yang menjauhkan pribadi dengan pribadi yang lain. Ada golongan Paulus, ada golongan Apolos, ada golongan Kefas dan golongan Kristus. Sebenarnya perbedaan-perbedaan itu berguna untuk mempersatukan pribadi-pribadi, lebih seiya dan sekata. Mengapa? Sebab Kristus yang menerangi hidup kita itu tidak terbagi-bagi.

Kita tidak dapat menutup mata dengan kebiasaan umat tertentu yang masih membedakan sesama umatnya. Ada yang memilih pastor sebagai pelayanan rohaninya. Ada yang memprioritaskan suku dan bahasanya. Ini adalah sisi-sisi gelap yang masih ada di dalam Gereja kita. Namun pada hari ini Tuhan Yesus hadir sebagai terang bagi kita semua. Terang-Nya tidak dapat dikalahkan oleh kegelapan.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip Martin Luther King (1929-1968), yang berkata: “Kegelapan tidak dapat mengusir kegelapan: hanya cahaya yang dapat melakukannya. Kebencian tidak dapat mengusir kebencian: hanya cinta kasih yang dapat melakukannya itu.” Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan, nanyian kasih, penuh pujian dan syukur yang tulus kepada-Nya. Terang Tuhan menyatukan kita semua.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply