Homili 11 Maret 2017

Hari Sabtu, Pekan Prapaskah I
Ul 26:16-19
Mzm 119:1-2.4-5.7-8
Mat 5:43-48

Sempurna adanya!

Saya pernah mendengar pembicaraan antara dua sahabat di sebuah restoran. Mereka duduk mengopi sambil membicarakan persiapan-persiapan tertentu untuk merayakan paskah di gereja parokinya masing-masing. Kemungkinan mereka adalah panitia Paskah di parokinya masing-masing. Salah satu hal yang mereka perbincangkan adalah bagaimana mereka meyakinkan umat untuk hadir pada hari-hari pengakuan dosa sebab jumlah imam yang diundang cukup banyak. Pembicaraan mereka semakin menarik ketika salah seorang di antara mereka bertanya: “Apakah sakramen tobat masih perlu sehingga harus mengundang banyak bapak pengakuan?” Sahabat yang satu terdiam sejenak lalu berani mengatakan: “Menurut saya sakramen tobat masih perlu dan harus di dalam Gereja Katolik”. Seorang sahabat yang lain mengatakan: “Ya sih, kalau kita mengaku dosa kita menjadi pribadi yang sempurna adanya”. Mereka saling tersenyum dan melanjutkan tegukan-tegukan kopi sambil membicarakan topik lain tentang persiapan paskah.

Masa prapaskah menjadi menarik karena ada kesadaran yang besar dari umat katolik untuk mengakui dosa-dosanya. Ada banyak orang yang masih sadar bahwa mereka adalah manusia berdosa dan membutuhkan Tuhan di dalam hidupnya. Dengan mengakui dosa-dosanya maka manusia dapat mengalami kasih dan kerahiman Tuhan Allah yang tiada batasnya. Tujuannya adalah supaya manusia lebih akrab lagi dengan Tuhan dan manusia lebih sempurna seperti Tuhan sendiri sempurna adanya. Manusia menjadi kudus karena Allah sendiri kudus adanya.

Dalam Kitab Ulangan yang kita bacakan pada hari ini, kita mendengar kisah perjalanan bangsa Israel di padang gurun. Ketika sudah mendekati tanah terjanji yakni di seberang sungai Yordan, Musa menggunakan kesempatan untuk mengingatkan mereka akan janji setia Tuhan Allah kepada mereka. Tuhan Allah berjanji untuk tetap menjadi Allah bagi mereka dan mereka menjadi umat kesayangan-Nya. Sebab itu Musa berkata: “Pada hari ini Tuhan Allahmu, memerintahkan engkau melakukan ketetapan dan peraturan; lakukanlah semuanya itu dengan setia, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu.” (Ul 26:16). Bangsa Israel menerima janji Tuhan berupa ketetapan dan peraturan. Semuanya ini mereka harus melakukannya dengan setia, dengan sepenuh hati dan jiwa. Tentu saja dibutuhkan komitmen yang jelas dari pihak manusia sebagai ciptaan Tuhan.

Pada saat yang sama Tuhan berjanji kepada mereka yang setia menjalani ketetapan, perintah dan peraturan-peraturan-Nya bahwa Dialah Allah bagi mereka. Bangsa Israel sendiri sadar bahwa mereka memiliki Allah yang benar dan mereka harus mendengar suara-Nya. Tuhan Allah sudah mendengar janji bani Israel untuk menjadi umat kesayangan-Nya. Umat kesayangan Tuhan tetap setia menjalani ketetapan, perintah dan peraturan-peraturan dari Tuhan. Tuhan juga berjanji akan mengangkat bani Israel di atas segala bangsa yang lain. Dengan demikian bani Israel akan menjadi umat yang kudus bagi Tuhan dan Allah mereka.

Dari bacaan pertama ini kita mendapat kekuatan baru bahwa dengan ketaatan kepada kehendak Tuhan, kita menjadi kudus. Tuhan menghendaki agar kita menjadi anak-anak-Nya yang setia dalam mengikuti ketetapan, perintah dan peraturan-peraturan. Kesetiaan semacam ini membuka pintu keselamatan. Kita yang membaca dan merenungkan bacaan pertama ini diajak untuk berjalan dalam jalan kekudusan. Kita menjadi umat kudus bagi Allah sebab Dia kudus adanya.

Para peziarah yang tiba di kota kudus Yerusalem berkata: “Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidupnya menurut Taurat Tuhan. Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati”. (Mzm 119:1-2). Sungguh mantaplah hidup di hadirat Tuhan apabila menerima hukum dan ketetapan Tuhan. Tuhan sendiri tidak akan meninggalkan kita sebagai anak yatim piatu.

Tuhan Yesus dalam Injil hari ini membuka wawasan kita bagaimana mencapai kekudusan. Tawaran Tuhan Yesus memang sangatlah ekstrim. Misalnya Ia mengajak kita untuk mengasihi musuh-musuh dan berdoa bagi mereka yang menganiaya diri kita. Musuh-musuh itu bukan untuk dibenci tetapi didoakan supaya mereka bertobat dan menjadi orang baik. Ini adalah tugas anak-anak Bapa di Surga. Tuhan Allah menciptakan matahari bagi orang yang jahat dan orang baik. Ia menurunkan hujan bagi orang benar dan orang yang tidak benar. Orang-orang berdosa mampu mengasihi maka hendaknya anak-anak Bapa di Surga juga mampu mengasihi semua orang. Dengan jalan mengasihi maka kita menjadi sempurna seperti Bapa di surga juga sempurna adanya.

Tuhan Yesus membuka pikiran kita juga untuk mampu mengasihi. Dasarnya adalah kasih Allah yang tiada batasnya bagi kita. Maka, kita harus mampu mengasihi semua orang sebagaimana Tuhan sendiri sudah melakukannya bagi kita. Kasih itu universal. Kita mengasihi berarti kita berada di pihak Allah sebab Allah adalah kasih.

Pada hari ini pikiran kita dibuka, hati kita ikut dibuka oleh Tuhan untuk bersatu dengan-Nya. Persekutuan dengan Tuhan ditandai dengan kemampuan kita untuk mentaati kehendak-Nya. Untuk mampu mentaati kehendak Tuhan maka kita perlu mendengar -Nya dengan segenap hati kita. Ketaatan akan membuka pintu kasih. Maka kita akan mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati kita dan mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri sendiri. Apakah anda sudah mengasihi saudaramu pada hari ini?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply