Homili Hari Minggu Prapaskah II/A – 2017

Hari Minggu Prapaskan II/A
Kej. 12:1-4a
Mzm. 33:4-5,18-19,20,22
2Tim. 1:8b-10
Mat. 17:1-9

Ini Salibku, Mana Salibmu?

Ada dua bersaudara yang barusan mendapat souvenir dari orang tua mereka, setelah melakukan peziarahan selama dua minggu ke tanah suci. Mereka masing-masing membuka bungkusannya dan terdengar suara sang adik: “Kak, ini salibku, mana salibmu?” Kakaknya menunjukkan salib kepada adiknya. Adiknya berkata: “Kog salibnya sama”. Kakaknya menjawab: “Ya, salib adik dan salib kakak sama karena Tuhan Yesusnya sama.” Keduanya saling berpandangan, tersenyum dan meletakkan souvenir mereka di atas meja. Dialog sederhana ini sangat inspiratif bagiku. Kedua anak mengalami sukacita karena souvenir yang mereka terima namun ada sebuah pendidikan nilai di sana. Mereka berdialog tentang nilai rohani dari Salib. Pemahaman mereka bahwa Salib itu identik dengan Tuhan Yesus yang satu dan sama. Salib setip orang bisa sama, bisa berbeda tetapi Tuhan Yesus tetap satu dan sama.

Pada hari ini kita memasuki hari Minggu Transfigurasi bertepatan dengan Hari Minggu Prapaskah kedua. Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengarahkan kita kepada Tuhan Yesus, yang akan menderita di atas kayu salib, wafat dan bangkit dengan mulia pada hari ketiga. Ia memiliki semangat rela berkorban bagi manusia karena Ia mampu mendengar dan melakukan kehendak Bapa di Surga.

Kita mendengar kisah Abraham dalam bacaan pertama. Ketika itu Abraham sudah berada di zona nyaman. Ia sudah memiliki banyak ternak, dan berbagai kekayaan yang dimilikinya. Tuhan memanggil Abraham dan menyuruhnya keluar dari negerinya, meninggalkan saudara dan saudarinya, rumah bapaknya ke sebuah negeri baru yang ditunjukkan Tuhan Allah kepadanya. Tuhan juga berjanji untuk menjadikannya sebagai sebuah bangsa yang besar, dengan berkat-berkat berlimpah. Orang-orang yang memberkati Abraham akan diberikati Tuhan, yang mengutuknya akan dikutuk Tuhan. Seluruh dunia dan segala bangsa menerima berkat Tuhan melalui Abraham. Abraham mendengar dan melakukan perkataan Tuhan.

Abraham menunjukkan dirinya sebagai pribadi yang taat kepada Tuhan. Ia membuka dirinya kepada Tuhan, membiarkan dirinya dibimbing oleh Tuhan ke tempat yang baru yang lebih membahagiakannya. Abraham mendapat berkat untuk beralih dari hidup yang dikuasai oleh penderitaan dan kemalangan kepada sebuah dunia baru yang oenuh dengan berkat dan kebahagiaan. Ketaatannya mengubah wajah dunia. Mengapa Abraham taat kepada kehendak Tuhan? Sebab ia mampu mendengar semua perkataan Tuhan.

St. Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan Timotius untuk menjadi pribadi yang taat kepada kehendak Tuhan. Ketaatan itu ditunjukkan dengan ketabahan dalam pelayanan Sabda. Ia mengajak Timotius supaya ikut menderita bagi Injil Kristus. Tuhan Yesus Kristuslah yang memanggil kita untuk menjadi kudus bukan karena perbuatan-perbuatan baik kita melainkan berdasararkan maksud dan kasih karunia, cinta kasih-Nya bagi kita. Tuhan Yesus sendiri mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup abadi atau hidup yang tak dapat binasa.

St. Paulus mengajak kita untuk focus pada Yesus Kristus yang datang untuk mewartakan Injil kepada semua orang. Injil adalah Khabar Sukacita yang menyelamatkan setiap orang. Injil membuka pintu kasih karunia Allah, di mana setiap orang masuk dan merasakan kasih Allah, dan percaya bahwa Allah adalah kasih. Kita juga berfokus pada Tuhan Yesus Kristus yang rela menderita, wafat dan bangkit bagi kita. Injil-Nya telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup kekal bagi kita. Yesus Kristus adalah segalanya.

Penginjil Matius mengisahkan perjalanan yang ditempuh Yesus dan ketiga murid inti yakni Petrus, Yakobus dan Yohanes. Ketiga murid ini selalu hadir dalam saat-saat istimewa seperti perjalanan ke gunung yang tinggi (Mat 17:1), membangkitkan anak perempuan Yairus (Luk 8:51), di taman Getsemani (Mat 26:37). Perikop kita mengisahkan tentang Tuhan Yesus berubah rupa di hadapan ketiga murid inti untuk menunjukkan bahwa Ia akan menderita (misteri Salib) dan bangkit dengan mulia (saat berubah rupa). Untuk lebih meyakinkan mereka maka ditampilkan juga sosok Musa (Torah/hukum) dan nabi Elia (para nabi) yang sudah menubuatkan bahwa Mesias akan menderita, wafat dan bangkit pada hari yang ketiga.

Pengalaman penderitaan memang menakutkan namun kebangkitkan sungguh membahagiakan. Sebab itu ketiga murid juga mengalami hal yang sama. Di satu pihak mereka bahagia berada di hadapan Yesus yang berubah rupa, di lain pihak mereka juga ketakutan hingga tersungkur di hadapan Tuhan. Mereka perlu mendengar Tuhan Yesus yang dikasihi Bapa: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan, dengarkanlah Dia”. (Mat 17:5). Mendengar Yesus berarti berfokus kepada-Nya. Penginjil mengisahkan bahwa “Ketika mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorang pun, kecuali Yesus seorang diri”.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu ini menyadarkan kita akan persatuan yang erat antara penderitaan Yesus dan kemuliaan-Nya. Persatuan antara peristiwa Jumat Agung dan hari Minggu Paskah. Tidak ada kebahagiaan yang indah kalau pengalaman penderitaan itu dilewatkan begitu saja. Yesus sendiri berkata: “Barangsiapa yang ingin mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku” (Mat 16:24). Mari kita juga berusaha untuk menyangkal diri, memikul salib dan merasakan kemuliaan Tuhan dalam hidup kita. Masing-masing orang memiliki salibnya. Ini salibku, mana salibmu? Jangan takut memikul salibmu.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip Katekismus Gereja Katolik tentang peristiwa Transfigurasi Yesus Kristus: “Untuk sementara Yesus membiarkan kemuliaan ilahi-Nya bersinar, dengan demikian meneguhkan pengakuan Petrus. Ia juga menunjukkan bahwa Ia harus menderita kematian di salib di Yerusalem “untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya” (Luk 24:26). Musa dan Elia telah melihat kemuliaan Allah di atas gunung; hukum dan para nabi telah mengumumkan penderitaan Mesias Bdk. Luk 24:21.. Kesengsaraan Yesus adalah kehendak Bapa. Putera bertindak sebagai Hamba Allah Bdk. Yes 42:1.; awan adalah tanda kehadiran Roh Kudus; “Seluruh Tritunggal tampak: Bapa dalam surga, Putera sebagai manusia, dan Roh Kudus dalam awan yang bersinar” (Tomas Aqu., s. th. 3,45,4 ad 2). “Engkau dimuliakan di atas gunung, dan sejauh mereka mampu untuk itu, murid-murid-Mu memandang kemulian-Mu, Kristus Allah, supaya apabila memandang Engkau yang tersalib, mereka mengerti bahwa kesengsaraan-Mu adalah sukarela, dan dengan demikian mereka menyampaikan kepada dunia bahwa Engkau sesungguhnya cahaya Bapa” (Liturgi Bisantin, Kontakion pada pesta “Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya”). (KGK, 555).

Selamat memasuki Hari Minggu Prapaskah kedua. Tuhan memberkati selalu.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply