Homili 6 Maret 2017

Hari Senin, Prapasakah I/A
Im 19:1-2.11-18
Mzm 19: 8.9.10.15
Mat 25:31-46

Mengasihi lebih sungguh!

Salah satu hal penting dan harus dilakukan oleh para pengikut Tuhan Yesus Kristus dalam masa prapaskah ini adalah kemampuan dirinya untuk mengasihi dengan tulus hati. Ia mengasihi dengan tulus hati kepada Tuhan dan sesama. Mengasihi sesama berarti mengasihi diri sendiri. Mengasihi sesama berarti mengasihi Tuhan. St. Yohanes dalam suratnya menulis: “Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah” dan Ia membenci saudaranya, maka ia seorang pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” (1Yoh 4:20). Perkataan Yohanes ini sangat dalam maknanya bagi kita. Kita sungguh-sungguh menjadi pengikut Tuhan Yesus Kristus kalau kita mampu mengasihi Tuhan dan mengasihi saudara-saudara kita yang kelihatan. Hidup tanpa mengasihi saudara-saudari sama dengan berdusta di hadapan Tuhan bahwa kita mampu mengasihi. Mengapa? Karena Allah adalah kasih (1Yoh 4:8.16).

Bacaan-bacaan liturgi pada hari ini menginspirasikan kita untuk menyadari tentang kasih Tuhan yang begitu agung dan mulia bagi manusia dan manusia kepada-Nya. Dalam bacaan pertama Tuhan berfirman kepada Musa supaya mengingatkan Bani Israel supaya menjadi kudus sebab Tuhan sendiri kudus adanya. Bagaimana mewujudkan kekudusan sesuai kehendak Tuhan sendiri?

Tuhan Allah mengadakan perjanjian yang mengikat seluruh bani Israel. Tuhan mengikat perjanjian kekudusan dengan memberikan perintah-perintah kepada mereka, seperti dilarang mencuri, berbohong, berdusta kepada sesama. Dilarang bersumpah dusta demi nama Tuhan Allah karena dapat melanggar kekudusan Allah. Dilarang memeras sesama manusia, dilarang merampas, dilarang menahan upah para pekerja harian. Dilarang mengutuki orang tuli, dilarang meletakkan batu sandungan di hadapan orang buta. Dilarang berbuat curang dalam peradilan, dilarang membela orang kecil tidak sewajarnya, jangan terpengaruh oleh orang besar, harus mengadili sesama dengan kebenaran.

Tuhan juga mengingatkan umat Israel bahwa mereka dilarang pergi kian ke mari untuk menyebarkan fitnah di antara teman-teman sebangsa, dilarang mengancam hidup sesama. Umat Israel dilarang membenci sesama di dalam hati, selalu berterus terang dalam menegur sesama yang berdosa. Umat Israel dilarang menuntut balas dan menaruh dendam kepada sesama. Semua larangan ini diakhiri dengan sebuah kalimat tentang kasih. Tuhan mengatakan: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Im 19:18). Artinya kasih menjadi segala-galanya dan setiap orang harus berusaha untuk mengasihi lebih sungguh.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil mengingatkan kita semua tentang kualitas kasih kepada sesama manusia. Apakah kita sungguh-sungguh mengasihi Tuhan dan sesama? Siapakah sesama yang patut kita kasihi? Mereka adalah orang-orang yang paling hina dan tidak diperhatikan dalam masyarakat. Mereka adalah Yesus yang kelihatan yang patut kita kasihi dengan segenap hati. Orang yang lapar, haus, tak memiliki pakaian, orang asing, orang sakit dan orang yang ada di dalam penjara adalah orang-orang yang membutuhkan kasih sayang dari kita sebagai sesamanya. Kita tidak perlu menertawakan mereka karena mereka hina di mata kita. Kita berusaha untuk membantu mereka supaya memiliki martabat sebagai manusia. Kita memiliki tanggungjawab moral untuk memperhatikan mereka sebagai manusia.

Tuhan akan mengadili kita bukan berdasarkan berapa dosa yang sudah kita lakukan. Tuhan mengadili kita berdasarkan perbuatan kasih yang kita lakukan kepada saudara dan saudari yang paling hina, karena mereka adalah Yesus yang kelihatan. St. Theresia dari Kalkuta melihat orang-orang miskin di Kalkuta sebagai Yesus yang kelihatan. Ia mengasihi Yesus dalam diri kaum miskin. St. Yohanes Bosco mengasihi kaum muda yang miskin, bahkan siap memberi dirinya bagi kaum muda karena dia melihat Yesus hadir dalam diri kaum muda.

Komitmen untuk mengasihi sesama manusia hendaknya kita jalani dengan sepenuh hati. Banyak saudari dan saudara kita yang lapar, haus, telanjang, orang asing, orang sakit dan orang yang dipenjara. Komitmen kita adalah mengentas mereka dari kemiskinan yang ada supaya mereka benar-benar menjadi manusia yang bermartabat. Dengan demikian cinta kasih menjadi segalanya. Mari kita mengisi masa prapaskah dengan mengasihi lebih sungguh.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply