Homili 10 Februari 2017

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-V
Kej 3:1-8
Mzm 32:1-2.6.6.7
Mrk 7:31-37

Godaan menggiurkan selalu ada

Ada seorang pemuda yang pernah mengatakan kepada saya bahwa ia selalu mengalami banyak godaan terutama di tempat kerjanya. Ia memiliki posisi strategis dalam hal pekerjaan di perusahaannya. Kadang-kadang ia berhadapan dengan orang-orang tertentu yang hendak menyuap, kadang-kadang ia sendiri tergiur dengan lembaran-lembaran uang di atas mejanya tetaoi bukan miliknya. Namun ia mengaku memiliki sebuah komitmen untuk menjadi orang jujur. Ia bahkan menulis di layar laptopnya: “Jujurkah aku?” Tulisan berupa pertanyaan ini sekaligus menjadi pedoman bagi seluruh hidupnya, terutama setiap kali ia mengalami godaan-godaan tertentu yang berhubungan dengan uang dan kekuasaan. Ia bersyukur karena hingga saat ini, Tuhan masih memihaknya dan ia sendiri masih bersama Tuhan. Godaan tentang uang dan kekuasaan dapat diatasinya dengan baik.

Saya mendengar sharing sederhana pemuda ini dan merasa bersyukur dalam hati karena berjumpa dengan seorang pemuda yang mau menjadi orang jujur dalam mengatasi segala pencobaan dan godaan dalam hidupnya. Banyak di antara kita yang mudah tergoda dengan hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan dalam hidup, meskipun bukanlah merupakan kebutuhan. Misalnya, ada orang yang menyenangi uang, kekuasaan, sex, popularitas dan lain sebaginya. Mereka akan mencari cara-cara tertentu untuk mencapai tujuannya dengan mengorbankan orang lain. Realita sosial menunjukkan bagaimana orang sadar dan tanpa malu melakukan korupsi. Suara hati mereka bukan hanya keliru tetapi tumpul sehingga mengulangi dosa korupsi di dalam hidupnya.

Bacaan Kitab Suci hari ini, khususnya dalam bacaan pertama mengisahkan tentang godaan yang dialami manusia pertama yaitu Adam dan Hawa hingga mereka jatuh dalam dosa pertama. Kitab Kejadian bersaksi bahwa ular adalah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang Tuhan ciptakan. Pada suatu kesempatan, Adam dan Hawa berjalan-jalan di taman Eden. Ini menjadi kesempatan bagi si licik ular untuk menggoda Adam dan Hawa. Ular mulai menggoda Hawa sebagai ciptaan terakhir tentang perkataan Tuhan supaya mereka jangan memakan buah dari pohon pengetahuan. Hawa dengan polos mengatakan bahwa meraba buah saja tidak boleh apalagi memakannya karena dampaknya adalah kematian. Namun ular meyakinkan Hawa bahwa mereka tidak akan mati karena memakan buah itu. Justru menurut ular, Allah mengetahui bahwa apabila mereka makan buah dari pohon itu maka mata mereka akan terbuka dan mereka sendiri akan menjadi seperti Allah, yang mengetahui yang baik dan jahat.

Godaan pun semakin menjadi-jadi. Hawa melihat bahwa buah itu baik untuk dimakan dan nikmat rasanya. Pohonnya sendiri menarik hati karena memberi pengertian. Ia pun mengambil buah pohon itu, memakannya dan memberi juga kepada Adam untuk memakannya. Pada saat itu mata mereka terbuka, mereka sadar bahwa mereka telanjang sehingga mereka menyematkan daun pohon ara untuk menjadi pakaian mereka. Adam dan Hawa jatuh dalam dosa pertama dan mereka merasa takut dnegan Tuhan sehingga bersembunyi di antara pepohonan.

Kisah ini memang menarik perhatian kita karena membicarakan tentang sebuah hal yang praktis, terutama proses kita mengalami godaan iblis hingga jatuh dalam dosa dan kadang-kadang melakukan dosa yang sama tanpa merasa malu. Ketika mengalami godaan, pasti pikiran kita tertuju pada hal yang menyebabkan kita jatuh dalam dosa. Misalnya ketika memandang uang sebagai harta dan hati juga berada pada uang tersebut maka mudah sekali orang itu jatuh dalam dosa mencuri uang. Setelah melakukan dosa itu baru muncul perasaan bersalah, malu dan menyesal. Kita perlu bertobat dengan menyesal dan tidak mengulangi dosa yang sama!

Meskipun kita semua lemah dan sering jatuh dalam dosa yang sama namun Tuhan kita tetaplah Tuhan yang pengasih dan penyayang. Raja Daud berani berkata kepada Tuhan: “Berbahagialah orang, yang pelanggarannya diampuni dan dosa-dosanya ditutupi! Berbahagialah orang yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan dan tidak berjiwa penipu!” (Mzm 31:1-2). Di hadapan Tuhan, seharusnya kita mengungkapkan kesalahan-kesalahan kita dan bahwa Tuhan tidak akan memperhitungkan dosa-dosa kita. Sungguh luar biasa Tuhan kita.

Tuhan benar-benar menepati kasih-Nya kepada manusia dengan tidak menghitung dosa-dosa manusia. Hal ini dilakukan dengan sempurna oleh Tuhan Yesus Kristus. Dalam perjalanan kembali dari negeri asing yaitu Tirus dan Sidon, tepatnya di daerah Dekapolis, Ia melakukan sebuah mukijzat dengan menyembuhkan seorang yang tuli dan gagap. Orang tuli dan gagap berarti dia tidak mampu mendengar dan mewartakan perkataan Tuhan. Sebab itu ia berani datang dan meminta Yesus untuk menyembuhkannya.

Cara Tuhan Yesus menyembuhkannya memang sangat istimewa. Mereka berdiri terpisah, Ia memasukan jari-Nya ke dalam telinga orang itu, meludah dan meraba lidah orang itu dan memandang ke langit sambil berkata: “Efata” artinya terbukalah! Orang itu dapat berkata-kata seperti biasa. Semua orang berkata: “Ia menjadikan segala-galanya baik! Yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berbicara”. Tuhan Yesus memang luar biasa.

Bacaan Kitab Suci pada hari ini mengingatkan kita untuk sadar dan merasa malu ketika selalu mengulangi dosa dan salah yang sama. Kita mudah menjadi bisu dan tuli sehingga tidak mendengar Tuhan. Mari kita datang kepada Yesus untuk mengalami hidup baru.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply